Friday, March 28, 2008

Ponakan Buat Penakan


Akal dan moral Bardi, 47, rupanya sudah terlanjur jebol, sehingga tak tahu lagi batasan malu. Kalau tak puas lagi pada “pelayanan” bini di rumah, kan masih bisa cari kepuasan di luar. Lha kok dia malah menelateni Rini, 18, ponakan sendiri buat penak-penakan, mentang-mentang bisa gratis. Padahal, akibat petualangannya itu Bardi harus mendekam di sel polisi karena Rini ternyata hamil.

Tingkah polah Bardi sebagai lelaki memang memalukan, nyaris seperti kambing bandot saja. Mbak-mbeeeek maunya kawin melulu. Istri di rumah sampai capek rasanya mengimbangi libido suaminya yang terlalu tinggi. Coba bayangkan, setiap hari dia minta dilayani, bila bini menolak pasti nyap-nyap. Mending kalau hanya membanting pintu, banting istri pun bagi Bardi bukan masalah.

Istri Bardi sebetulnya cantik, tapi karena dijadikan budak nafsu suaminya, dia menjadi kurus kering macam grinting welut (belut yang dikeringkan).Kerut-kerut di wajahnya semakin banyak, sementara dadanya yang dulu penuh menantang, kini sudah seperti buah papaya yang kena penyakit. Apa lagi betisnya yang dulu mbunting padi, kini kurus menulang, mirip kaki manuk blekok mencari precil di sawah.

Karena kondisi bininya yang begitu, belakangan Bardi jadi kurang selera. Celakanya, dia kemudian mencari sasaran lain. Bukan pacaran lagi, melainkan mengincar ponakan sendiri, Rini, yang selama ini tinggal bersamanya. “Kalau ban, ini jenis radial Bleh, daya cengkeramnya luar biasa,” kata setan membujuk Bardi.

Asal tahu saja, gadis Rini memang cukup cantik di kelasnya. Kulitnya putih, mirip buliknya. Bodinya juga sekel nan cemekel (enak dipegang). Kalau boleh pinjam nama artis, Rini ini adalah sosok yang berwajah Desy Ratnasari, tapi berbodi Tika Panggabean. Pendek kata, enak dikekepi dan perlu!

Hari naas bagi Rini dimulai ketika buliknya pergi. Bardi yang sudah lama mengincar, merasa dapat peluang emas. Ponakan yang cantik itu pun lalu didekati, dirayu-rayu agar mau meladeni aspirasi arus bawahnya. Tentu saja Rini kaget setengah mati, masak pamannya begitu. “Rika aja kaya kuwe lik, inyong wedi diomehi bulik (Palik jangan begitu, saya takut dimarahi bulik), kata gadis yang tinggal di Jalan Pahlawan, Purwokerto (Jateng).

Iman Bardi memang terlanjur rontok, setelah setan gencar membujuk dan mempengaruhi. Bila negara adi kuasa bisa mengembargo ekonomi negara kecil, Bardi pun mengembargo Rini melalui jalur pendidikan. Katanya, bila tak mau melayani nafsunya, Rini takkan dibiayai lagi sekolahnya. Padahal cari kerja modal ijazah SMP paling-paling jadi pembantu, atau buruh pabrik.

Diembargo sekolahnya, lalu jadi pembantu atau buruh pabrik, memang sangat mengerikan bagi Rini. Dengan sangat terpaksa dia menyerahkan kegadisannya pada paman yang celamitan tersebut. Maka kejadian selanjutnya, Rini mringis kesakitan, tapi Bardi mrenges keenakan. Dia memang sudah tak peduli lagi dengan tatanan moral, biar ponakan apa salahnya buat penak-penakan.

Orang bila sedang dikuasai setan ya begitu itu, bawaannya pengin begituan melulu. Sekali dilayani, Bardi menjadi ketagihan. Lain waktu asal situasi di rumah cukup mantap terkendali, dia kembali mengajak Rini berpacu dalam birahi. Ancaman klasik selalu diberikan setelah terpuaskan hajatnya. “Jangan cerita ke mana-mana, ikuti pesan-pesan berikut ini,” begitu katanya seperti iklan teve saja.

