Ini kisah pacaran yang terlalu mengacu pada model kuno. Jarak Semarang kan begitu dekat, tapi Hardi, 30 tahun, jarang mengunjungi doinya yang bekerja di pabrik tekstil PT. Damatex. Kalau ada komunikasi, paling telpon atau SMS-an, tapi yang namanya temu muka, apa lagi temu ranjang, tak pernah. Hardi memang seperti cowok angkatan Aryati-nya komponis Ismail Marzuki, yang mimpi mencium ujung jarinya tadi malam saja sudah merasa berdosa.
Namanya cewek normal, Isnarti tentu saja jadi kesepian tak pernah disambangi dan disentuh doi. Maka ketika bosnya di PT. Damatex menggodanya, dilayani saja itung-itung pengobat rasa sepi jauh dari pacar. Padahal dia tahu persis, Tukimin ini juga sudah punya anak bini. “Tapi kan hanya iseng saja, hubungan kami tidak serius kok,” begitu bela Isnarti ketika ditegur temannya, supaya tidak bermain api dengan bos.
Dibilang iseng, anehnya ketika Isnarti diajak nginep Tukiman di Bandungan, Ambarawa, mau saja. Dalam cuaca dingin, keduanya berada dalam satu kamar, tentu saja Tukimin kepengin mengajak cari “obat anget”. Isnarti yang juga sudah terbangkitkan gairahnya, tak ayal lagi mau meladeni ajakan hubungan intim bak suami istri itu. Pacar yang menunggu dengan setia di Salatiga, terlupakan sudah.
Untuk selanjutnya, meksipun bukan di Bandungan asal ada kesempatan bos Tukimin selalu ngeloni Isnarti anak buahnya itu. Akibatnya bisa ditebak, setelah sekian kali kena “strom” boss, Isnarti pun hamil. Tukimin yang kala itu belum menerima solusi dan pencerahan, sengaja menyembunyikan kekasih gelapnya di sebuah rumah kontrakan. Tapi asal ada kesempatan, dia masih “ngetrom” juga. “Habis enak sih….,” kata Tukiman seperti iklan minuman di TV saja.
Agak mujur nasib Isnarti. Ketika dia baru melahirkan selama seminggu, mendadak ada panggilan orangtuanya di Salatiga agar pulang karena perkawinan melawan Hardi segera akan diselenggarakan. Buru-buru Isnarti pulang. Bagaimana dengan anaknya? Gampang saja, bayi merah itu dititipkan pada Tukimin. Dia terus pulang ke kampung, tanpa juga menjelaskan apa keperluannya.
Titipan bayi jelas tak senyaman titipan duit.Kalau duit bisa disimpan di bank dan diambil bunganya. Lha kalau bayi? Tukimin yang tak basa ngurus bayi, tak ada cara lain kecuali menyerahkan pada istrinya, sekaligus buka kartu apa yang telah terjadi. Rupanya bos pabrik tekstil ini sudah siap resikonya. Paling-paling istrinya marah-marah lalu minta cerai atau, “pulangkan saja pada ayah ibuku, wouwooo…..” seperti lagunya Betaria Sonatha itu.
Istri Tukimin ternyata wanita paling sabar se Kabupaten Semarang. Bagaimana tidak? Meski awalnya kaget, tapi dia bisa menerima kenyataan. Bahkan dia tak keberatan dimadu dengan Isnarti. Agar suaminya tak berbuat zina melulu, dia mengambil inisiatip mengajak suaminya ke kampung Isnarti untuk melamar dan sekalian menikahi. Sebagai bukti, bayi merah itu dibawa sekalian ke rumah calon madunya tersebut.
Kehadirannya ke desa Sidarejo Kidul Kecamatan Tingkir, sungguh membuat Tukimin suami istri ini terkaget-kaget. Sebab di situ ternyata sedang ada persiapan hajatan. Janur kuning telah melengkung di mana-mana, bau sambel goreng dimasak dan lemper digodog mengugah perut jadi lapar. ‘Ah, rupanya dia pulang karena adik atau kakaknya mau kawin,” begitu kata Tukimin.
Alangkah kagetnya Tukimin, ketika dia menyampaikan “lamaran” dengan bukti orok di pangkuan istrinya, malah orangtua Isnarti marah besar. Bos pabrik tekstil itu dianggap telah mempermalukan keluarganya. Bagaimana Isnarti yang sudah siap ke pelaminan ternyata pernah dihamili sampai melahirkan. Maka tanpa ba bi bu lagi, Tukimin dihajar sampai babak belur. Isnarti yang melihat kekasih sekaligus bossnya dihajar keluarganya, sampai terpingsan-pingsan. Gegerlah di tempat hajatan itu, sampai polisi pun turun tangan.
Habisnya, calon pengantin kok diseronbot, ya begitulah akibatnya.
No comments:
Post a Comment