Amit-amit deh kelakuan Yanto dari Desa Degayu Kecamatan Pekalongan Utara ini. Dengan keluarga istri kok perhitungan banget. Ketika usaha gagal, tega-teganya modal pemberian orangtuanya dimintakan pengganti pada mertuanya. Utung saja orangtua Trinil ini penyabar. Daripada ribut dibayar juga meski tak penuh. “Mudah-mudahan mantu model begini tak keluar lagi tahun 2006 ini,” mohon ayah Trinil kesal.
Yanto yang bekerja di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) itu peruntungan rejekinya memang butek dari tahun ke tahun. Sudah satu pelita menjalani kehidupan rumahtangga, ekonominya tak juga ada perbaikan. Penghasilannya selalu nyenen-kemis. Padahal dulu ketika masih melobi Trinil untuk mau jadi pacarnya, Yanto selalu berkampanye: bersamaku, semuanya bisa!
Akhirnya, apanya yang bisa? Setelah jadi suami istri, yang bisa ya hanya bikin anak doang! Tapi untuk mengempani keluarga, sungsang sumbel Yanto mengais rejeki, tetap kurang dan kurang.Padahal selain bekerja di TPI, dia juga sudah mencari tambahan jadi tukang becak segala. Tapi ya itu tadi, karena dasarnya memang balung kere (bakat miskin), Yanto tetap tak mampu bikin terobosan ekonomi yang signifikan.
Ngenes juga antar besan melihat kondisi keluarga Yanto-Trinil. Maka ketika anak lelakinya minta modal usaha, bapak Yanto memberinya Rp 5 juta. Dengan usaha barunya diharapkan nasib suami istri itu mulai menggeliat, tidak selalu menjadi beban para mertua. Masa sehari-hari disubsidi terus. “Enak betul Yanto, punya “kendaraan” tak pernah ngisi bensin, taunya nyemplak doang..,” ledek tetangganya.
Kenyataannya, sekali balung kere tetap saja balung kere. Meski sudah dimodali Rp 5 juta, suami istri ini tak mampu menjalankan bisnisnya secara benar. Maka hanya dalam tempo dua bulan, modal dagang ludes sementara keuntungan nihil. Gantian suami istri Yanto-Trinil saling menyalahkan, sehingga ujung-ujungnya terjadi keributan.
Amit-amit sungguh kelakuan Yanto. Begitu modal habis, tak hanya menyalahkan isrtri, tapi menuntut ganti modal itu agar dikembalikan pada ayah bundanya. Alasannya, orangtua Trinil juga suka mengambil uang modal dagang itu. “Uang itu tak pernah bisa bedakan mana mertua mana menantu,” begitu alasan Yanto.
Terkaget-kaget juga ayah Trinil mendengar alasan si mantu. Trinil sebagai anakya dicemplak Yanto hampir tiap malam, dia tak pernah minta bayaran. Lha kok sekarang,….ee….ee! Tapi daripada ribut dan bikin malu dengan tetangga berikut jajarannya, mertua Yanto mencoba mengembalikan modal dagang itu. Tapi tidak utuh Rp 5 juta, melainkan Rp 3.750.000,- saja.
Ikhlas bagi ayahnya, tapi tak ikhlas bagi Trinil. Dipicu oleh kehidupannya yang tak pernah enak, Trinil kemudian bermaksud meninjau ulang kehidupan perkawinanya. Dengan kata lain, dia akan menggugat cerai Yanto, untuk selanjutnya menjadi manusia merdeka, berdaulat penuh secara pribadi, tanpa campurtangan pihak lain. “Mumpung anak baru satu ini,” begitu tekad Trinil.
Karena alasannya sangat masuk akal, yakni suami nganggur dan suka main pukul, Pengadilan Agama meluluskan permintaan itu. Maka sejak beberapa minggu lalu, Yanto-Trinil bukan lagi suami istri. Bisa nggambang ra isa nyuling, bisa nyawang ra isa nangkring (bisa melihat tapi tak bisa lagi menggauli), begitu kata parikan orang Jateng.
Agaknya Yanto tak bisa menerima kenyataan itu, karena dia masih sangat mencintai bininya. Maka beberapa hari setelah putusan Pengadilan Agama tiba, dia mendatangi rumah istrinya. Trinil dan anak semata wayangnya lalu dilukai dengan clurit, wush. Meski mereka tak sampai mati, tapi karena sudah kriminal akhirnya Yanto pun ditangkap Polresta Pekalongan.
Hilang istri, kini melayang pula kemerdekaan Yanto, kasihan deh lua
No comments:
Post a Comment