Lima atau delapan kali sudah Bardi menodai ponakan sendiri, tak ada angka pastinya. Yang jelas, cukup seringlah. Kerena hal itu pernah dilakukan di masa subur, maka akibatnya perut Rini pun menggelembung berisi janin yang sudah berusia 6 bulan.Tentu saja buliknya bingung, kenapa ponakan bisa hamil sedangkan setahunya Rini tak punya pacar.

Awalnya ketika didesak buliknya Rini membisu saja. Tapi karena siang pagi sore selalu ditanyakan soal perutnya yang halim non PK itu, lama-lama Rini pun tak tahan. Dia lalu menyebut nama Bardi, ya pamannya sendiri. Buliknya terpekik kaget. Tapi habis itu segera melaporkan suaminya ke Polres Purwokerto. Tak perlu lagi klarifikasi segala, karena istri Bardi ini sudah hafal akan kelakuan suaminya.

"Olahraga" Bersama Pembantu


Kalau ada yang bilang lelaki itu seperti kucing, agaknya ada juga benarnya. Setidaknya untuk Daljono, 46, warga Semarang (Jateng). Di rumah sudah ada istri yang cantik, kok masih juga ngeloni pembantu. Ketika istrinya pergi, guru olahraga ini lalu mengajak Kasmi, 18, TKW domestiknya "olahraga" di ranjang. Saat pembantunya hamil, janjinya mau mengganti rugi Rp 35 juta, tapi ternyata hanya wacana dan retorika belaka.

Enak sebetulnya nasib Daljono sebagai kaum lelaki. Sebagai PNS, dia berprofesi menjadi guru olahraga di SMP. Sebagai kepala rumahtangga, dia memiliki istri yang cantik dan setia. Pintar mengatur belanja, bergaul baik dengan masyarakat sekitarnya. Karenanya orang suka ngalem (memuji) Daljono, mujur betul dia beristrikan Ratih, 42. "Andaikan itu sebuah kendaraan, aku mau kok tukar tambah," kata para tetangga.

Padahal, buat Daljono sih, biasa-biasa saja. Biar cantik putih bersih, karena tiap hari menunya itu melulu, ya ibarat orang makan ketemu sayur asem terus. Bosen. Pengin sebetulnya dia ada diversifikasi menu, setidaknya lalu mengikuti jejak Puspo Wardoyo. Tapi sebagai pegawai negeri, kan tidak boleh berbini dua. Lagi pula, gajinya jelas tidak mencukupi untuk mengasapi dua dapur sekaligus. Dus karena itu, biar hanya "sayur asem" ya harus dinikmati dengan senang hati.

Untuk membantu istrinya agar tidak kecapekan sebagai ibu rumahtangga, Daljono sejak 6 bulan lalu mengambil TKW domestik alias pembantu di rumahnya. Dia sengaja mengambil pembantu yang asal sekampung. Selain untuk memudahkan pengawasan dan pengamanan, Daljono juga ingin agar posisi "putra daerah" tak hanya diduduki oleh calon bupati dan gubernur. "Apa salahnya babu juga putra daerah, yang penting dia bisa diterima semua pihak," katanya saat meyakinkan pada istrinya.

Nah, jadilah Daljono mengambil TKW domestik tanpa melalui fit and properties, apa lagi persetujuan dewan, karena ini juga mutlak hak prerogatip dia sebagai presiden rumahtangga. Dan pilihan Daljono tidak meleset. Kinerja TKW domestik bernama Kasmi ini memang bagus. Dia tahu bagaimana melayani keluarga majikan. Dia sadar akan fungsnya sebagai pelayan dalam rumah tangga, bukan malah minta dilayani.

Celakanya, sebagai pembantu kenapa Kasmi ini berwajah cakep. Kulit juga putih bersih sebagaimana istrinya, bodi seksi menggiurkan. Tinggi sekitar 160 cm, berat badannya kira-kira 55 Kg netto, tanpa sepatu, baju dan dalemannya. Hanya ibarat buah-buahan, jelas Kasmi menang renyah, ada asem-asemnya sedikit, sehingga cocok sekali buat rujakan. "Memangnya kamu mau lotisan, Bleh? Silakan saja, biar pembantu kan yang penting rasanya, Bung!", kata setan mulai mengompori Daljono.

Andaikan mau jujur, sejak lihat pertama si Kasmi pendulum pak guru olehraga ini memang langsung kontak. Dia ingin sekali bisa menikmati "menu" baru yang bebas formalin itu. Dan sesuai dengan petunjuk bapak setan, Daljono pun mencoba mendekati pelan-pelan. Ketika istrinya bersama ibu-ibu PKK tetangga ke villa di Bandungan selama 2 hari, dia justru nyetel VCD porno saat Kasmi ngepel ruang keluarga.

Kasmi langsung terpana menyaksikan pemandangan yang jarang ada itu. Melihat TKW-nya menggeliat-menggeliat, Daljono segera memanfaatkan peluang itu. Kasmi langsung dibimbing ke ranjang. Awalnya menolak, tapi karena majikannya nyosor terus, dia tak bisa menolak. Walhasil, siang itu pak guru olahraga ini berhasil mengajari "senam istimewa" bagi pembantunya. Awalnya Kasmi mringis (kesakitan), tapi akhirnya mrenges (senyum). Kasmi kemringet, Daljono gemrobyos (mandi keringat).

Mulai saat itu, Daljono punya menu cadangan. Asal bini pergi Kasmi langsung ditarik ke kamar. Begitu selalu yang terjadi. Ironisnya, ibarat ban cadangan, justru ban serep itu yang sering dipakai sampai nyaris gundul. Entah berapa kali mereka berbuat, tahu-tahu perut pembantu itu melembung. Keluarganya tentu saja menuntut. Atas desakan Pak RT-nya di Ungaran tempat tinggal Daljono, dia siap menikahi TKW-nya tersebut. Repotnya, Kasmi tak mau disiri dan Ratih istrinya juga rak mau dimadu.

Agar semuanya enak, keluarga Kasmi akhirnya siap tak dinikahi asalkan diganti rugi Rp 35 juta. Bu Ratih memilih opsi ini. Hanya saja, karena Rp 35 juta bukan uang sedikit, hingga jatuh tempo perjanjian istri Daljono tak bisa memenuhi. Lantaran sudah dilobi tetap saja janji itu hanya wacana dan retorika belaka, terpaksa keluarga Kasmi mengadu ke Polres Semarang.

Habis enak-enakan, akhirnya Daljono pusing sendiri.

Iseng Bikin Puyeng


Selingkuh kalau hanya mikir enaknya tanpa memikirkan akibatnya, ya begini ini. Samijan, 40 tahun, jadi urusan Polres Purbalingga (Jateng) karena tega membunuh janda Tarmi, 34 tahun, yang dihamilinya. Tinggalah dia meratapi nasib di tembok dingin, sementara anak istrinya di rumah jadi korban kebengalan Samijan selaku kepala keluarga.

Ini sebetulnya kisah yang terlalu klasik, ketika seorang lelaki jatuh cinta pada janda tetangga sendiri. Apa lagi ketemu modelnya Samijan, warga Desa Limbasari Kecamatan Bobotsari. Dia memang paling gatel tangannya setiap melihat cewek cantik nganggur pula. Maka tak peduli di rumah ada anak istri, dia mencoba menelateninya. “Eh siapa tahu nyangkut,” begitu prinsipnya seperti tanpa beban.

Tarmi randa kempling (janda muda) yang tinggal selang beberapa rumah dari Samijan, memang sudah beberapa tahun lamanya menjalani hidup solo kerier. Entah kenapa dia tak buru-buru membangun hidup baru lagi. Padahal wanita model Tarmi tersebut sangat banyak permintaan. Begitu dilepas di pasaran pasti ludes diserbu konsumen.

Iseng-iseng Samijan mendekati, tanya kenapa membiarkan berlama-lama dalam kesendirian. Apa ora ngeman awak (sayang pada dirinya), atas kelebihan yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Tak baik terlalu lama menjanda. Apa lagi kata pemain ludruk Surabaya, dadi randha ngentekna klasa (jadi janda menghabiskan tikar). “Njaluk tak openi pa piye (minta saya yang ngurus, bagaimana),” kata Samijan, namanya juga iseng.

Akan tetapi jawab Tarmi lain lagi. Meski jadi janda, dia tak merasa gatel-gatel amat. Mengingat keberadaannnya kini akibat perceraian, dia harus selektif mencari suami pengganti. Tarmi tak mau lagi ketemu pria yang sekaliber dan karakter suaminya dulu, yang hanya doyan kelon tapi tak mau cari klepon. Dia sudah kapok punya suami yang hanya petentang petentang adol bagus (jual tampang).

Tapi alasan Tarmi yang demikian tak menyurutkan niat Samijan untuk mendekati dan mengisengi. Soalnya lelaki beranak empat ini punya analogi sendiri. Ibarat rokok, bagi yang belum pernah menikmati, seumur hidup tak kena tembako yang tenang-tenang saja. Tapi bagi yang pernah menikmati betapa nikmatnya rokok, lama tak ketemu gudang garam atau jisamsu, pasti ketagihan.

Inilah saatnya mempersembahkan “jisamsu” yang bebas tart dan nekotin, begitu pikir Samijan. Maka setiap peluang ada, dia mencoba merayu-rayu si randa kempling. Dari yang main colek hingga main cemol pantat. Dan karena Tarmi tak pernah protes serius, Samijan pun jadi semakin nekad. Sekali waktu ketika janda STNK itu di rumah sendirian, langsung disergap dan kena “jisamsu” dia punya.

Kejadian itu ternyata terus berlanjut. Tarmi yang semula menyatakan jadi janda tak gatel-gatel amat, lain waktu ketika disosor Samijan pasrah saja. Maka akhirnya ya menjadi sebuah rutinitas. Tanpa klepon, dia sudah mau diajak kelon. Bahkan entah pada hubungan intim yang ke berapa, tahu-tahu perut Tarmi menggelembung mengandung unsur janin.

Adegan mesum kembali terjadi beberapa hari lalu. Namun begitu selesai berbuat Tarmi berkisah tentang kondisi perutnya. Celakanya, Samijan tak mau tanggungjawab dengan alasan berat keluarga. Ketika Tarmi terus merengek, lelaki ini jadi panik. Janda selingkuhan tersebut langsung dibekap pakai celana, sampai kehabisan napas dan tewas. Habis itu mayatnya dibuang ke sumur dengan alasan agar dikira bunuh diri.

Hanya saja Samijan lupa, polisi tak sebodoh itu dikadali. Demi ditemukan mayatnya dalam kondisi mencurigakan, polisi lalu menyisir semua teman dekat Tarmi. Samijan pun diperiksa dan diinterogasi. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, lelaki iseng itu tak bisa mengelak lagi sebagai pembunuhnya. “Habis saya tak siap punya dua bini, Pak,” kata Samijan yang sedang puyeng, seakan menyesali keisengannya. (KR)

Berebut Daging dan Cinta WTS


Sebagai WTS agaknya kecantikan Parni, 20, selangit. Buktinya Nardi - Wahyu sampai berani bacok-bacokan demi "daging" tak lebih dari seperempat kilogram itu. Cuma karena Nardi jauh lebih muda dan perkasa, Wahyulah yang terkapar kena bacokan. Yang repot tentu saja polisi Polsek Bawen. Dagingnya tak kebagian mereka harus repot mengantar hidung belang muda itu ke RSU Ambarawa.

Antara Nardi, 22, dan Wahyudi, 27, sebetulnya sudah lama berkenalan, karena keduanya sama-sama tinggal di Desa Harjosari Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Tapi belakangan keduanya jadi bermusuhan, bagaikan kucing ketemu anjing. Apa yang jadi penyebabnya, ternyata hanya urusan cewek. Mereka bersaing memperebutkan cinta dan daging Parni, persis Indonesia-Malaysia dulu, ketika berebut pulau Ligitan.

Yang bikin orang terheran-heran, apa sih kelebihan Parni sehingga keduanya “jatuh bangun aku mengejarmu” seperti Megi Z saja. Soalnya, semua orang tahu bahwa wanita yang tinggal di Kompleks Tegal Panas itu sudah terlanjur jadi milik publik. Asal ada uang, siapa saja boleh bawa. Memang, Parni tak lebih seorang WTS di komplek pelacuran tersebut.

