Andaikan Teti, 30 tahun, tetap mau melayani suami sebagai kewajiban seorang istri, niscaya perselingkuhannya dengan Badyo, 45 tahun, tetangga sendiri akan mulus-mulus saja. Tapi itulah, gara-gara menolak diajak kelon, Dedi, 40 tahun, suaminya terpaksa mengembangkan budaya curiga. Maka proyek selingkuh pun berantakan. Saat kencan di sebuah hotel di Ancol, kepergok suami sendiri dan dilaporkan ke polisi.
Teti yang tinggal di Pademangan, Jakarta Utara, sebetulnya cukup bahagia bersama suaminya. Dedi adalah pekerja yang tekun, sehingga kepada istri dia bisa memanjakan secara materil maupun onderdil. Dia sangat sayang pada istri dan anak-anaknya sebagai buah cinta kasih. Pendek kata Dedi adalah suami ideal dan selalu menjadi idaman rata-rata kaum wanita.
Ironisnya, meski duit berlebih Dedi tak pernah mengajak istri dan anak-anaknya jalan-jalan keluar. Dia selalu sibuk dengan usahanya. Dalam perhitungannya, istri cukuplah bila dipenuhi segala keinginan materinya. Begitu pula anak-anaknya, asal dipenuhi segala biaya sekolah dan mainannya, pasti rapi jali. Dengan demikian, sumber rekreasi Teti hanyalah belanja ke pasar, atau ke Matahari bersama anak-anak.
Konsekuensi dadi etos rumahtangga yang demikian, menyebabkan Ny. Teti jadi kurang mengenal dunia luar. Ingin sebetulnya dia juga berinteraksi dengan tetangga sekitar, tapi Dedi selalu melarang. Maka Ny. Teti pun sering korban perasaan, ada kegiatan apa di kampung, dia tak pernah diajak oleh ibu-ibu tetangga. “Kenapa sih Bu, saya dikucilkan. Salah saya apa.....?” kata Ny. Teti sekali waktu pada Bu RT.
Apa sebabnya Dedi sampai berbuat seperti itu? Alasannnya sederhana, kalau istri banyak keluar bisa terkena “sawan liwat”. Dengan kata lain, Dedi khawatir bila istrinya yang cantik itu digoda orang dan kemudian terpikat. Maklumlah, dia meragukan ketahanan mental istri sendiri.
Maka prinsipnya kemudian: istri nggak usah bergaul, yang penting selalu siap digauli!
Herannya, Teti tak pernah protes atas pembunuhan karakter atas dirinya tersebut. Justru dia beraninya curhat pada Badyo, lelaki tetangganya sendiri yang selama ini banyak di rumah karena nganggur. Di kala para lelaki sibuk di kantor masing-masing, dia malah main ke rumah Dedi. Di situlah Ny. Teti lalu melayani ngobrol ngalor ngidul, dari soal pilkada Depok sampai soal formalin. Dan ketika sudah sama-sama akrab, keluarlah pengakuan Teti yang spektakuler itu.
Ini dia, pikir Badyo. Orang secantik Teti kok hanya disimpen di kulkas saja, sayang amat. Maka dia pun mulai bergerilnya, menciptakan kesempatan untuk cari yang sempit-sempit. Dan ternyata itu mudah saja bagi Badyo. Buktinya, ketika situasinya makin mantap terkendali, Teti pasrah saja ketika ditarik ke kamar. Selanjutnya, ya .....gusrak, gusrak, legaaaa!
Di situlah Teti baru sadar, bahwa di luar lebih banyak yang indah dan menawarkan sejuta gairah. Tapi dia juga mafhum, selingkuh dengan tetangga sendiri sangatlah riskan. Maka agar kegairahan nan indah itu tetap bisa diperoleh, lain hari asal mau kencan sengaja memilih di hotel. Siapa sponsornya, ya Teti sendiri. Sebab di ATM dia uangnya masih berjut-jut, karena dia memang selalu dimanjakan soal uang.
Orang selingkuh bila sudah kebablasan ya seperti Ny. Teti ini. Betapa tidak? Mentang-mentang pelayanan Badyo lebih hot, kini dia tak mau lagi melayani Dedi di ranjang yang biasanya hanya model kejar tayang alias 5 menit selesai. Asal diajak ada saja alasannya. Yang capeklah, yang besok mau senamlah. Biar suami sampai banting pintu segala, Ny. Teti tetap mogok gok.
Lama-lama Dedi pun curiga. Dia lalu pamit pada istrinya untuk ke luar kota selama dua hari. Padahal dia hanya ingin memonitor kegiatan istrinya selama ditinggal. E ternyata dugaannya benar. Dia melihat dengan mata kepala sendiri, Teti pergi bersama Badyo tetangganya itu masuk hotel di bilangan Jalan RE Martadinata, Ancol. Oleh karenanya Dedi segera lapor ke Polsek Penjaringan. “Tolong Pak ditangkap, istriku selingkuh dengan tetangga,” kata Dedi dengan napas tersengal-sengal.
Alamak, takut bini digondol nggak tahunya skor sudah lima-nol.
No comments:
Post a Comment