Enak ngkali ya selingkuh itu (tahuuuuk-Red), buktinya kolom ini tak pernah kekurangan bahan. Dari selingkuh satu ke selingkuh lainnya selalu ada menghiasi dunia mesum. Pendatang barunya salah satunya dari Semarang, yakni Winadi penduduk Jalan Gajah Raya. Mungkin saking nafsunya yang segede gajah, besan sendiri dilirak-lirik melulu. “Hasil produknya saja cakep, mesti pabriknya juga enak,” begitu Winadi beranalisa.
Lima tahun lalu anak lelaki Winadi memang kawin dengan putrinya Ny. Tarni. Tiga tahun setelah perkawinan tersebut, pasangan itu menghadiahkan seorang cucu bagi Winadi dan Ny. Tarni selaku para besan. Sejak ada cucu tersebut, Winadi suka berkunjung ke rumah anaknya, dengan alasan kangen cucu. Kebetulan yang ngemong cucu itu adalah Ny. Tarni sendiri, karena bapak dan ibu si bayi memang semua pekerja kantoran.
Umumnya kakek, mesti ingin menggendong cucunya begitu ketemu. Begitu juga Winadi, setiap ke rumah anak lelakinya dia langsung merebut si Otong cucu pertamanya itu dari gendongan Ny. Tarni sang besan. Setelah itu si bayi lalu dikudang-kudang, dinyanyikan lagu-lagu Jawa kegemarannya, dari “montor-montor cilik” hingga lagu “ tak lela ledung”. “Putuku sing njloned dhewe (cucuku paling ganteng sendiri),” kata Winadi selalu.
Korsleting antar besan itu terjadi ketika sekali waktu Winadi hendak mengambil si cucu dari gendongan Ny. Tarni. Kebetulan si bayi sedang tidur nyenyak, sehingga Winadi terpaksa harus puas hanya ngelus-elus pipi cucunya yang menempel di dada besannya. Nah, di sinilah mulai timbul masalah. Tanpa sengaja tangan Winadi menyenggol “indomilk” milik Ny. Tarni. Ada rasa kenikmatan di situ, sehingga dia tak beranjak “ngelus-elus” pipi cucunya.
Amboi, meski usianya sudah 48 tahun kala itu, indomilk sang besan masih nampak kenceng dalam sentuhan tangan Winadi. Uniknya, meskipun lama-lama terasa bahwa elusan buat cucu sekadar kamuflase, Ny. Tarni tak mencoba menepiskan tangan nakal besan. Bahkan tangan itu makin mendesak, dia tetap membiarkan saja. “Kayaknya ini enak diselingkuhi dan perlu,” begitu kata batin Winadi kemudian.
Tarni selanjutnya masuk pembahasan Winadi untuk medan selingkuh. Dibanding istrinya di rumah, wanita itu jauh lebih muda. Selain itu, wajahnya juga masih lumayan ayu, dan kulitnya juga putih bersih, meski sudah mulai kusut sedikit. Nilai tambah besan itu adalah, dia dalam status janda. Dus bila terjadi apa-apa di kemudian hari, resikonya paling-paling ke penghulu bukan ke kantor polisi!
Itu titik awal Winadi berbuat serong. Dan sejak kejadian itu, dia menjadi makin sering nengok cucunya. Selaian ingin memanjakam si Otong, sang kakek ini juga ingin memanjakan “si entong” miliknya. Sebab dari gerak-geriknya, Ny. Tarni memang bisa digarap. Kelihatannya pembawaan si besan memang jinak-jinak merpati, tapi jangan salahkan orang bila nanti nelur sendiri!
Keluarga mantunya memang tak punya pembantu, sehingga praktis Ny. Tarni sendirian di rumah itu antara jam 08.00 hingga pukul 16.00. Ini medan yang sangat ideal bagi Winadi. Mulailah dia menggerilya besannya. Awalnya memang menolak, tapi setelah ketemu “pengapesannya” di ujung telinga, dia hanya klepeg-klepeg ketika dibimbing Winadi ke kamar. Di situlah kemudian terjadi aksi pornoaksi tidak resmi.
Aksi selingkuh di rumah menantu dengan lawannya besan pula, memang sangat riskan. Maka setelah dua tahun “dimakan di tempat”, beberapa hari lalu Tarni dibawa ke sebuah hotel di Gombel, Semarang selatan. Di sanalah kemudian mereka berpacu dalam birahi secara total. Di samping suasananya sangat baru, Winadi kala itu memang memaki obat perangsang. “Aku belakangan memang sudah mengalami perjuangan hidup,” katanya terus terang.
Hari itu agaknya kesialan menyapa. Ketika Winadi hendak mengulang sukses di ronde ke dua, tiba-tiba dia kejang-kejang tepat di atas perut Ny. Tarni, lalu terkulai sebelum mencapai finish. Besan gatelan itu mengemasi bajunya, baru lapor ke satpam hotel. Sungguh Ny. Tarni tak bisa membayangkan, resiko apa yang bakal diterima setelahnya. Masak anak satu ranjang, antar besan ikutan pula dalam satu ranjang?
No comments:
Post a Comment