Thursday, March 27, 2008

Terjebak Nafsu Si Entong


Ada yang bilang, lelaki selingkuh sampai keluar duit, itu goblok! Bila demikian halnya, Damhuri, 40 tahun, adalah lelaki paling bego se kota Semarang (Jateng). Betapa tidak? Demi memanjakan Endah, 30 tahun, selingkuhannnya yang cantik, dia sampai berani korupsi uang perusahaan Rp 170 juta. Padahal akibatnya, selingkuhnya belum katog (puas), Damhuri harus masuk sel polisi.

Teori di atas memang teorinya kaum hidung belang, yang menganggap wanita sekadar ajang pelepas syahwat. Karena dia nafsu melulu setiap ketemu cewek cantik, maka sedapat mungkin harus diperoleh secara prodeo alias gratis. Jika sebentar-sebentar harus mengeluarkan biaya, ya pirang mbetahan (tak selamanya kuat). Maklumlah, kebanyakan lelaki kan hanya kuat di onderdil bukan materil.

Ilmu beginian belum pernah didengar Damhuri, warga Karangsari Kidul, Semarang Tengah. Maka ketika kecantol janda cantik bernama Endah, dia begitu gampang duitnya demi memperoleh cintanya. Berapa saja wanita itu minta, Damhuri selalu berusaha memenuhi. Padahal Endah punya prinsip: seringgit si dua kupang, satu ringgit dibuka kutang, dua ringgit tidur telentang, sepuluh ringgit ranjang bergoyang!

Kasihan memang, prinsip plesetan Endah itu tak pernah disadari Damhuri. Asal dia kangen si janda, karyawan PT. “Sak-awan Rekasa” ini lalu menemui dengan segepok uang. Begitu melihat setumpuk uang 50 ribuan, barulah Endah menggebu-gebu melayani hasrat dan libido Damhuri. Janda satu ini memang sudah tak lebih seorang WTS saja. Padahal jika hanya begitu, dengan Rp 100.000,- di Sunan Kuning sudah entuk telu (dapat tiga).

Asal tahu saja, posisi Damhuri di perusahaan kontraktor itu bukan direktur atau komisaris, tapi hanya pelaksana, yang gaji bulannya belum menyentuh angka Rp 5 juta. Jika dia kelon seminggu dua kali bersama Endah, maka setidaknya dia harus membawa uang Rp 5 juta tunai. Padahal kucuran rejekinya tidak seperti lumpur Lapindo. “Oh beginilah cinta, saya harus kuat di kantong demi memanjakan “si entong”…..,” begitu Damhuri pernah mengeluh.

Halal haram tabrak saja, begitu prinsip Damhuri yang mulai kalap. Sebagai pelaksana proyek, dia mulai nakal. Ketika dapat borongan membangun gereja, dia manipulasi data pekerja. Pekerja hanya sekitar 25 orang, Damhuri bilang 50-an. Material begitu pula, habis pasir 100 truk dia menulis laporan 150 truk. Apa lagi semen, ini paling sering dicatut. Pemakaian semen 200 sak, Damhuri bilang 300 sak!

Istrinya di rumah, sama sekali tak tahu kenakalan Damhuri di perusahaan. Sebab uang hasil catut-mencatut tersebut memang tak mengalir ke rumah, tapi lari ke Endah yang cantik, sekel nan cemekel (enak dipegang) itu. Bahkan sering pula, Damhuri seharian tak pulang ke rumah, tapi nginep di rumah sijanda. Paginya mereka jalan pagi bersama, Damhuri pakai training putih, Endah pakai merah-merah. Jadi presis burung katuk bawang!

Damhuri memang sudah lupa keluarga, matanya ketutup kecantikan dan goyangan si janda. Padahal, sementara dia terpuaskan oleh kenikmatan-kenikmatan sekejap, Endah diam-diam bisa beli rumah lain dari hasil “meres” luar dalam Damhuri minimal seminggu dua kali itu. “Enak juga punya selingkuhan Damhuri, duit terus dipasok, “sawah” sepetakku tetap wutuh nggetuh (utuh)….,” batin Endah bangga.

Orang goblok macam Damhuri memang kelewatan. Rupanya dia tak pernah menyadari bahwa manipulasi-manipulasi yang dilakukannya bakalan terbongkar. Dan ketika dia sadar, semuanya terlambat. Lantaran proyek gereja tak kelar-kelar, pemilik protes dan terungkaplah kecurangan Damhuri. Pekerja yang dilaporkan 50 tiap minggu, ternyata hanya 25 orang, pantesan pekerjaan jadi lambat.

Laporan fiktip itu terus dikembangkan dan semakin terbongkarlah kebusukan Damhuri yang lain. Total jendral PT. “Sak-awan Rekasa” mengalami kerugian Rp 170 juta akibat dimanipulasi si tukang selingkuh. Hari itu juga Damhuri ditangkap dan dijebloskan ke sel Polres Semarang Tengah. Anehnya, ketika diperiksa masih saja dia merasa tak bersalah. “Apa salahnya memanjakan wanita yang dicintai,” begitu alasan Damhuri.

Apa salahnya? Dengkulmu mlocot, Mas!

No comments: