Wednesday, March 12, 2008

Pengakuan Di Ujung Maut

Lelaki memang suka mau menang sendiri. Janda nganggur diselingkuhi, tapi begitu hamil Kamijo, 67 tahun, tak mau tanggungjawab. Maka sungguh kasihan nasib Ny. Lasmi, 47 tahun, dari Kendal (Jateng) ini. Bayi dalam perutnya belum memperoleh pengakuan, dia sendiri malah mati kaku dibunuh dan dihanyutkan ke dalam sungai.

Asmara dan cinta memang bukan monopoli kawula muda. Biar sudah kakek-kakek macam mbah Kamijo, melihat janda cantik dan nganggur, masih kontak juga pendulumnya. Padahal di rumah dia masih punya istri dan disayang sejumlah cucunya. Tapi lagi-lagi itulah kaum lelaki. Dalam urusan satu itu dia selalu menginginkan pembaruan dan paradigma baru. “Hidup jangan stereotip (itu-itu saja),” begitu Mbah Kamijo bila sedang memberi “wejangan”.

Mbah putri alias Ny. Kamijo, sama sekali tak pernah tahu sikap nyeleneh suaminya itu. Di matanya dia merupakan kakek yang baik, yang jadi panutan keluarga dan para cucu berikut jajarannya. Padahal di sisi lain, mbah Kamijo merupakan lelaki paling buruk mental di Desa Tanjungmaja Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal. Ibarat buah, dialah buah kedondong: mulus luarnya, tapi pating sruwat (centang perenang) di dalamnya.

Perilaku buruk Kamijo dimulai ketika dia diam-diam main mata dengan janda Lasmi, tetangga sendiri. Sejak ibu beranak dua itu menjanda dua tahun lalu, dia selalu dibayang-bayangi oleh Mbah Kamijo. Lasmi selalu dirayu-rayu agar mau dipersunting sebagai istrinya. Kala itu si janda memang menolak. Di samping masa berkabung kematian suami belum juga usai, Lasmi juga sanksi, apakah sudah kakek-kakek macam Kamijo itu masih bisa berbicara dalam urusan ranjang. “Jangan-jangan tinggal kentutnya saja,” kata Lasmi berandai-andai.

Untungnya Ny. Lasmi ini wanita penyabar dan sangat memahami jiwa lelaki. Meski kelakuan mbah Kamijo sangat kelewatan, dia tak mau mengadukan pada mbah putri. Semuanya disimpan dalam hati dan jadi miliknya sendiri. Padahal, sekali dia ngomong soal kegenitan suaminya, habislah sudah nasib Mbah Kamijo hari itu juga. Dia pasti dikruwes mukanya habis-habisan, atau malah dijantur (digantung dan diputar) macam jangkrik aduan.

Namun di sisi lain, sebetulnya lama-lama Ny. Lasmi kesepian juga setelah tak ada suami di samping atau atasnya. Biasanya dia masih kebagian “obat anget” minimal seminggu dua kali, kini sudah 6 bulan lebih ngaplo tanpa kegiatan yang penah makna. Dan nyatanya, ketika tangan nakal Mbah Kamijo suka nakal mencolek lengan atau pantatnya, ada juga rasa serrrr di dadanya. Maka sekali waktu ketika serbuan kakek itu makin berani, dia mencoba membiarkan. “Eh, kok enak juga ya…..,” kata Ny. Lasmi.

Gairah Ny. Lasmi segera terbangkitkan. Tapi sebagai jaim (jaga imej) dan biar tak dianggap wanita murahan, dia tak serta merta melayani ajakan Mbah Kamijo. Baru lain hari lagi si janda ini benar-benar bertekuk lutut dan berbuka paha untuk mbah kakung. Dan ternyata….., Kamijo memang nyolong pethek (di luar dugaan). Biar kelihatannya loyo, ketika berlaga di ranjang, wihhh ruar biasak. Ibarat kidalang Manteb Sudarsono, “sabetan” Mbah Kamijo hebat sekali, cak-cek sampai tancep kayon (selesai).

Mulai saat itu Ny. Lasmi sering ditancep mbah Kamijo. Entah pada tancepan yang ke berapa, tahu-tahu perut si janda menggelembung. Namun demikian dia kalem-kalem saja. Sebab si kakek pernah berjanji bahwa akal segera menikahi bila terjadi apa-apa. Tapi sekadar penjajagan pada anak-anaknya, wanita itu bilang setengah minta restu. “Nek aku dirabi Mbah Kamijo entuk pora ndhuk (kalau aku dikawin Mbah Kamijo boleh nggak)?” kata Ny. Lasmi.

Amat kagetlah anak-anak Ny. Lasmi. Mereka serempak menolak wacana yang dilempar ibunya. Tapi apa daya, belum juga mereka bertindak, sang ibu malah mengaku sudah hamil 3 bulan akibat kerjasama nirlaba di atas ranjang dengan Mbah Kamijo. Para putranya pun segera mendesak ibunya untuk menuntut tanggungjawab si kakek genit. Sayangnya, sejak kehamilan Ny. Lasmi, Mbah Kamijo ngilang-ngilang melulu.

Hari-hari menyedihkan itu pun tiba. Di saat Ny. Lasmi menuntut tanggungjawab si kakek, hari berikutnya dia ditemukan tewas mengambang di kali Belukar tak jauh dari rumahnya. Tubuhnya penuh luka, sedangkan Mbah Kamijo yang diduga sebagai pelaku pembunuhan, sejak kematian janda Lasmi kabur entah ke mana. Itulah mbah Kamijo. Lincah menghamili janda, lincah pula melarikan diri.

No comments: