Wednesday, August 6, 2008

Ajudan Kok Sempat Selingkuh?

Rasanya tak ada waktu lowong buat ajudan bupati, macam Ny. Sastika, 30. Tapi itulah fenomena selingkuh, dalam waktu terbatas pun dia bisa cari peluang bergendak-ria. Cuma istri Mukadar, 40, yang mencak-mencak, suaminya direbut orang. Sayang, dia sudah mengadu ke mana-mana, tapi tak digubris Pemda.

Ini kisah lumayan menarik, setidaknya menunjukkan bahwa selingkuh sudah melewati batas lintas sektoral. Seorang ajudan bupati pun, yang setiap hari begitu padat jadwal bersama bos, masih bisa nylingker (menyelinap) demi pemenuhan aspirasi urusan bawah. Bagaimana dia memenej waktu? Bagaimana dia bisa hidup dalam dua dunia? Bagaimana misalnya, ketika Ny. Sastika tengah kelon bersama gendakan, tiba-tiba ada panggilan Pak Bupati untuk mendampingi sebuah acara? “Bapak mau rapat, maaf saya juga lagi “rapet” Pak!”, apa musti dijawab seperti itu?

Namun nyatanya, bersama Ny. Sastika, semuanya bisa! Dan dia telah menjalani beberapa tahun lamanya. Tak jelas memang, mana yang lebih dulu. Apakah dia ribut dulu dengan suaminya, ataukah selingkuh dulu dengan Mukadar, baru suami ngajak ribut. Yang jelas, akibat perselingkuhan tersebut, Ny. Sastika sudah berbulan-bulan lamanya pisah ranjang dengan suaminya, Darmadi, 37. Meski mereka masih tinggal serumah, tapi tak ada lagi kegiatan siginifikan sebagai suami istri. Istri tidur di mana, suami juga ngorok entah ke mana.

Dalam skandal ini, yang beruntung memang Mukadar. Dapat gendakan baru yang cantik dan irit. Soalnya, anggaran selingkuh untuk jalan-jalan dan nginep di hotel, hampir semua atas tanggungan Ny. Sartika. Sedangkan dia sendiri, boleh dikata hanya modal bonggol, bukan benggol (baca: uang). Maklumlah, di mata Ny. Sastika yang dibutuhkan dari sosok Mukadar hanyalah tongkrongan dan tangkringan. Asal kedua syarat tersebut terpenuhi, bagi ajudan bupati Pekalongan (Jateng) ini, semuanya cukuplah sudah.

Untuk kalangan umum, jelas tidak menyangka bahwa Ny. Sastika yang anggun dan kalem seperti itu, ternyata punya “simaskot” (simpanan masyarakat kota) non BRI. Kelincahan dia sebagai pendamping tugas orang nomer satu di kabupaten, ternyata juga merambah ke urusan ranjang segala. Bagaimana tidak lincah? Dia bisa mengatur waktu secara tepat guna, kapan harus mendampingi Pak Bupati, dan kapan “ditumpangi” Mukadar selaku rekanan selingkuh.

Meskipun kegiatan menyimpang ini sangat mengasyikkan bagi Sastika – Mukadar, tapi sudah barang tentu sangat menyesakkan dada Ny. Untari selaku istri Mukadar. Apa lagi dalam keseharian dia merupakan guru SD Wonopringgo. Bagaimana kata rekan guru dan muridnya? Masak suami seorang pendidik dan tenaga pengajar, di luaran malah berbuat kurang ajar. Terus terang, Bu Untari juga sudah pernah mengingatkan suaminya, tapi yang bersangkutan terus saja bermain gila.

Agar suaminya tak berlarut-larut jadi anggota Front Pengkhianat Istri, dia pernah mengadukan kasus ini ke Pemda Kabupaten Bekasi. Sayang, ibarat kata bibir Ny.Untari sampai meniren (capek ngomong), tak pernah ada tanggapan dari pihakberwenang. Memang, semua laporan Bu Guru ini hanya serangkaian kata-kata saja, tanpa ada bukti otentik. Karenanya pihak Pemda tak mau menanggapinya. “Menuduh tanpa bukti, itu fitnah. Dan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan,” pasti begitu alasannya.

Mesum Ny. Sastika – Mukadar rupanya terus berlanjut, sampai kejadian beberapa hari lalu. Di sebuah rumah di Kelurahan Kramat Sari kota Pekalongan, ajudan bupati digerebek tengah mesum dengan suami Bu Guru Untari. Ironisnya, meski faktanya begitu jelas, semua pejabat di Pemda Pekalongan seakan melakukan GTM (Gerakan Tutup Mulut). Setiap ditanya kalangan pers, mereka berkeberatan menjelaskan. Asal sudah dijawab: “saya belum mengetahui kasus itu”, bereslah sudah.

Ajudan bupati kok “diberesi” suami Bu Guru.

SELINGKUH KOK BANGGA

Fantasi Jamal, 40, tak mau kalah dengan anggota DPR. Jika politisi Senayan pada selingkuh lengkap foto bugilnya, dia pun ingin mencoba dengan sejuta rasa bangga. Dia kencan dengan Jumiati, 30, di hotel dan difoto sekalian. Setelah itu benar-benar geger, bahkan Bu Guru selingkuhannya pun dipecat dari dinas.

Lelaki setengah baya dari Pamekasan (Madura) ini memang aneh. Mentang-mentang pekerjaannya di kantor Dinas Perhubungan, dia hobi pula berhubungan intim. Jika dengan istri sendiri sih tak masyalllah, karena itu bagian dari sunah rosul yang dijamin halalan tayiban wa asyikan. Tapi yang dilakukan Jamal sungguh menyimpang, karena yang dikeloninya justru perempuan lain dalam status bini bini orang. Katanya, kencan dengan wanita bukan miliknya sungguh penuh sejuta sensasi, full deg-degan!

Umur Jamal memang sedang pas-pasnya dalam masa puber kedua. Kata ahli ilmu jiwa, dalam usia 40 tahun gairah asmara seorang lelaki meningkat drastis, macam harga BBM. Maunya bermesraaaaaan terus, tapi celakanya libido itu meningkat jutru pada pihak lain. Kalau bisa dan tak takut dosa, setiap wanita cantik rasanya mau disetubuhi Jamal semua. Benar-benar oknum Dinas Perhubungan ini sudah seperti jago ayam kampung. Ke sana kemari kerjanya mengejar-ngejar babon.

Tapi jangankan mengencani setiap wanita cantik, baru mengawini 4 wanita macam Puspo Wardoyo saja, Jamal tidaklah sanggup. Maklumlah, kemampuan onderdil tidak sebanding dengan kondisi materil. Jadi jikalau kini dia punya selingkuhan Bu Guru Jumiati yang ayu, sepantasnyalah dia bersyukur. “Hussy, ngaco kamu Mal, orang selingkuh kok bersyukur segala. Mana orang berzina ingat Tuhan….,” tegur nurani Jamal di lembah hatinya yang paling dalam.

Edan memang kok si Jamal ini. Dia bangga sekali bisa menyelingkuhi Jumiati yang tenaga pengajar di SD ini. Di samping Bu Guru ini memang ayu, dia sendiri juga dalam kondisi cotho (kehilangan sesuatu) gara-gara sedang pisah ranjang dengan istrinya di rumah. Jadi selama di kamar pribadinya tak ada lagi sasaran “serangan umum” non 1 Maret, dia melabuhkan nafsunya pada Bu Guru tersebut. Bila Jamal kebelet, biar Jumiati sedang flu berat tak sembuh-sembuh seusai nunggu anak opname, tetap saja digelandang ke hotel.

Yang lucu, meski kelasnya warga negara biasa, angan-angan dan fantasi Jamal tak mau kalah dengan para anggota dewan. Bila dulu ada skandal Yahya Yaini – Maria Eva dengan foto-foto syurnya di internet, kini dia ingin pula mengikuti jejaknya. Maka saat berhubungan intim dengan Jumiati, dengan penuh kesadaran dan bangga diri, adegan itu difotonya dengan berbagai phose.

Celakanya, Bu Guru menurut saja, tanpa secuilpun merasa berkeberatan. “Untuk kenang-kenangan,” begitu kata Jamal.
Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Belum juga hasil cetakan foto itu ditunjukkan pada Jumiati, keburu ketahuan Marsiti, 38, istri Jamal. Tentu saja dia kaget luar binasa, menemukan foto suaminya dalam kondisi bugil, tengah menindih Bu Jumiati yang juga dalam kondisi sama dan sebangun. Apa lagi dia tahu persis bahwa wanita itu yang selama ini bikin kaco balau rumahtangganya. Langsung saja temuan itu dibawa ke Dinas P K Pamekasan.

Sudah barang tentu jajaran P & K Pamekasan dan PGRI merasa tertampar mukanya. Bagaimana mungkin, seorang pendidik kok tega-teganya berselingkuh, difoto pula. Karenanya, Bu Guru Jumiati langsung diberhentikan dari sekolah, paling tidak dilarang mengajar. Begitu pula Jamal selaku biang keroknya, juga memperoleh tindakan yang sama. Bagi Kadis P & K Pamekasan sendiri, Yusuf Hartono, sebetulnya oknum guru selingkuh, sudah sering terjadi. Tapi yang berani berfotoria segala, ya baru Jumiati ini. “Ini betul-betul paling parah,” katanya kesal.

KEBANGKITAN NAFSU 20 MEI

Pas peringatan seabad Kebangkitan Nasional 20 Mei lalu, justru hari itu merupakan kebangkrutan nafsu Sarbani, 40. Soalnya, anak tiri yang selama ini mau digauli sebagaimana ibunya, hari itu berontak. Lalu Nastiti, 18, membuka aib ayah tirinya selama ini. Dan polisi dengan cepat menggiringnya ke Polsek Gandusari (Trenggalek).

Ini kisah klasik sebagai dampak kebijakan Menaker Sudomo tahun 1980-an. Ketika lapangan kerja dalam negri demikian susah, dia membuka kran “ekspor” tenaga kerja ke luar negri. Orang-orang miskin di republik ini pun berduyun-duyun mendaftar jadi TKI dan TKW. Konsekuensinya, para istri sementara waktu harus jauh dari suami. Atau para suami setidaknya selama 2 tahun nganggur tak menjalankan “sunah rosul” karena bini jauh di negeri jiran atau Timur Tengah, memburu ringgit dan real.

Lalu, dampak negatifnya pun bermunculan di sana sini. Suami yang kuat iman, tapi “imin”-nya ngambek melulu, membangun skandal seks di mana-mana. Ada yang makan adik ipar, melalap bini tetangga, termasuk juga makan anak tiri. Di Desa Gandusari Kecamatan Gandusari, Trenggalek (Jatim) Sarbani termasuk salah satu korbannya. Dia yang berbulan-bulan harus “puasa wanita”, jebolah imannya dan melabrak Nastiti, sejak anak tiri tersebut duduk di bangku kelas I SMA.

Ekonomi yang pas-pasan, bisa dituding sebagai pangkal masalahnya. Sebagai petani tanpa dasi, status Sarbani selama ini memang jadi penggarap sawah orang. Dia yang kerja mati-matian, tapi memperoleh hasil tidak seberapa. Sedangkan pemilik sawah, hanya goyang kaki bisa memanen hasil sawah secara berlimpah ruah. Mana kala musim menggarap sawah tiba, juragan tinggal perintahkan Sarbani mandi lumpur, lalu diberi imbalan ala kadarnya.

Keruan saja penghasilan keluarga Sarbani tak pernah membaik, sementara devisit anggaran selalu terjadi. Katrin, 45, istrinya kemudian menawarkan diri untuk ikutan jadi TKW ke Arab Saudi sebagaimana para tetangga yang lain. Awalnya Sarbani keberatan. Tapi karena neraca pembayaran utang luar rumah semakin membengkak, terpaksa dia mengijinkan. Lalu kalau kedinginan di malam hari bagaimana? “Halah, nggak ada ceritanya orang mati karena dua tahun tak ngeloni bini,” begitu Katrin berargumentasi.

Nah, jadilah Katrin berangkat sebagai TKW. Anak bawaan dari suami dulu, Nastiti, dititipkan pada Sarbani. Istri juga selalu berpesan, jangan sampai sekolah ana satu-satunya tersebut putus.

Katrin menjamin, sebulan setelah bekerja di Arab Saudi, bisa kirim real ke tanah air. Dari kiriman tersebut, 20 % untuk membayar utang, 15 % lagi untuk tabungan memperbaiki rumah, 30 % untuk makan sehari-hari. Untuk anggaran pendidikan 10 % saja, toh pemerintah sendiri juga tak pernah tepat 20 % dari APBN.

Untuk kesejahteraan fisik, Sarbani kemudian bisa mengatur secara tepat. Tapi untuk kesejahteraan batin? Lha ini yang repot bin kedodoran. Soal perut memang selalu terisi dengan baik, tapi yang di bawah perut? Sudah berbulan-bulan tak menjalankan sunah rosul bersama istri, kepala Sarbani jadi pusing di segala lini. Dalam kondisi kepepet begitu, setan pun segera memberi masukan. “Kalau kamu takut “jajan” di luar, bolehlah anak tirimu dijadikan solusi darurat,” begitu kata setan demikian meyakinkan.

Lelaki usia 40 tahun macam Sarbani memang selalu menganggap seks sebagai panglima. Maka yang terjadi kemudian, Nastiti si anak tiri itupun “dijagal” sebagai ajang pemenuhan syahwati. Lho, kok enaknya pas, angetnya juga sangat terasa, ya sudah, “wisata kuliner” berbasis ranjang itu dilanjutkan terus.

Dalam seminggu Nastiti dipaksa melayani nafsu ayah tirinya sebanyak 4 kali. Pendek kata, gemak lonteng-lonteng, krasa penak Sarbani ndengkeng-ndengkeng (keenakan hingga menggeliat-geliat). Akan tetapi ketika Sarbani menunaikan nafsu bejadnya pada 20 Mei 2008 lalu, ternyata Nastiti berontak. Bukan saja enggan melayani, dia pun juga melapor pada Pak RT tentang kebejadan moral ayah tiri selama ini.

Tak ayal lagi, di tempat lain orang memperingati seabad kebangkitan nasional, hari itu Sarbani yang habis mengalami kebangkitan nafsu seksnya, dengan langkah gontai diseret ke Polsek Gandusari. Karet busa yang selama ini dijadikan alas bermesum ria, juga dibawa serta sebagai barang bukti.

Rasakan Bleh angetnya anak tiri, dinginnya sel tahanan.

Pengantin Baru Kok Selingkuh?

Celaka betul Sadrun, 28, jadi orang. Masak baru seminggu jadi pengantin baru sudah selingkuh dengan bini orang? Apa di rumah belum juga glegeken (kenyang) bolehnya “serangan umum”? Tapi gara-gara ulahnya itulah, dia harus membayar mahal. Pas di pegadaian diclurit Jakim, 40, kakak Asminah, 30, wanita selingkuhannya.

Ini kisah lelaki muda yang lagi-lagi menganggap seks sebagai panglima. Dalam benak Sadrun yang tinggal di Kamal, Bangkalan (Madura) ini, hidup di dunia adalah bercinta. Andaikan dia penjelmaan Betara Kamajaya dari kahyangan, maka setiap kaum wanita adalah Dewi Ratih yang harus menjadi pasangannya. Cepat atau lambat, wanita itu haruslah jadi miliknya dan kemudian digaulinya. Bahwa wanita itu ternyata sudah jadi milik orang, itu urusan kedua. Sebagai “penjelmaan” Prabu Dasamuka, Sadrun sah-sah saja menghalalkan segala cara.

Nah, Sadrun yang sedang jadi pemburu cinta, baru seminggu lalu dia menikah dengan Katimah, 24, gadis sekampungnya. Kata orang-orang, dia juga sangat mencintai istrinya tersebut. Buktinya, semenjak jadi pengantin Sadrun jarang keluar malam hari. Sementara orang-orang pada nonton “Piala Eropa” di televisi, dia sedang sibuk “main bola” sendiri bersama istrinya. Cuma bedanya, bila di teve setiap goal selalu disambut dengan gegap gempita, “goal”-nya Sadrun – Katimah berlangsung tanpa publikasi.

Tapi tahukah sesungguhnya bahwa perkawinan Sadrun seminggu lalu adalah perkawinan politik belaka? Masalahnya, ketika dalam status bujangan, lelaki ini diam-diam menjalin cinta dengan Asmonah yang sudah jadi istri orang. Masih muda sudah terkena penyakit senior (senang istri orang), jelas sangat berbahaya. Apa lagi di bumi Madura, nyawa taruhannya. Demi keamanan dan stabilitas nasional Desa Kamal, keluarga Sadrun segera menetralisir keadaan dengan cara mengawinkannya dengan Katimah.

Agaknya kalangan sesepuh berteori, jika Sadrun telah memilik istri sendiri, diharapkan takkan lagi mengganggu bini orang atau menjadi lelaki subita (suka bini tetangga). Apa lagi di mata mereka, Katimah ini juga cantik, bodi seksi dan betis mbunting padi pula. Dijamin Sadrun pasti semrinthil (langsung mau). Buktinya, sejak jadi pengantin baru, anak muda ini betah banget di rumah. “Jangan ganggu mereka, biar kita segera menimang cucu,” kata enyak babe Sadrun.

Memang seperti itu logikanya. Tapi Sadrun aksiomanya kehidupan. Meski di rumah sudah tersedia istri cantik yang halalan dan tayiban untuk bercinta sampai gempor sekalipun, dia belum juga puas. Nafsu memang ada pada Katimah, tapi cintanya hanya milik Asmonah seorang. Dus karena itu, meski sebagai pengantin baru sudah glegeken menikmati cinta, dia masih juga berusaha mendapatkan cintanya yang sejati pada “Dewi Ratih”, apapun resikonya. Buktinya, setiap selesai “ngerit” pada istrinya, diam-diam dia menyambangi Asmonah untuk “ngerit” yang kedua kalinya!

Aksi selingkuh Sadrun – Asmonah memang selalu berlangsung aman. Soalnya, Kadir, 35, suaminya hanya sebulan sekali pulang akibat kesibukannya bekerja di Jakarta. Jadi sementara sopir aslinya absen melulu, dengan senang hati Sadrun menggantikannya sebagai sopir tembak tanpa SIM. Begitu selalu yang terjadi, sampai ketika beberapa hari lalu dia tengah “nyopiri” Asmonah di kamarnya, kepergok Jakim kakak si cewek. Langsung Sadrun membenahi pakainnya buru-buru, dan kabur segera ketika baru masuk gigi pertama!

Meski dia sudah menyelamatkan diri, bukanlah aman seterusnya. Jakim yang diberi amanat Kadir adik iparnya, merasa malu jika tak bisa membela harga diri keluarga. Maka Sadrun harus membayar mahal atas ulahnya. Pas dia baru pergi ke kantor Pegadaian Bangkalan, tahu-tahu dicegat Jakim dengan senjata clurit di tangan. Percuma saja Sadrun kabur, karena kakak pengemban amanat itu terus memburunya. Hanya hitungan detik dia tertangkap dan perutnya pun sobek disabet clurit. Sementara si pengantin baru tewas mandi darah, Jakim menyerahkan diri ke kantor polisi.

Aneh juga Sadrun, pengantin baru kok ke Pegadaian segala.

Jangan Cium, Sedang Flu

Dalam situasi ekonomi sesulit ini, masak suami memberi belanja Rp 50.000,- sebulan. Karenanya cinta Sumilah, 23, jadi erosi, dan beralih pada Semijo, 27, tetangganya yang sanggup menjamin Rp 100.000,- sebulan. Agar tukang becak tersebut gampang duitnya, Sumilah suka belagu. “Ssst, jangan cium dulu, sedang flu!”

Antara sipil dan militer jangan terjadi dikotomi (dipertentangkan), sebab bisa merusak kesatuan dan persatuan bangsa. Pesan Orde Baru itu rasanya masih relevan untuk kehidupan keluarga Sumilah yang miskin, dari Situbondo (Jatim). Meski ekonomi sesulit apapun, janganlah mendikotomikan suaminya yang tukang cari kayu di hutan, dengan tukang becak di Desa Kalibagor. Dampaknya sama, bisa merusak keutuhan rumahtangga. “Makanya, agar duit belanja Rp 50.000,- dari suamimu cukup sampai sebulan, makan saja pakai garem…,” begitu kata hati nurani Sumilah.

Hari-hari Sumilah memang diliputi rasa masgul, menyesali kelakuan suami yang selalu menyerah pada nasib. Tahu penghasilan jadi tukang repek (pencari kayu bakar) di hutan sangatlah kecil, mbok iyao alih profesi. Dari pencari kayu bakar di hutan, beralih jadi perambah hutan. Atau bila memungkinkan, sekalian jadi pengubah peruntukan hutan sebagaimana yang dilakukan bapak-bapak di DPR itu. Wooo, ini dijamin bisa langsung kaya mendadak. Bisa kawin dengan penyanyi dangdut, bisa dapat sogokan beryar-yar. Lha kalau kepergok KPK, itu sih nasib lagi apes saja!

Percuma saja Sumilah mengkhayal, karena basis pendidikan dan peruntungan Karsun bukan itu. Yang masih bisa mendekati kenyataan hanyalah, bilamana dia menerima aspirasi urusan bawah Semijo, tetangganya. Maklum, meski sudah tahu Sumilah punya suami, lelaki tukang becak ini ngglibet terus, merayu-rayu agar menerima cintanya yang suci murni, bebas hama sundep dan beluk. “Sebagai tukang becak, dijamin dia banyak genjotannya, Bleh….,” begitu kata setan mempengaruhi dan menggosok.

Untuk hari-hari berikutnya, Sumilah mempertimbangkan cinta Semijo itu. Selain “genjotan”-nya, dia juga sangat mengharapkan fasilitas keuangan darinya. Tukang becak ini pernah berjanji, jika mau jadi selingkuhannya, sanggup menjamin Rp 100.000,- sebulan. Ini tawaran lebih menarik dari dana BLT-nya Pak SBY – Kalla. Bila dana pemerintah paling diberikan jangka 3 bulan, BLT-nya Semijo akan mengalir tanpa batas, sepanjang masih mau jadi selingkuhannya. Pendek kata, hingga dengkul momrot (dengkul keropos), uang kerohiman tersebut tetap digulirkan.

Lagi-lagi Sumilah harus berhitung secara ekonomi. Rp 100.000,- sebulan jelas lebih banyak dari yang Rp 50.000,- sebulan. Karenanya, diam-diam dia meladeni opsi si tukang becak. Agar Semijo moprol (royal) duitnya, dia mulai bermain jual mahal. Hanya untuk dicium saja, dia selalu beralasan sedang flu. Tapi setelah berkibar uang Rp 10.000,- dari tangan Semijo, yang lebih dari cium pun Sumilah jadi semeleh (pasrah). Dan dalam praktek, uang yang diterima bini tukag pencari kayu ini dalam sebulan bukan hanya Rp 100.000,- tapi bisa tembus angka Rp 250.000,-

Agar lebih aman secara mantap terkendali, sengaja praktek selingkuh Sumilah mengacu sistem jemput bola. Maksudnya, bukan Semijo yang mendatangi kamar istri Karsun, tapi istri Karsunlah yang selalu ke rumah tetangga untuk menjemput “bola” Sumijo. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu, pamitnya mau rewang (membantu masak) keluarga punya gawe, tapi sesungguhnya dia malah menyelinap ke rumah Semijo untuk “main bola” non PSSI. “Kang, aku ora mulih arep rewong sik (mas, aku tak pulang, mau bantu orang punya gawe dulu),” begitu pamit Sumilah.

Namun karena sudah lama dengar info miring, Karsun tak percaya bahkan sengaja membuntuti. Ternyata benar, istrinya menyelinap ke rumah Semijo. Ketika diintip, ya ampun, dalam kegelapan malam tampak Sumilah tengah digenjot mesra si tukang becak. Buru-buru Karsun mengerahkan pamong desa, menggerebek pasangan mesum tersebut. Meski peluit panjang telah berbunyi tanpa permainan usai, Semijo – Sumilah tetap digelandang ke Balai Desa. “Saya selingkuh karena sebulan hanya dibelanja Rp 50.000,- Pak, naba cukup….?” ujar Sumilah polos.

Goblog! Belikan kalender saja, kan malah cukup setahun.

Dukun “Nyepuh” Pasiennya

Ribet kepercayaan yang harus dianut Jumiyah, 22, selaku perempuan Jawa. Ketika hamil 7 bulan, dilarang melayani suami di ranjang. Dalijo, 26, sebagai suami jadi pusing. Di rumah dilarang “nyepuh” bini, diapun nekad “nyepuh” pasiennya sendiri. Dalijo memang dukun handal di Wonogiri (Jateng).

Ini kisah wanita era gombalisasi, tapi masih terbelit tradisi Jawa yang sarat dengan peringatan ora ilok (tidak baik), yang dipompakan orangtua sedari kecil. Ketika tangan menunjuk lokasi keramat, jari jemari harus segera dikulum sebagai penolak bala. Saat makan pun nasi tak boleh disisakan, jika tak mau ayam di rumah mati. Karenanya sangat boleh jadi, Bondan Winarno tak punya ayam lagi, karena dalam acara Wisata Kuliner dia tak pernah menikmati sampai habis menu yang dipromosikannya.

Ngenesnya, serba larangan itu juga menyentuh wilayah seks. Pasangan pengantin baru dilarang bersetubuh sebelum 40 hari, padahal itu selalu menjadi target operasional para mempelai. Ketika keluarga baru tersebut menunjukkan hasil produksinya, setelah kehamilan istri berusia 7 bulan, sang suami kembali dilarang menggauli istri sampai bayi itu lahir, ditambah 40 hari lagi seusai persalinan. “Sekolah banyak liburnya memang asyik, tapi kalau soal begituan…..?” protes Dalijo suami Jumiyah dengan kesal.

Dalijo memang sedang berduka, dan menyesal dia jadi orang Jawa. Awalnya dia senang saat diberi tahu istrinya telah hamil. Tapi ketika dia mau “nyepuh” lagi pada usia kehamilan istri 7 bulan, Jumiyah tak mau lagi melayani. Di samping takut pada larangan para pinisepuh, juga khawatir aktivitas itu mengganggu keberadaan janin. Padahal ibarat pemain bulutangkis, Dalijo sudah berjanji hanya akan bermain dengan backhand saja, menghindari lop dan smash tajam.

Usaha itu sudah dilakukan dengan berbagai cara, namun Jumiyah tak bergeming. Lalu apa akal? Sebagai lelaki muda yang normal dan enerjik, Dalijo kemudian menunjukkan power yang ada padanya. Kebetulan dia berprofesi sebagai paranormal, sehingga selalu memungkinkan ketemu pasien wanita mulus bebas dempul. “Tak ada rotan akar pun berguna, tak ada istri menggarap pasien juga bisa,” begitu kemudian dia berprinsip.

Minggu-minggu belakangan Dalijo memang tengah menangani pasien muda tetangga desanya di Sanan Kecamatan Girimarto. Gadis pelajar kelas III SMA itu lumayan cantik, putih bersih. Di luar betisnya, semua mirip artis Andi Soraya. Dalam kondisi kepepet Dalijo ingin segera memanfaatkannya. Saat mengobati pasien, diam-diam dia menawarkan opsi persetubuhan itu. “Mau, mau, asalkan penyakitku segera sembuh,” begitu jawab Yeni, 17, dengan tangkas.

Alamak, betapa senangnya hati Dalijo kini. Saat situasi di rumah pasien mantap terkendali, dia berhasil memperawani Yeni non Rahman tersebut. Lho, kok lebih enak? Lain kali diulangi lagi di sebuah losmen dekat waduk Gajahmungkur, Wuryantoro. Begitu berulang-ulang. Uniknya, si penyakit tak kunjung sembuh tapi malah muncul penyakit baru, berupa pembengkakan di perut pasien. Bukan infeksi, tapi Yeni positif hamil 3 bulan. Wah, tentu saja keluarga pasien marah-marah. Dukun muda dari Desa Sidokarto Kecamatan Girimarto tersebut segera dilaporkan ke polisi.

Malam itu juga dukun cabul Dalijo dicari. Ketemu-ketemu saat ngopi di Kampung Wonoboyo, Wonogiri Kota. Dalam pemeriksaan dia mengakui bahwa berulang kali telah menyetubuhi Yeni selaku pasiennya. Namun dengan sangat dia mohon kearifan polisi, agar menjadi pertimbangan selanjurnya selaku penegak hukum. Di samping dia akan bertanggungjawab menikahi Yeni, peristiwa itu terjadi akibat bini di rumah sudah tak mau melayani di ranjang gara-gara hamil. “Bapak sendiri bagaimana, seminggu nggak ngerokok apa kuwat?” kata Dalijo bertamsil ibarat.

Ah ya embuh, kok malah tanya macem-macem sampeyan!

Diperkosa Kok Ngawet

Untuk Minati, 27, agaknya predikat diperkosa lebih bermartabat daripada berselingkuh, meski isinya sama saja: persetubuhan di luar nikah! Tapi Ny. Warsini, 40, yang tahu persis skandal suaminya di kebun tebu itu, langsung membantahnya. “Perkosa apaan, wong nganggo ngawet barang kok ,” ujarnya di depan polisi.

Lelaki macam Basori, 45, memang boleh juga dikategorikan sebagai makhluk pemakan segala. Soalnya apa saja doyan dia, persis tikus. Nasi doyan, tiwul nggak nolak, pisang goreng nggabes ae (rakus banget), apa lagi ketan urap. Paling fatal, bukan saja makanan, orang pun Basori makan juga. Buktinya, sudah beberapa waktu lamanya terdengar sas sus dia demen “makan” bini tetangganya di Desa Tanjungkamal Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo (Jatim).

Tentu saja makan model beginian tidak bisa terbuka sebagaimana orang kenduri. Semua dilakukan secara diam-diam, tanpa setahu warga, dan lebih penting lagi: tanpa setahu suami Ny. Minati. Soalnya ya itu tadi, risikonya sangatlah besar. Jika sekedar sanksi hukum, bisa diperingan dengan kekuatan uang. Tapi kalau sanksi clurit dari suami selingkuhan? Wah, ini yang gawat; soalnya di Carefour dan Matahari pun, belum pernah dijual nyawa cadangan.

Asal ingat resiko mahal semacam itu, ngeri-ngeri juga Basori nyosori istri tetangganya tersebut. Tapi setiap melihat tubuh putih mulus Minati yang juga sangat minat dalam urusan selingkuh, lupalah segala konsekuensi. Maka dengan menafikan segala etika dan moral, diam-diam Basori terus jadi anggota aktif Front Pengkhianat Istri. Bayangkan, alasannya ke sawah mengaliri kebun tebu, sesungguhnya malah “mengaliri” Minati di antara rumpun-rumpun tebu yang mulai meninggi,

Heran juga sebetulnya. Kenapa Minati yang masih begitu muda belia, mau juga dikeloni lelaki yang sudah menjelang tua. Apa sih kelebihan Basori? Politisi bukan, pegawai negri juga tidak. Atau karena suami Ny. Warsini merupakan calon kuat sebagai penerima BLT pemerintah @ Rp 100.000,- sebanyak tiga kali? Itu sih sama saja, karena suami Minati juga sudah mendaftar pada Pak Kades. Cuma masalahnya, Pak Kades yang pusing, karena data orang miskin makin membengkak dari tahun 2005 dulu.

Yah, pokoknya adalah! Ada sesuatu yang membuat Minati bertekuk lutut dan berbuka paha manakala diajak kencan Basori, meski hanya di kebun tebu. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu, sore-sore habis ashar janjian ketemu di kebun tebu. Tapi sialnya, perilaku mereka diam-diam dikuntit oleh Ny. Warsini. Maka ketika Minati – Basori tengah bergulat antara hidup dan mati, tahu-tahu Warsini muncul dan menginjak pantat suaminya. “Terus-terusna kono (silakan terus sampai puas),” maki Warsini ketus.

Alamak! Kontan keduanya bangkit dengan memendam sejuta malu. Buru-buru Minati kabur setelah kena tempeleng istri selingkuhannya. Sedangkan Basori tak berkutik “ditenteng” istrinya diajak pulang, persis adegan sinetron “Para suami takut istri”. Selain melapor ke polisi, Warsini juga berwarta berita ke mana saja tentang skandal Minati dengan suaminya itu. Pendek kata dia sengaja bikin malu perempuan gatel itu. Yang kendho tapihe (tak setia) lah, yang pelacurlah!

Nyonya Minati sudah barang tentu kehilangan muka. Dia jadi lupa akan segala konsekuensinya. Di matanya kini, diperkosa lebih bermartabat daripada selingkuh. Karena ketika diperiksa polisi, dia berulangkali menyatakan bahwa diperkosa Basori, meski itu akan memperberat sanksi hukum bagi gendakan. Giliran Warsini yang membantah, dengan bukti tamparan di pipi Minati. “Apane sing diperkosa, wong kowe nganggo ngawet barang kok (apanya yang diperkosa, orang kakimu melingkar di punggung suamiku),” kata Warsini tanpa tedeng aling-aling, sehingga Pak polisi pun terpaksa senyum dikulum.

KO nggak Minati kalau begini, gara-gara begituan!

Selingkuh Kok Depan Ipar

Banyak orang selingkuh, tapi tak senekad Jarwoto, 36, dari Madiun (Jatim). Tahu sang gendakan berumah dekat kakak istrinya, dia masih juga nyosorrr. Maka tahu rasalah akibatnya. Saat tumpang tindih di kamar dalam kondisi bugil, digedor-gedor kakak iparnya dan kemudian dilaporkan ke Polsek Kare.

Waspadalah bagi selingkuhwan dan selingkuhwati. Ketika Anda melebarkan sayap permesuman, tanpa disadari dunia sering menjadi begitu sempit. Rumput hijau atau seprei kusut dalam kamar, sering tiba-tiba menjadi informan jitu yang mampu membongkar skandal. Tengok kelakuan Jarwoto warga Desa Kare Kecamatan Kare (Madiun) ini. Janda yang selama ini mengharu biru perasaannya, ternyata berumah berdampingan dengan Kasidi, 40, kakak istrinya yang tengah jadi TKW di Malaysia.

Tapi Jarwoto memang peselingkuh berdarah dingin. Ketika sudah kadung nafsu banget, biar Titik, 29, bertetangga dengan kakak iparnya sendiri, tetap dijalani terus. Prinsipnya, di negri ini apa pula yang tak bisa disiasati? Memangnya Kasidi akan selalu di rumah? Memangnya dia tak punya kesibukan sendiri? Nah, di kala sang kakak ipar lengah, barulah dia melancarkan serangan mematikan. Pastilah bakal aman secara mantap terkendali. "Sluman slumun slamet (untung-untunan) lah," begitu kata Jarwoto dengan berfilosofi Kejawen.

Jarwoto sudah 6 bulan lebih menjalani puasa wanita, semenjak istrinya memburu ringgit di Malaysia sebagai TKW. Awalnya biasa-biasa saja jauh dari bini. Tapi ketika kenal Titik yang semog (seksi) ayu dan nada-nadanya memberi harapan, mendadak pusinglah dia. Ketika ditempel secara intensif dan janda itu memberikan alamat, lho lho… kok berdekatan dengan rumah Kasidi kakak istrinya? Apakah ini bukan bunuh diri? Cepat atau lambat pastilah: ooo ketahuan, pacaran lagi….; macam lagunya "Matta Band" itu.

Tapi untuk urusan selangkangan, setan selalu membantu. Jarwoto yang agak takut-takut itu pun dimotivasi agar menjadi pemberani. Kata setan, masak si kakak ipar akan selalu di rumah. Di kala dia pergi, di situlah serangan dilancarkan. Kalau perlu, menyatroni si janda di malam hari saja, usahakan jangan sampai ketemu keluarga Kasidi.Toh keluarga Titik kan belum tahu soal hubungan Kasidi - Jarwoto ini. "Jadi pasti aman Bleh, ente bisa berselingkuh ria dengan tenang," kata setan memberi semangat.

Belajar "Selingkuh tanpa guru sistem 50 jam" karya setan ora iman itu benar-benar dipraktekkan. Hanya malam hari saja dia menyambangi rumah Titik. Lantaran situasinya aman terus, mulailah target selingkuh itu dipraktekkan. Meski bukan suami istri, dengan tenang Titik - Jarwoto kelon berbagi cinta. Itu dilakukan bukan sekali dua kali, tapi langganan. Prinsipnya, boleh boleh saja harga BBM naik 30 persen, tapi BBM (Bobok-Bobok Malam) versi Jarwoto harus tetap berlangsung. Kan seusai BBM bisa BLT (Bercinta Langsung Tidur).

Tapi seperti kekhawatiran awal, kisah mesum Jarwoto lama-lama tercium juga oleh Kasidi. Jelas dia marah, cinta suci adiknya dikhianati di depan matanya. Saking penasarannya, beberapa hari lalu dia nekad membuktikan info itu. Dengan memanjat almari, dia bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di kamar Titik janda tetangga. Dan ternyata benar. Malam itu nampak Titik - Jarwoto tengah berbugil ria dalam posisi tumpang tindih macam kodok di empang musim penghujan. "Setan alas, keluar kalian semua," kata Kasidi tak terkendali, sambil menggedor-gedor kamar tetangganya.

Jarwoto tak berkutik di depan kakak iparnya. Seperti anak TK habis mandi pagi, dia diminta Kasidi mengenakan pakaiannya, begitu pula Titik. Habis itu polisi Polsek Kare ditelepon dan kemudian menggelandang keduanya ke kantor polisi. Dalam pemeriksaan Jarwoto mengakui segala perbuatannya. Namun demikian dia masih mencoba mencari pembenaran juga atas petualangannya. "Enam bulan tak ketemu bini saya nggak tahan, Pak. Coba kalau bapak sendiri bagaimana?" kata Jarwoto. Lha ya embuh.

Hobinya Menyikat Janda

Muhadi, 30, masih muda dan tampan, tapi dia malah lebih cocok jadi Ketua Umum Partai Karya Peduli Janda. Soalnya lelaki Sukoharjo (Jateng) ini hobinya menipu luar dalam para janda di Solo. Dengan mengaku mahasiswa dan pengusaha dia menyikat harta dan “srabi” para janda yang lebih lezat dari srabi Notosuman.

Pekerjaan sehari-hari Muhadi di Polokarto hanyalah menjadi perajin kayu dan bambu. Dengan profesi itu jelas untuk hidup sehari-hari tidaklah cukup, apa lagi dia juga sudah berkeluarga dan memiliki beberapa anak. Karena itu Muhadi harus pandai-pandai mencari peluang, menemukan sumber keuangan baru yang layak untuk menutup kebutuhan sehari hari. Bagaimana pun juga, kehidupan keluarganya harus eksis, jangan sampai jadi pengemis.

Otak pengrajin bambu ini memang briliyan. Mendadak dia menyadari bahwa bentuk tubuhnya memiliki nilai jual yang tinggi. Muhadi memang ganteng, ramah dan pintar bicara pula. Karenanya, dia bertekad untuk mengeksploitir kelebihan itu. Tetapi bagaimana caranya? Mau jadi bintang sinetron, tak ada koneksi di Jakarta. Mau jadi pengacara, juga tak punya ijazah SH. Lalu apa yang cocok baginya?. “Jadi penipu saja Bleh, mempedayai para janda kaya….,” begitu saran setan kemudian.

Gagasan itu ternyata diterapkan juga. Kebetulan di Solo dia berkenalan dengan janda lumayan cantik bernama Fajar Indahwati. Sesuai namanya yang mirip real estate, Jeng Indah memang indah dipandang mata, dan enak digoyang pula. Dari nguping sana nguping sini, didapat kesimpulan bahwa janda tersebut memang layak menjadi target operasinya. Maka ketika memperkenalkan diri kali pertama, dia sudah mengaku sebagai mahasiswa dan pengusaha.

Saat main ke rumah janda Indah di bilangan Jebres, dia lalu bercerita bahwa sedang mengembangkan usaha yang cukup maju tapi kekurangan modal. Muhadi lalu mengajak janda kempling tersebut untuk menanamkan uangnya, dengan keuntungan lumayan tiap bulan. Tertarik dengan omongan sang pengusaha muda, keluarlah uang si janda Rp 10 juta. Dan memang benar, pada akhir bulan Indah diberi keuntungan Rp 1 juta. Lumayanlah, modal utuh tiap bulan bisa dapat keuntungan Rp 1 juta tanpa memikirkan resiko apa-apa.

Hubungan selanjutnya bukan lagi bisnis, tapi meningkat ke yang inis-inis karena janda Indah juga ditelanjanginya segala. Muhadi yang tahu bahwa janda akan selalu kesepian sepanjang hari, menawarkan juga kehangatan bagi Jeng Indah. Tawaran itu tak juga disia-siakan. Maka di kala rumah sepi, pengusaha muda tersebut diberi kesempatan masuk ke ranjang pribadinya. Di sanalah janda Indah lalu disetubuhi bak istri sendiri. Enak kan, sudah dapat uang dapat pula goyang.

Bulan ketiga perkenalan itu, kembali Muhadi memberikan keuntungan Rp 1 juta. Tapi keuntungan lain sudah begitu banyak didapat sang pengusaha. Sebab asal ada peluang keduanya pun lalu masuk kamar dan berbagi cinta sampai tak terhitung jumlahnya. Bahkan terakhir kalinya, Muhadi dipinjami juga motor bebek baru. Tapi sejak itu dia tak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. “Enak kan Bleh, dapat duit Rp 8 juta, dapat motor baru pula…..,” kata si setan memuji Muhadi.

Sementara Ny. Fajar Indahwati ditinggal kabur, di tempat lain kembali Muhadi mencari korban baru. Sasarannya kembali seorang janda. Polanya sama, ditawari kerja sama usaha, lalu “kerja sama” di ranjang, dipinjami motor dan ditinggal minggat. Begitulah selalu modus operandinya, hingga dia menemukan calon korban ketiga. Tapi apes, belum juga dapat uang dan “srabi” si janda yang lebih lezat dari srabi Notosuman itu, sepak terjang Muhadi terendus akibat laporan janda Jeng Indah. Dia pun digiring ke Mapoltabes Surakarta. Dan seperti telah diungkapkan di atas, Muhadi memang bukan mahasiswa dan pengusaha, tapi asli cuma perajin kayu dan bambu.

Dia memang bukan mahasiswa, tapi maha nafsu.

Selingkuh Restu Suami

Mungkin Dawam, 45, memberikan restu istrinya berselingkuh sekadar nglulu (izin setengah hati). Tapi Dianti, 40, yang kadung gatel, tak bisa membedakan mana yang tulus dan mana setengah hati. Akibatnya, ketika tengah kelonan bersama PIL-nya, tahu-tahu digerebek suami sendiri bersama polisi.

Kekerasan dalam rumahtangga sangat dibenci para istri. Tapi suami yang lembek dalam urusan ranjang, juga bukan idaman kaum wanita. Lihat saja pasangan rumahtangga Dawam – Dianti dari Banyuwangi (Jatim) ini. Mereka selalu ribut hanya karena sang istri tak pernah terpuaskan dalam urusan tilam rum (ranjang). Di awal perkawinannya Dawam memang keras bersemangat bagaikan Minakjinggo hendak menerkam Ratu Ayu Kencanawungu. Tapi belakangan, Dawam lembek macam kue legendar kegemaran Patih Logender.

Sudah setahun ini Dianti tak menikmati kehidupan malam yang hangat dan penuh dinamika di ranjangnya. Dawam lantaran terlalu sibuk dan capek menggapai karir, tanpa sadar telah menelantarkan kebutuhan istri. Jika dipaksakan juga, hasilnya tak pernah maksimal. Meski sudah bergelar sarjana, oleh Dianti masih juga dijuluki sebagai DRS Med alias: Dereng Rampung Sampun Medal (baca: ejakulasi dini). Padahal, istrinya kala itu semester satu juga belum!

Belakangan, semakin payah saja. Bukan saja “edi tansil”, tapi malah impoten. Praktis tambah merana saja Dianti yang masih muda nan enerjik tersebut. Ironis memang, di kampungnya Dawam jadi panitia Seabad Kebangkitan Nasional, tapi di rumah gairah pada istrinya pun tak pernah bangkit. Maka tak mengherankan, Dianti sering menyidir nyindir kelemahan suaminya tersebut. “Ya sudah, kalau mau selingkuh selingkulah, yang penting aku nggak lihat,” begitu kata Dawam kemudian.

Jika Dianti perempuan arif, pastilah kalimat suami dimaknai sebagai kata-kata nglulu saja. Tapi bagi istri yang sudah kadung gatel, restu tersebut dianggapnya sebagaimana restu jaman Orde Baru. Karena merasa dapat dukungan Dawam itulah, diam-diam dia mencari PIL (Pria Idaman Lain) beneran. Lalu dapatlah kemudian si Giono, 37, lelaki dari Rogojampi. Bagi lelaki ini, tua sedikit tidaklah masyallah, wong ibarat motor STNK/BPKB sudah diberesi Dianti, dia tinggal nangkring.

Ternyata, bersama sang PIL memang semuanya bisa. Segala “ketekoran” bersama suaminya, bisa dibayar lunas oleh Giono. Maka sejak itu, Dianti lebih memikirkan kekasih gelapnya daripada suami yang jadi hak dan kewajibannya. Bahkan demi memaskan nafsunya yang menggebu-gebu, kadang Dianti berani tak pulang ke rumah, melainkan ngendon semalaman di kamar kos-kosan Giono. Di situlah dia memuaskan libidonya, diwolak-walik (dibolak-balik) bagaikan menggoreng telur atau bikin martabak.

Sudah barang tentu Dawam tak bisa menerima ketidak-seimbangan ini. Dianti memang diancuk tenan (kurang ajar betul). Selingkuh ya selungkuh, tapi mbok iyao yang terkendali dan terukur begitu, jangan membabi buta sampai meninggalkan kewajiban pokok. Lantaran sebagai suami malah ditelantarkan, dia pernah protes keras pada istrinya. Tapi Dianti tetap saja asyik dengan selingkuhnya yang telah didisposisi sang suami. Prinsipnya mungkin: selingkuh terus sampai tua!

Habis sudah kesabaran suami dari Genteng ini. Bak seorang detektif, dia melacak di mana saja medan perselingkuhan istrinya. Lama-lama diperoleh juga data otentik alamat Giono. Maka beberapa hari lalu pasangan mesum itu digerebek. Memang tidaklah meleset informasi itu, malam itu kedapatan Dianti di rumah kos Giono berada dalam satu kamar pula. Tapi ketika dibawa ke Polres Banyuwangi, dia malah menelanjangi Dawam sekalian. “Saya nekad begini kan karena suamiku impoten, Pak!” kata Dianti tanpa tedeng aling-aling.

Impoten lapor polisi, memangnya polisi boleh mengatasi?

Lempar Nafsu Sembunyi Janda


Perilaku Kepala Pekon (Kades) di Lampung ini sungguh kelewatan. Meski banyak bukti bahwa Nasrun, 40, menghamili janda Tina, 36, tetangganya, tapi tak mengaku juga. Bahkan janda itu kemudian “dihilangkan” untuk melenyapkan aib. Bukankah ini sama saja dia lempar nafsu sembunyi (kan) janda?

Andaikan Nasrun ini seorang politisi, bolehlah membentuk Partai Karya Peduli Janda dan segera didaftarkan ke KPU. Soalnya, meski sudah punya anak bini dia masih hobi banget menggoda janda. Jika hanya sekadar digoda, itu masih mending. Yang terjadi, sekalian dibuat ternoda. Soalnya, nasib janda Tina tetangga sekaligus warga sendiri, juga begitu. Setelah dipacari selama 2 tahun, tahu-tahu janda tersebut hamil dan sekarang malah menghilang.

Rasio dan logika tak berlebihan kiranya, jika tuduhan itu dialamatkan pada Kades Nasrun ini. Soalnya, sebelum Tina menghilang secara misterius, warga banyak melihat Kades Sridadi Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus ini, suka beranjangsana ke rumah Tina. Jika sudah mampir ke sini, betahnya bukan main. Kalau film layar lebar, bisa sudah dua film yang selesai diputar. Atau sangat boleh jadi, Nasrun – Tina justru “main film” sendiri di kamarnya.

Etika dan moral memang kadung dinafikan oleh Pak Kades. Maklumlah, meski sudah janda dan hanya orang kampung, tapi Tina memang enak diselingkuhi dan perlu. Wajah dan penampilannya Tina tak kalah dengan Tina Talisa penyiar TV-One itu. Sama putihnya, betis sama mbunting padinya dan sama suka pakai rok kuning juga. Cuma bedanya, Tina Talisa itu dokter gigi Unpad yang mantan Putri Indonesia (Jabar), sedangkan janda Tina sering sakit gigi dan putri dari Indonesia asli.

Yang namanya lelaki, kecantol wanita bahenol pantat nonjol, pastilah siap kobol-kobol (tekor). Itu pula yang dilakukan Nasrun, ketika tahu-tahu kekasih gelapnya hamil. Diam-diam Tina disembunyikan di suatu tempat, sedangkan anggaran sehari-harinya atas tanggungan Pak Kades. Bukan itu saja, Anik, 8, anak Tina yang kini ikut neneknya, sering pula diberi uang oleh Nasrun. Bagi Pak Kades, agaknya “mengamankan” Tina lebih aman daripada harus menikahinya menjadi istri kedua.

Anehnya, meski banyak saksi yang mengetahui skandal Pak Kades, dia masih juga berkelit bahwa sama sekali tak ada hubungan istimewa dengan sijanda. Soal dia suka berkunjung ke rumah Tina, memang diakui. Tapi apa salahnya pamong desa sering mengunjungi rumah warganya? “Kalian ini jangan suka mengembangkan budaya curiga,” tangkis Nasrun, lagaknya macam pejabat Orde Baru saja.

Namun keluarga Tina tetap saja tidak percaya. Sebab apa urusannya Nasrun kok suka memberi uang pada anak Tina? Apa lagi Anik juga pernah nyolong-nyolong membaca SMS di HP Nasrun yang berbunyi: "Pa, apakah papa tega anak kita diurusin orang lain." Kata Anik, itu pasti SMS dari ibunya, yang kini entah berada di mana. Karena itu pula orang tua Tina mereka-reka, pastilah putrinya disembunyikan untuk sementara waktu. Setelah bayi itu lahir dan diambil anak oleh pihak lain, barulah Tina dimunculkan kembali.

Karena Nasrun terus berkelit, orangtua Tina pernah berusaha menggledah rumah Pak Kades. Tapi niat itu diurungkan, sebab di samping dirinya bukan anggota KPK, nanti Pak Kades jadi naik derajat macam anggota DPR saja. Oleh karenanya, jalan paling bijak adalah melaporkan Pak Kades ke Polsek Wonosobo untuk segera diusut. Tapi seperti yang sudah-sudah, Nasrun tetap bersikeras tidak tahu menahu keberadaan Tina. “Kurang kerjaan amat, menyembunyikan janda segala,” begitu dalihnya. Lalu siapa yang ngumpetin? Apa yang nulis rubrik ini, yang benar saja!