SEBAGAI suami agaknya Paimo, 41 tahun, tak bisa berlama-lama menjalani "puasa wanita". Ketika kedinginan ditinggal bini jadi TKW di Arab Saudi, dia jadi mata gelap. Srini, 18 ahun, adik iparnya yang semula bertugas momong dan gendong ponakan, tiap malam kini "digendong" depan. Tahu mantu lelakinya demikian rakus, ayah si gadis pun segera melaporkan Paimo ke Polres Purworejo, Jawa Tengah.
Ipar, dalam bahasa Jawa disebut ipe. Tapi bagi lelaki dari Desa Geparang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Purworejo, kata ipe bisa dipelesetkan menjadi: iki ya penak (ini enak juga). Soalnya berdasarkan studi lapangan yang dia jalani, menggauli adik kandung istri sendiri, ternyata asyik juga. “Masalahnya, ada keberanian dan pertentangan batin atau tidak,” begitu dia berdalih.
Tali moral Paimo memang sudah putus sejak sebulan lalu. Hal ini dimulai ketika istrinya yang asal Desa Keponggok, sudah 6 bulan lamanya berangkat ke Timur Tengah sebagai TKW. Sebetulnya ini sesuatu hal yang sangat tak dikehendaki Paimo. Tapi pa daya, neraca ekonominya makin memburuk saja. Pekerjaannya yang hanya sebagai pekerja serabutan, selalu tekor untuk menutup kebutuhan sehari-hari.
Istrinya sebelum berangkat memang selalu menghibur dan membesarkan hatinya. Katanya, dua tahun tidaklah lama. Sekarang berdingin-dingin dulu, tapi ekonomi kan bisa didandani. Nanti setelah kembali dari Arab Saudi, kehidupan rumahtangganya kan jadi mesra sekali, laiknya pengantin baru saja. “Pokoke apa sing dadi duwekku, mengko peken kabeh ya wuk ya.... (apa yang jadi milikku ambilah semuanya nanti),” kata sang bini.
Apa yang dikatakan istri memang benar. Sebab sejak istrinya jadi TKW, 3 bulan berikutnya ekonominya mulai menggeliat. Artinya, dari kiriman real istrinya dia bisa membayar utang-utangnya termasuk makan ajeg dan nyandang wutuh (berpakaian utuh).
Dengan lingkungannya Paimo juga mulai bisa bergaul secara lumrah. Diajak arisan bisa ikut, ada uleman juga bisa kondangan dan nyumbang! Tetapi, meskipun ekonominya menggeliat, tiap malam Paimo kini juga menggeliat-geliat tak keruan. Sebab sejak istrinya tak berada di sampingnya, suhu udara di kawasan Purwodadi mendadak buruk sekali.
Dinginnya sangat terasa, tapi tak bisa diobati dengan selimut rangkap lima, atau bediyang (api unggun). Justru wajah istrinya kini kembali membayang selalu di matanya. “Hoo hoo, adik sayaaaang, kapan dinda pulang, tlah lama rindu di sisimu....,” kata Paimo menirukan lagunya Sandhora-Muchsin dulu.
Ingin sekali Paimo segera berkasih-kasihan dengan bininya. Tapi menunggu 1,5 tahun lamanya, wihhhh......kangennya keburu jadi kemenyan! Otak nakalnya mulai jalan. Kebetulan adik istrinya, si Srini, juga masih tinggal di rumah mertuanya. Pikir Paimo, ini lumayan juga untuk “obat anget”. Apalagi sosok dan penampilan sang ipar juga tak mengecewakan. Bodi seksi, jauh lebih muda, putih lagi.
Keesokan harinya Paimo segera mengajak adik iparnya di Keponggok dengan alasan untuk momong ponakannya. Sebab sejak ditinggal ibunya, anaknya paling kecil suka rewel dan tak ada yang momong. Padahal sebenarnya, hal itu sekadar kiat Paimo untuk mewujudkan impiannya. “Habis impian yang begini, mana mungkin untuk mewujudkannya minta bantuan Bank BNI,” kata Paimo.
Ayah Srini tentu saja mengizinkan. Tapi kejadian selanjutnya sungguh memprihatinkan. Malam harinya ketika ponakannya sudah tidur, gentian Paimo minta diemong dan menuntut “gendong depan” pada Srini. Dengan ancaman dan paksaan, aspirasi arus bawahnya terpenuhi juga. Ibarat iklan rokok: kopi dihirup, Srini disruput!
Hal itu tak berlangsung hanya sekali, tapi berkali-kali.
Srini yang tak menikmati “sruputan” kakak iparnya, segera mengadu kepada ayahnya. Tentu saja mertuanya marah sekali, apa lagi setelah divisum dokter kegadisan Srini memang sudah hilang. Hari itu juga Paimo dilaporkan ke Polres Purworejo dan dibekuk. “Habis saya kesepian tiap malam, Pak.....!” ujarnya mencari simpati.
No comments:
Post a Comment