Tangis penyesalan Nuraini dimulai sekitar setahun lalu, ketika dia coba-coba merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Di kota metropolitan gadis manis asal Desa Tursino Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo tersebut tinggal di rumah kakaknya, Cilandak, tak jauh dari Komplek TNI AL. Sebelum pekerjaan diperoleh, biasalah dia bantu-bantu pekerjaan keluarga, dari mencuci, ngepel hingga nyapu.
Insidentil Nuraini juga suka disuruh beli sayur mayur ke warung, karena kakak perempuannya masih sibuk urusan lain. Nah, di sinilah dia kemudian kenal dengan Pambudi, pemuda berambut cepak yang masih tinggal di kelurahan yang sama. Sekadar basa-basi, kala itu si pemuda menanyakan kenapa kok dia yang belanja, bukan kakaknya sendiri seperti biasa. “Mbakyu baru sibuk latihan gerak jalan untuk Hut RI…,” jawab Nuraini tersipu-sipu.
Kenalan dari warung si bewok ini terus berlanjut. Pambudi suka apel ke rumah Nuraini. Di situ dia mengaku sebagai anggota mariner berpangkat sertu dan berdinas di Yonif Cilandak. Keluarga Nuraini percaya saja, wong tampang Pamudi juga mirip anggota TNI betulan. Badan atletis, rambut pendek, sementara dia juga pernah menunjukkan foto dengan seragam marinir.
Anehnya, sejak kenal dengan Pambudi si Nuraini jadi lupa akan misinya dari Kutoarjo dulu. Tak kerja tak masalah, asalkan menjadi anggota Persit (Persatuan Istri Tentara), karena suaminya adalah Pambudi yang anggota marinir itu. Belum-belum Nuraini memang sudah berkhayal terlalu jauh. “Moga-moga mas Pam tak dikirim ke daerah konflik,” begitu katanya.
Hari-hari selanjutnya Pambudi-Nuraini pacaran seribu rius. Betapa seriusnya, ketika diajak kawin siri alias diam-diam, gadis bukit eh desa Tursino itu mau saja. Padahal target Pambudi, menikah diam-diam itu kan sekadar untuk bisa menggauli Nuraini secara halalan tayiban wa asyikan. Ibarat motor, meski belum ada SIM Polda kan sudah boleh dicemplak.
Repotnya Pambudi, menikahi Nuraini kan sekadar untuk ajang SMI (Senam Malam Indonesia). Ee….lha kok sigadis tetangga itu tahu-tahu hamil 4 bulan. Keruan saja Nuraini minta ditingkatkan statusnya menjadi istri resmi alias nikah penghulu di KUA. Maka “sertu” Pambudi pun dipanggil untuk menghadap keluarganya, untuk melengkapi surat-suratnya agar bisa nikah resmi di Kutoarjo sana.
Ide-ide gila mulai digelar Pambudi. Agar bisa memenuhi syarat perkawinannya, dia nekad bikin KTP palsu di Krawang, Jabar. Nah dengan surat KTP palsu itu dia mengurus surat-surat model NA untuk numpang nikah di Kutoarjo. Tapi celakanya, ketika dibawa ke kota Nuraini, KUA sana minta juga surat izin nikah dari kesatuan, mengingat Pambudi anggota TNI AL.
Wah, di sini Pambudi mulai kerepotan. Bagaimana mau ngurus ijin kesatuan, orang sesungguhnya dia bukan anggota TNI AL. Sejak saat itu dia lalu main kucing-kucngan dengan kakak Nuraini. Asal ditanyakan soal surat ijin dari kesatuan, dia menjawab bahwa komandan baru tugas ke Aceh atau Poso. Pokoknya sejak itu dia tak berani lagi setor muka ke rumah calon kakak ipar.
Enak di Pambudi, bikin sesak dada bagi Nuraini. Soalnya janin di perutnya kan tidak bisa menunggu. Dan apa lacur, sampai bayi laki-laki itu lahir dari rahimnya Pambudi tak pernah bisa menunjukkan surat ijin kesatuan. “Jangan-jangan dia itu TNI gadungan. Masak begitu lamanya tak bisa menunjukkan surat-surat kecuali aurat…,” kata kakak Nuraini gemas.
Hari itu juga keluarga Nuraini mengecek ke TNI AL Cilandak. Ternyata Pambudi tak terdaftar di sana. Keluarga malang itu lalu menyerahkan Pambudi ke Koramil Kutoarjo. Ternyata betul, dia memang bukan anggota TNI AL, tapi hanya pengangguran yang bergelar pangeran panji klantung. Hari itu juga Pambudi tak boleh pulang, tapi diserahkan ke Polres Purworejo untuk ditahan.
No comments:
Post a Comment