Memelas sungguh nasib gadis dari Mojokerto (Jatim) ini. Namanya Lara, 22 tahun, tapi nasibnya kelara-lara (memelas) juga. Bayangkan, gara-gara dicomblangi orang dia bisa jatuh cinta pada Putut, 32 tahun. Tapi setelah dia demen dan sampai menyerahkan asset miliknya yang paling berharga, eh ternyata hanya dihamili lalu ditinggal kawin dengan gadis lain lagi!
Asmara dan cinta kelihatannya memang serupa tapi tak sama. Dalam cinta selalu ada asmara, tapi dalam asmara belum tentu ada cinta. Lihat saja perilaku Putut dari Mojokerto ini. Ketemu pertama kali dengan Lara, langsung theng.., pendulumnya kontak. Maklum, gadis dari Karangwungu ini memang cantik. Putih bersih, bodi seksi, betis mbunting padi laki. Pendek kata, yang begini ini bisa memuaskan selera lelaki.
Nalurinya sebagai lelaki langsung bergerak, dia mencoba mendekati Lara. Tapi apes, aspirasi urusan bawahnya tidak mendapat tanggapan. Iar Putut ganteng macam artis sinetron, Lara tak bergeming. Jangankan diajak jalan bareng, menemui Putut saat datang ke rumahnya saja dia ogah melayani. Pendek kata sosok Putut memang tak bisa diterima pacar, apa lagi pasar.
Akan tetapi Putut yang sudah kadung kasmaran tak mau menyerah begitu saja. Dia minta saudara atau famili dekat Lara untuk melobi dan membujuknya. Entah makcomblang itu punya ajian Semar Mesem atau bagaimana, gara-gara lobi politiknya Lara mau membuka hatinya bagi Putut. Keduanya pun lalu pacaran sebagaimana mestinya. Tentu saja makcomblangnya dapat komisi, minimal 10 persen.
Kelihatannya Putut memang sekadar berbasis asmara, bukan cinta. Terbukti begitu sudah akrab, langsung saja targetnya ke ranjang. Lara sendiri karena sudah percaya pada sang doi, akhirnya pasrah saja ketika kehormatannya direnggut sebelum waktunya. “Nanging sampeyan gak mblenjanji janji ta (tapi Anda tak ingkar janji kan)?” kata Lara sebelum melayani “serangan umum” yang pertama.
Ee.., ternyata Putut memang lelaki bajul buntung pada jamannya. Dia bilang nggah-nggih, tapi ra kepanggih. Buktinya, setelah berhasil menggauli Lara beberapa kali, dia kehilangan gairah dan selera. Dengan kata lain gadis yang dulu dikejar-kejar, kini ditinggal mlajar (lari). Padahal pada waktu bersamaan Lara sudah berhasil mengandung benih yang ditabur si Putut.
Makin menyakitkan saja kelakuan Putut. Ketika dimintai tanggungjawab atas hasil setrumannya, dia mengelak. Paling sadis bin kejam, justru Lara diminta menggugurkan saja kandungannya. Sudah barang tentu si gadis tidak mau. Di samping resikonya salah-salah membawa kematian, dia juga tak tega membunuh janin hasil “keringatan” dan cinta kasihnya di sejumlah tempat.
Akal lain dikompromikan oleh keluarga Lara. Jika Putut tak mau menikahi Lara secara permanen, mengawini secara simbolis saja pun jadi. Yang penting bayi itu kelak tahu siapa yang menyetrom ibunya dan menjadi ayah kandungnya. “Silakan dia kawin dengan gadis pilihannya, kami juga tak mau merusak rumahtangga orang,” kata orangtua Lara.
Rupanya Putut memang lelaki tak tahu diuntung. Sudah diberi disepensasi demikian ringan, masih juga tidak bersedia. Dengan dalih apapun, dengan sanksi apapun, dia takkan mengawini Lara secara temporer maupun permanen. Bahkan kemudian juga menuduh, bayi yang dikandung di perut Lara bukan mutlak berasal dari saham tunggal. Di sana masih ada saham-saham lain yang belum sempat didaftarkan pada notaries.
Ini betul-betul penghinaan bagi keluarga Lara. Karenanya keluarga itu kemudian melaporkan kasus tersebut pada Polres Mojokerto. Ironisnya, begitu Putut ditahan, Lara yang terlanjur cinta jadi tambah sutras. Dia tidak rela lelaki yang sebetulnya ayah bayinya itu menderita dalam sel tahanan. Akhirnya keluarga Lara terpaksa mencabut kembali pengaduan itu.
Nyetrom doyan, ke KUA enggan, aneh-aneh saja si Putut ini.
No comments:
Post a Comment