Tuesday, March 18, 2008

Cintanya Kelebihan Garam

Cinta tanpa cemburu seperti sayur kurang garam. Tapi kalau cemburunya berlebihan, akhirnya ya seperti sayur kebanyakan garam. Bagaimana rasanya? Tanyakan saja pada Ira, 29 tahun, dari Cilincing (Jakarta Utara) ini. Gara-gara cinta suaminya kebanyakan “garam”-nya dia sering dihajar Mastur, 35 tahun, hingga babak belur. “Aku diikuti kambing saja dia sudah cemburu, Pak!” kata Ira di Polsek.

Ira kawin dengan Mastur sekitar 3 tahun lalu berangkat dengan cinta. Itu artinya, Ira sangat menyayangi suami, begitu pula Mastur, dia sangat menyayangi bininya. Perkawinan berdasarkan cinta memang menjadi semakin mesra dan indah. Rasanya dunia itu hanya milik mereka berdua saja. Penduduk dunia yang lain dianggapnya hanya kost atau ngontrak.

Namun itu kan teori. Prakteknya dalam keseharian, tidaklah selalu indah, malah sering juga bikin susah. Seperti Ira ini misalnya, saking Mastur begitu cinta padanya, dia jadi terlalu memproteks dirinya. Gerak-geriknya jadi selalu dibatasi, begini nggak boleh, begitu dilarang. Jadi persis seperti anggota Petisi 50 jalan era Soeharto dulu. “Orang mau kondangan saja kok dilarang,” keluh Ira sekali waktu.

Terlalu memang si Mastur ini. Sepertinya yang punya bini cakep hanya dia seorang. Bila istrinya mau kondangan pada keluarga asal sekampung, musti tidak boleh hadir. Soalnya bekas pacar lama Ira yang juga asal sekampung, pasti kondangan juga di sana. Nah, dia tak mengizinkan istrinya lalu main mata dengan mantan doi. Prinsip Mastur: pengobatan lebih susah dari pencegahan!

Asal tahu saja, Mastur bisa mempersunting Ira dulu melalui perjuangan yang kelewat ulet. Soalnya kala itu sicewek sudah punya gebetan pria sekampungnya, bahkan sudah direncanakan persiapan nikahnya. Tapi dasar Mastur yang punya rejeki, meski tampil belakangan, akhirnya malah jadi kuda hitam. “Akhirnya akulah yang berhasil menunjukkan “tenaga kuda” pada Ira,” kata Mastur bila mengenang kisah suksesnya.

Anehnya, meski Ira sudah bertekuk lutut dan berbuka paha untuknya, Mastur masih juga merasa terancam oleh Agus, cowok mantan doi bininya. Dia selalu khawatir bila mana diam-diam cowok itu menyusun kekuatan untuk mendapatkan Ira kembali. Memang, bagi Mastur sekarang Agus merupakan sosok yang perlu diwaspadai bahkan dianggapnya sebagai bahaya latent.

Tingkah polah Mastur belakangan makin aneh saja. Jika malam harinya Ira males “melayani” dengan alasan besok mau senam misalnya, tuduhan menyakitkan pun dilemparkan. Pasti Ira barusan ketemu Agus, lalu janjian di hotel dan selingkuh. “Ngaku saja, kamu sudah dipuaskan olehnya kan? Ngaku saja, ngaku saja….,” kata Mastur macam orang kalap.

Ira suka menangis jadinya bila dipojokkan pada kecemburuan membabi buta itu. Memang betul dia dulu ada “kenangan manis” bersama Agus. Tapi setelah kini menjadi istri Mastur, dia tak pernah berpaling pada lelaki lain. Jelek atau cakep, ya suaminya yang sekarang ini. Dia tak pernah sama sekali berbagi cinta dengan lelaki lain. Tapi susah Mastur untuk diyakinkannya.

Ketakutan akan kehilangan Ira, membuat Mastur semakin memproteks istrinya saja. Sekarang bukan saja Agus, lelaki lain yang nampak dekat dengan istrinya, pasti diwaspadai. Bayangkan, tukang ojek yang mengantar bininya dari pasar saja dicemburui. Itu belum seberapa. Ada kambing mbuntuti Ira karena membawa kangkung dari warung si Bewok, ee…..dicemburui juga. “Ini suami cap apa…,” keluh Ira berkepanjangan.

Akhirnya kecemburuan Mastur mencapai klimaksnya, ketika pulang kondangan beberapa hari lalu. Soalnya dalam resepsi Ira ketemu Agus yang musuh bebuyutan Mastur. Melihat istrinya salaman begitu lama, dia masih diam saja. Tapi dalam hatinya dia menduga, pasti deh telapak tangan bininya diam-diam dikorek-korek. Awas kamu!

Habis kondangan perang Baratayuda terjadi di rumah Mastur Kampung Tipar, Semper. Tanpa tanya ini itu istrinya langung dihajar, dengan tuduhan zina mata dan tangan pada Agus. Tentu saja Ira tak menerimakan perbuatan suaminya. Dalam kondisi wajah simpang siur, dia mengadu ke Polsek Cilincinmg, minta suaminya ditangkap dan dipenjarakan.

No comments: