Aneh sungguh kelakuan Pondag, 50 tahun, dari Menado ini. Naik tangga di rumah saja sudah ngos-ngosan, malah rajin naiki bini tetangga. Sudah begitu rasa cemburunya tidak terkontrol lagi. Lihat Ny. Sonia, 40 tahun, selingkuhannya duduk mesra dengan suaminya, Temy, 43 tahun, kok cemburu dan mata gelap. Maka kasihan sungguh nasib suami Sonia, lelaki tak berdosa itu tewas dibabat golok oleh Pondag yang cemburu tanpa juntrung.
Temy dan Pondag memang bertetangga di Kelurahan Kombos, kota Menado (Sulawesi Utara). Sebagaimana lazimnya bertetangga, mereka juga bergaul akrab dan saling kunjung. Terutama istri mereka, boleh dikata membentuk satu geng, ke mana saja mereka pergi berdua. Ke gereja, ke tempat arisan, atau melayat orang meninggal, ada istri Pondag mesti ada istri Temy. Pendek kata bagaikan platina dan kondensator mobil.
Ironisnya bagi Pondag. Sementara istrinya bergaul akrab dengan Ny. Temy, dia justru pengin ...menggauli. Maklum, Sonia ini memang cantik. Sebagai orang Menado, jelas dia berkulit putih. Bodinya seksi menggiurkan, betisnya mbunting padi. Kalau ingat dengan artis Cintya Maramis yang kini entah ke mana, Ny. Sonia adalah duplikatnya. Makanya setiap melihat bini tetangga tersebut, jakun Pondag langsung turun naik.
Kalau sekadar mengagumi dan mencintai, sebetulnya itu masih aman-aman saja. Sebab sebagaimana kata Gus Dur taktala jadi presiden, bila hanya sekadar wacana takkan ditangkap. Namun Pondag ini lain. Selain mata melotot, otak juga bekerja keras bagaimana bisa menyiasati agar Ny. Sonia itu bertekuk lutut dan berbuka paha untuknya. “Istri Temy memang enak diselingkuhi dan perlu,” begitu katanya menyemangati diri.
Asal ada kesempatan, dia selalu mencoba main ke rumah Sonia di kala suaminya tak di rumah. Namanya juga ketamuan tetangga dekat, bini Temy mencoba menemui sebagaimana mestinya. Ternyata di situ Pondag jadi suka ngelantur. Mentang-mentang kala itu belum ada RUU Anti Pornografi-Pornoaksi, tangan dan mulutnya aktif menggoda bini tetangga. Awalnya Ny. Sonia selalu berkelit, tapi Pondag-nya yang nyosor terus!
Hanya sebulan Pondag berjuang menaklukkan Sonia. Ibarat burung, dia wanita yang jinak-jinak merpati. Meski awalnya mencoba terbang dari atap satu ke atap lainnya, ketika terkurung di pojokan, dia tak bisa berkutik lagi. Dan ternyata meski pun awalnya mengancam akan panggil Hansip, begitu “kena” malah bilang: sip, sip, sip! Agaknya Sonia sudah ketemu titik pengapesannya. Tadinya meringis, kini malah mrenges.
Itu terjadi sekitar 10 tahun lalu. Sejak saat itu, jalan ke surga dunia selalu lapang bagi Pondag. Asal jenuh pada pelayanan bini atau sedang lampu merah, dia tinggal menyeberang ke bini tetangganya itu. Dan Sonia pun akan melayani dengan gegap gempita. Kejadian ini biasanya dilakukan di siang hari, ketika Temy sibuk bekerja di kantor. Jadi begitulah ceritanya, sementara Pondag selalu ngos-ngosan setiap naik tangga di rumahnya, dia malah rajin naiki bini tetangga!
Dasar Pondag peselingkuh tak tahu diri. Nmanya saja berstatus “numpang”, kok maunya mau monopoli dan menguasai. Bayangkan, dia suka mendikte Sonya agar tak melayani di ranjang si Temy suaminya. Bahkan ketika sekali waktu Temy-Sonia ke Gorontalo dan nginep di hotel, pulangnya diinterogasi: berapa kali melayani suami di sana. “Ah kok mau tau aja..,” jawab Sonia diplomatis.
Otak Pondag sudah terbalik, ngkali. Namanya punya suami yang halalan tayiban, mau kelonan sehari sepuluh kali kek, itu urusan Temy-Sonia. Dia tak punya hak cemburu apa lagi ngatur. Sama juga halnya ketika Pondag tak ditegur ketika ketemu Sonia jalan bersama adiknya, dia harus siap korban perasaan. Karena Sonia memang sedang menjalankan peran gandanya.
Lonjakan rasa cemburu Pondag justru makin menjadi-jadi. Seperti beberapa hari lalu misalnya. Melihat Sonia dan Temy suaminya kongkow-kongkow di teras rumah sambil bercanda lazimnya suami istri, Pondag dibakar cemburu. Kali ini sudah tak bisa dikontrol lagi. Dia mengambil golok, lalu dibabatkan ke tubuh Temy beberapa kali. Suami Sonia pun tumbang, sementara Pondag kabur. “Sini yang mesra-mesraan sama bini sendiri, kok situ yang sewot,” kata Temy sebelum tewas meregang nyawa.
Apa yang diperoleh Pondag nanti? Bukan Sonia, tapi malah tembok penjara.
No comments:
Post a Comment