Tuesday, March 18, 2008

Bila WTS Jatuh Cinta

Asmara dan cinta memang bisa mendera siapa saja, tak terkecuali seorang penjaja cinta alias WTS. Ira, 20 tahun, dari Bandar Lampung misalnya, dia sangat cemburu ketika Johan, 30 tahun, langganannya dipergoki kelonan dengan sesama WTS satu komplek dengannya. Kontan seusai kencan, Lastri, 22 tahun, yang dianggap merebut kekasihnya tersebut dicakar habis-habisan, dan gegerlah penghuni “kampung ayam” kampung Ganesha, Tanjungkarang.

Tak ada aturan tertulisnya memang, namun seyogyanya sesama pelacur dilarang saling berebut kekasih dalam satu komplek. Sebab bila cinta sudah bicara di arena remang-remang, itu pertanda kiamat bagi sang germo atau mucikarinya. Uang tak jadi masuk. Ibarat kata, mereka yang enak di entong, tapi kantong germo yang melompong. “Kalau cinta sesaat, bolehlah…,” begitu petunjuk kalangan germo di komplek Ganesha.

Ira yang sudah beberapa bulan tinggal di situ, rupanya tak peduli dengan aturan dunia pelacuran tersebut. Baginya, cinta adalah sesuatu yang universal, sehingga tak perlu dicekal. Apa salahnya pelacur jatuh cinta pada pelanggannya? Pelacur kan juga manusia biasa, yang punya jiwa, punya cita rasa. Pelacur bukanlah gedebok pisang yang harus diam saja, asalkan sang pelanggan puas melepaskan hajatnya.

Kelihatannya Ira memang sedang tertarik berat pada pelanggannya yang bernama Johan. Meski dia lelaki hidung belang, yag kedatangannya sekadar ngeteng cinta, tapi sangat manusiawi memperlakukan dirinya.Johan manusia lembut. Perilakunya di ranjang sangat sopan, tidak asal tubruk demi kenikmatan seteguk. Karena itulah, setiap melayani Johan sepertinya Ira tengan berhubungan intim dengan suami sendiri.

Akan tetapi jangan salah. Meski dia sudah jatuh cinta pada pria hidung belang pelanggannya, bisnis ya tetap bisnis.Artinya usia diservis ya tak boleh gratis. Cuma, sepeninggal Johan Ira selalu membayangkannya, selalu merindukannya. Dia ingin selalu mengulang saat-saat paling indah itu. “Bersamanya aku selalu bisa…,” begitu Ira pernah bilang, tapi nggak tahulah apa maksudnya “bisa” di situ.

Hati dan jiwa Johan apa juga begitu? Sama sekali tidak. Dia murni lelaki hidung belang, yang siap berkencan dengan wanita mana saja, asalkan sanggup memuaskan dahaga. Karenanya, bila tak ketemu Ira di komplek gajah tersebut, “belalai”-nya ya bisa saja nyangkut ke WTS yang lain. Tak ada Ira dalam dadanya, tak ada Dewi di sanubarinya. Yang ada memang hanya nafsu, yang menjadi lega setelah dilepaskannya.

Jika pergi ke Ganesha Johan suka pula mampir ke Lastri, WTS lain yang juga teman Ira. Hanya saja, selama ini Ira tak mengetahui bahwa lelaki hidung belang langganannya itu suka mengobral pula nafsunya pada Lastri. Dikiranya, benggol dan bonggol Johan selalu mutlak untuk dirinya. Maklum, sering pula ketika Johan datang dia sedang nanggung bersama pelanggan lainnya.

Untuk Lastri sendiri, dia juga tak pernah tahu bahwa Ira jatuh cinta pada Johan. Karenanya dia tak pernah merasa merebut kekasih orang ketika Johan bertengger di tubuhnya. Dan itu pula yang terjadi beberapa hari lalu. Usai kencan dan terima bayaran, Lastri dan Johan tidur berdampingan dengan pakaian masih acak-acakan. Ngggrgh, nggrgh, pyyykkkkk, pyyyykkkkk…!

Asyiknya Lastri-Johan tidur selepas kencan, kali itu kepergok oleh Ira. Kekasih resmi bukan, mendadak dia dilanda cemburu hebat. Dia menuduh Lastri telah merebut kekasihnya. Tapi dia juga marah pada Johan, kenapa begitu mudah berpaling pada wanita lain. “Kamu memang kelewatan, Lastri, kekasih orang direbut juga. Kamu juga…,” kata Ira sambil memukul tubuh Johan sekalian.

Ributlah kemudian Lastri-Ira. Sebab Lastri tak terima sedang tidur dijambak seenaknya. Maka jambakan Ira pun dibalas dengan jambakan, sementara Johan yang jadi pangkal masalah malah bengong tak tahu penyebabnya. Bentrok kedua WTS berebut pelanggan itu baru bisa dihentikan setelah petugas kemananan Ganesha turun tangan. Lastri kembali ke kamarnya, sedangkan Ira masih mengis terus, meratapi nasibnya.

Ampuuuuun, ampun! Pekerja seks komersil kok bisa juga emosionil.

No comments: