Tuesday, March 11, 2008

Asmara di Kebun Salak

ASMARA DI KEBUN SALAK - Rasanya orang selingkuh itu seperti apa sih, begitu angan-angan abah Ibing, 58 tahun, dari Tasikmalaya (Jabar). Pertanyaan ini muncul, karena ketika usia menjelang kepala enam, kenapa justru banyak “tawaran”. Sedangkan ketika muda dulu, si abah selalu kandas dengan cintanya. Maka kakek sejumlah cucu ini nekad coba-coba. Tapi sial, ketika sedang krusak-krusek di kebun salak bersama Ny. Mimin, 45 tahun, istri tetangga, tahu-tahu digerebek warga!

Ini kisah tentang lelaki malang. Ketika muda cintanya selalu kandas. Setiap naksir wanita ditolak melulu. Giliran Ibing tak naksir sama sekali, sigadis malah ngejar-ngejar. Kalau modelnya seperti Paramitha Rasudi atau Christi Jusung, nggak masyalllah. Tapi yang naksir Ibing selalu model Atun di “Sidul Anak Sekolahan”. “Boga pamajikan kawas kieu teu kudu meli bantal (punya istri model saya nggak perlu beli bantal),” promosi cewek-cewek yang naksir Ibing.

Ngenes memang jadi lelaki ambon sorangan (cinta sepihak), hingga usia 35 Ibing belum juga ketemu jodoh. Akhirnya, karena tak tahan “kedinginan” setiap malam, dia menerima juga calon istri yang lari dari kriterianya. Tidak seksi, tidak cantik, tidak putih bersih, tidak berbetis mbunting padi. Dalam keterpaksaan tersebut, prinsip Ibing tinggal satu: yang penting perempuan, cakep jelek rasanya sama saja!

Dengan istrinya yang asal wanita tersebut, Ibing nyatanya punya beberapa momongan. Dan itulah lelaki, tanpa cinta pun dia bisa berproduksi sepanjang sehat secara moril maupun onderdil. Lalu bagaimana dengan kriteria-kriteria masa lalunya, sedangkan istrinya jauh dari semua itu? “Ya lamun keur butuh bayangkeun bae para penyiar Metro TV atawa SCTV (ya kalau lagi perlu bayangkan saja para penyiar Metro TV atau SCTV),” begitu resep Ibing agar tetap bergairah.

Untung tak dapat diraih malang tak bisa ditolak. Baru 20-an tahun berumah tangga, istri Ibing meninggal. Jadilah dia sebagai duda dadakan. Dulu kedinginan, kini kembali kedinginan. Tapi rasa dingin yang kini sungguh menyiksa. Ibarat orang merokok, dulu minimal seminggu tiga kali merasakan nikmatnya Jisamsu, kini Minakjinggo saja tidak nemu. Mulut Ibing asem jadinya. Kalau rokok, minta orang juga pasti dikasih. Lha kalau yang satu ini nyebrang ke mana?

Ada sebetulnya niat untuk menikah lagi, sabodo teuing dengan ledekan tetangga. Masalahnya, anak-anak Ibing tak setuju. Inti sebetulnya, mereka keberatan bila harta warisan itu kelak akan jatuh juga ke ibu tiri. Tapi dikemas dengan bahasa santun, mereka menasihati ayahnya untuk tak memikirkan istri baru. Mendingan rajin beribadah saja, mencari pahala. “Maraneh pohonyak lamun bapak oge masih butuh pingping (wah kalian lupa kalau bapak juga masih suka paha),” batin abah Ibing.

Tidak nyombong, sebetulnya banyak yang mau diperistri Ibing. Maklum, biar tua begini dia termasuk lelaki duren alias duda keren. Selain pensiunan, sawah dan kebunnya juga banyak. Jadi andaikan dia mau, pastilah segera ketemu lagi lezatnya jisamsu. Tapi ya itu tadi, anak-anak selalu menghalangi. Maka abah Ibing suka heran. Dulu sewaktu muda tak ada yang mau. Kini setelah tua dan peot, kenapa banyak wanita yang naksir?

Itulah memang romantika dan dinamika kehidupan. Sementara anak-anaknya melarang, ternyata dekat rumah Ibing ada juga wanita yang ngglibet mendekati si abah. Dia adalah Ny. Mimin, istri tetangga sendiri. Orangnya masih STNK (Setengah Tua Namun Kenyal). Terlepas dari sikap baiknya, wanita itu memang putih bersih, cantik, seksi dan berbetis mbunting padi. “Ah kuring saperti manggih deui widadari anu baheula leungit (ah, aku seperti menemukan kembali bidadariku yang hilang),” batin Ibing jadi seperti muda kembali.

Keder sungguh Ibing memikirkan Ny. Mimin. Mau dilayani, dia istri orang.Tak dilayani istri tukang bakso itu sepertiya merindukan juga “bakso”-nya yang bebas formalin. Bagaimana jalan keluarnya, ya? Kata si setan sih, selingkuh saja, gitu saja kok repot! Dan itulah keputusan yang diambil. Tapi di mana tempatnya? Di rumah? Sama saja bunuh diri, karena anak-anak bisa memergoki.

Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu itu tiba juga. Ketika Ny. Mimin memetik salak di kebunnya yang sepi, Ibing membuntuti. Seperti sudah janjian saja, keduanya lalu set, set, krusek krusek, bergumul seru beralaskan tikar. Tapi sial, di saat mereka nanggung tahu-tahu dipergoki warga. Gegerlah Desa Cipiraha Kecamatan Salopa ini. Dengan pakaian awut-awutan Ibing diarak menuju ke balai desa. “Pamajikan teu boga caritana arek meuntas ka tatangga (bini nggak punya, ceritanya mau nyebrang ke tetangga),” ledek warga bergantian.
Husy, nggak boleh atuh, haram!

No comments: