Kisah memalukan ini terjadi di kota Makasar. Samad yang menumpang di perumahan mertua indah, sebetulnya selalu berkelakuan baik. Dia bukan hanya sayang pada Ani ,25, isterinya yang cantik itu, tapi juga sayang pada Wani. Selain itu, dia juga menaruh hormat pada Eki, mertuanya. Itulah sebabnya, tatkala Samad terlihat sering duduk berdua dan ngobrol-ngobrol dengan Ani, baik Eki maupun Ani, sama sekali tidak menaruh curiga.
“Wah, kamu betul-betul punya suami yang baik. Si Samad itu, biar dia masih numpang, tapi baik sama adik iparnya, dan juga hormat sama saya,” puji Eki.
Ani yang mendengar suaminya dipuji oleh ayahnya sendiri, tersenyum senang.
“Iya dong, pak. Betulkan, saya nggak salah pilih dalam memberikan mantu sama bapak?” jawab Ani. Dulu, Eki memang sempat mempertanyakan keberadaan Samad. Maklum, pemuda itu boleh dibilang datang melamar anaknya dengan modal nekad.
“Dia nekad, karena dia cinta pada saya. Bapak jangan khawatir, lama-lama nanti, kami juga bisa mandiri. Daeng Samad, kan udah kerja,” bujuk Ani saat itu. Akhirnya, Eki terpaksa meluluskan permintaan Ani, putrinya menikah dengan Samad. Dia juga rela rumahnya dijadikan Samad dan Ani tempat grasak-grusuk menikmati bulan madu.
Hampir tiap malam ngeber Ani di dalam kamar. Pagi hari, keduanya mandi basah. Pemandangan itu berkali-kali dilihat oleh Wani. “Jangan bengong, ini urusan orang dewasa. Kamu penasaran ya?” suatu ketika Samad menggoda adik iparnya itu.
“Ih, siapa yang penasaran?” tangkis Wani malu-malu.
“Alaaa, bilang aja penasaran…” Samad terus menggoda. Wani berlari dengan wajah merah dadu. Samad pun terpesona melihat perubahan wajah adik iparnya itu. Wani terlihat begitu cantik, alami dan hm… pasti fulen…” otak Samad mulai ngeres membayangkan tubuh Wani. Dia berprinsip, sekali kayuh dua pulau bisa terlampaui.
Semakin hari, dia mulai meningkatkan intensitas untuk dapat berdua-duaan dengan Wani. Baik Ani maupun Eki, sama sekali tidak curiga. Dan Samad waktu itu, memang belum memperlihatkan niat aslinya. Apalagi, setiap malam, dia masih memberikan suntikan jatah pada sang isteri.
Hingga suatu ketika, saat Ani tidak ada di rumah, belanja ke pasar, Samad pulang mendadak. Dia hanya melihat Wani sedang menyetrika pakaian di ruang tengah. Dia juga tidak melihat keberadaan Eki, sang mertua.
“Wah, ini kesempatan baik, nggak boleh disia-siakan,” batin Samad dengan dada deg-degan. Wani heran melihat abang iparnya itu pulang cepat. Tapi belum sempat dia bertanya, Samad mendahului bicara. “Abang masuk angin. Tolong kerokin dong, Wan…” pinta Samad dan langsung membuka baju. Merasa kasihan pada abang iparnya, Wani buru-buru menghentikan setrikaannya. Dia menyiapkan minyak gosok sambil mencari benggolan uang logam.
“Udah, kalau nggak ada, ndak apa-apa. Saya punya benggolan, kog. Nanti aja di kamar…” kata Samad sambil mengajak Wani ke kamar.
Sampai di kamar, Wani mulai membuka tutup botol minyak gosok. “Mana benggol uangnya, bang?” tanya gadis remaja itu. Samad menatap Wani dengan tatapan lain, membuat gadis itu merasa heran.
“Benggolan asli, seperti ini, lho Wan…” tiba-tiba Samad berupaya membuka resliting celananya. Melihat gelagat yang tidak baik, Wani buru-buru hendak keluar meninggalkannya. Tapi Samad dengan cepat menangkap kaki Wani, dan terus mengelur betis gadis remaja yang sedang mekar itu. Tentu saja Wani meronta-ronta. Samad semakin beringas memegang erat kedua kaki Wani yang putih mulus itu. Dia betul-betul dirasuki birahi yang sudah sampai di ubun-ubun.
“Tenang dong, Wan, jangan meronta-ronta, nggak menyakitkan kog. Percaya deh sama saya,” bujuk Samad, mencoba menenangkan buruannya.
Eki yang kebetulan baru sampai di rumah, mendengar ribut-ribut di dalam kamar. Laki-laki tua itupun mendekat, ingin tahu apa yang terjadi. Astagafirullah, ucapnya terperanjat tatkala melihat Samad sedang berupaya memperkosa Wani, anak gadisnya. Sebagai seorang ayah, nalurinya bereaksi cepat. Buru-buru dia mengambil pisau, dan langsung, crek-crek, menusuk tubuh Samad yang sedang menindih tubuh Wani.
Seketika Samad pun mengerang kesakitan. Darah segar muncrat. “Bangsat kamu, udah kenyang dengan kakaknya, sekarang mau ngembat adiknya. Emangnya anak-anak saya ini kamu anggap apa?!” teriak Eki penuh amarah.
Kabar itu pun cepat tersiar, sampai polisi turun tangan. Samad yang sekarat, dilarikan ke rumah sakit Ibnu Sina Makassar. Eki dan Wani diperiksa di kantor polisi. Saat itulah, Ani, yang tinggal sendiri di rumah, merasa malu akibat perbuatan suaminya yang selama ini dibangga-banggakannya. Dia stres. Dalam kondisi seperti itu, Ani hendak mengambil jalan pintas. Sebotol racun serangga yang ada di ruang tamu, dia tenggak, glegek-glegek, sampai semaput. Para kerabat dan tetangga yang mengetahui hal itu, kalang-kabut membawanya ke rumah sakit. Untung nyawanya bisa diselamatkan. Juga mahkota adiknya, juga terselamatkan. Tapi, nama baik suaminya nggak bisa diselamatkan. Habis, mata keranjang sih.
No comments:
Post a Comment