Telukbetung-Kemiling jaraknya lumayan jauh. Tapi bagi orang punya dua “kendaraan” mondar-mandir ke sana kemari bukanlah sebuah siksaan. Dan itu pula yang dilakukan Kasmirin, warga Desa Beringinrejo, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung. Demi memanjakan aspirasi arus bawahnya, dia rajin Telukbetung-Kemiling untuk gentian menemui kedua istrinya. “Demi “si entong” terpaksa bobol isi kantong…,” begitu keluh Kasmirin sekali waktu.
Ilmu poligami Kasmirin sudah diaplikasikan beberapa tahun lalu. Istri pertama, tinggal di Beringinrejo, sedangkan bini mudanya ditaruh di Jalan Ciptomangunkesuma, Telukbetung. Demi kewajiban gilir bini, dia tiga hari di Kemiling, tiga hari di Telukbetung. Tapi itulah resiko mengasyikkan anggota barisan Puspa Wardoyo. Kasmirin harus mencoba adil baik materil maupun onderdil.
Kalau Kasmirin seorang pengusaha sukses macam Puspa Wardoyo, ngrentengi (menggandeng) cewek sampai selusin ya nggak masyallah. Tapi dia ini kan hanya pegawai rendahan. Disedot dana dan tenaga tiap hari akhirnya ya jebol juga. Maka ketika suaminya sudah tak bisa tertib lagi memberikan nafkah materil dan onderdil, Suprih menuntut cerai. Istilah politiknya, posisi Kasmirin sebagai ketua rumahtangga harus dikocok ulang!
Akan tetapi Kasmirin belum rela melepaskannya, sehingga selama ini mereka hanya pisah rumah dan ranjang saja. Kenapa dia tak segera menceraikannya? Sebab ibaratnya kendaraan, Kasmirin terlanjur sayang. Lagi pula, kendaraan satu ini memang lebih enak tumpakane (dikendarai). Maklum, jauh lebih muda. Misalkan bini tua ini Toyota Kijang 1995, Suprih termasuk Toyota Kijang Inova 2005. Enak dikendarai, cuma Kasmirin tekor di bahan bakar.
Hari-hari belakangan ini Kasmirin rajin melobi istri mudanya agar membatalkan niatnya bercerai, tapi Suprih tetap keukeuh pada keputusannya. Itu ditunjukkan dengan cara, setiap Kasmirin mengajak hubungan intim, selalu ditolaknya tanpa banyak alasan. Biarpun suaminya menghiba-hiba dengan alasan bini tua sedang dapet bulan, enteng saja dia menjawab: jepitin pintu saja, sono!
Rupanya kali ini rasa rindu Kasmirin pada bini mudanya sudah tak tertahan lagi. Meski hanya akan memperoleh sambutan dingin, bahkan mungkin palang pintu, dia tetap datang ke Telukbetung. Kasmirin tetap yakin pada adagium (dalil tak tertulis) bahwa semarah apapun istri kalau dikeloni akan mereda. Padahal kemarahan istri muda selama ini justru akibat Kasmirin minta kelonan melulu. Terlabik-labik, kan?
Impian Kasmirin ternyata membentur karang. Tiba di rumah Suprih, orang yang dicarinya sedang pergi ke Pasar Bambukuning, Kemiling. Takut rindunya mengkristal jadi kemenyan, meski menjelang magrib dia nekad menyusul ke sana. Ternyata benar. Dia melihat istrinya tengah berjalan kaki. Cuma yang dia bikin kaget, di depannya tampak seorang lelaki berjalan. Siapakah gerangan?
Nafsu amarah Kasmirin meledak. Dia cemburu karena memperkirakan lelaki itu adalah gendakan barunya. Oo ini ta rahasianya. Minta cerai karena sudah memiliki lelaki alternatip. Kok enak betul. Tanpa pakai klarifikasi dulu, Suprih lalu dikejar. Begitu tertangkap langsung dicekik lehernya. “Dasar wanita murahan, jauh dari suami sudah gandengan dengan lelaki lain…,” omel Kasmirin sementara lelaki yang berjalan di depannya tak peduli.
Dicekik jalan pernapasannya, tentu saja Suprih berontak. Untung usahanya berhasil sebelum dia kehabisan napas. Sementara suaminya terus jalan dengan motornya, hari itu juga Suprih melapor ke Polsek Kemiling. Ketika diperiksa petugas, semua alas an Kasmirin berhasil dipatahkan dengan mudah oleh Suprih. Sebab lelaki yang jalan di depannya itu bukan selingkuhannya, wong orang kenal saja tidak.
Untung nyawa belum terlanjur lepas dari badan, ya mbak.
No comments:
Post a Comment