Agaknya pelayanan Parni lah yang membuat mereka sukar melepaskannya. Di ranjang, PSK satu ini memang punya daya cengkeram luar biasa macam ban Goodyear. Dia bisa melayani permintaan dan gaya apa saja. Baik Wahyudi maupun Nardi, asal sudah kena servis Parni, jadi merem melek dan lali purwaduksina (lupa segalanya). Lucunya, meski mereka sama-sama sering pakai, awalnya tak tahu bahwa sudah sekian lama ikut proyek Salome (satu lobang rame-rame).

Nardi baru sadar kalau Parni langganan Wahyudi, ketika WTS itu curhat tentang lelaki dari Harjosari yang cengkiling atau suka main pukul. Begitu sebut nama dan ciri-ciri, ternyata Wahyudi itu adalah tetangganya sendiri. "Trembelane, ternyata kita sama-sama putra daerah…," kata Nardi agak malu-malu.

Keluhan dan curhat Parni ternyata membuat Nardi prihatin dan simpati. Di lembah hatinya yang sangat dalam, dia tak rela bila WTS yang sudah terlanjur dicintainya itu disia-siakan oleh lelaki lain macam Wahyudi. Bagi Nardi, Parni adalah sosok wanita yang perlu disayang sekaligus digoyang. Di samping wanita itu dia merasa bahagia, di atas perempuan itu pula Nardi merasa berada di surga dunia.

Ada tradisi dan filusufi Jawa yang mengatakan: sadumuk batuk sanyari bumi. Artinya bahwa urusan perempuan harus dibela sampai mati. Berangkat dari soal itulah Nardi ingin menjaga martabat dan "martabak" kekasihnya dari kesewenang-wenangan lelaki lain. Nardi ingin Wahyudi menjaga dan memperlakukan Parni secara baik-baik sebagaimana dirinya. "Saudaraku, kita kan sama-sama sekampung dan satu sarung, betul tidaaaak", batin Nardi saat merancang kata-kata bagi Wahyudi tetangganya.

Tak menunggu hari lain, Nardi segera mencari Wahyudi. Bak seorang penganjur kebajikan, Nardi lalu menasihati tetangganya tersebut agar memperlakukan Parni secara manusiawi. Jika sudah tidak sayang sama dia, terus terang saja, karena Nardi siap merawat WTS itu secara baik-baik, bermartabat dan bebas dari pelanggaran HAM. Dan maukah lelaki itu menerima segala nasihat Nardi? Ternyata tidak!

Ihik, ihik, mau tertawa Wahyudi mendengar ceramah anak kemarin sore, yang buat kencing saja belum lempeng. Oleh karenanya dia terus saja nggebuk dan "nuthuk" Parni. Jika pelayanan wanita itu tak memuaskan, pukulan dan tinjunya mendarat. Tinggalah Parni menangis. "Dasar lelaki, asal sudah dilayani langsung ngorok dan main tonjok," kata Parni sekali waktu.

Kembali dia mengadu pada Nardi. Lagi-lagi mendengar tangisan kekasihnya, sehingga batas kesabarannya pun habis. Dia segera mengasah golok dan kemudian dibawa pergi untuk mencari Wahyudi. Pikir Nardi, kalau bisa dinasihati baik-baik, sukurlah. Kalau tidak, golok yang konon pernah makan korban pendita sanga itu siap pula memakan Wahyudi.

Agaknya Wahyudi tetap tak bisa menerima nasihat Nardi. Keduanya pun lalu berantem, saling pukul dan gebuk. Tak sabar lagi atas kelakuan rivalnya, Nardi mengambil golok di balik punggungnya. Dengan target untuk sekadar memberi pelajaran, bagian punggung golok tersebut lalu digetokkan ke kepala Wahyudi, pletakkk. Tak sampai mati, kecuali hanya luka-luka. Namun demikian Wahyudi segera lapor polisi dan Nardi pun ditangkap.

Hanya soal perempuan kok berantem. Lha mbok sudah, dikeloni bareng!

Thursday, March 27, 2008

Sopir Truk Nggragas


Sudah gemuk, pendek, item, doyan selingkuh; itulah kelakuan Kenthut, 40 tahun, dari Boyolali (Jateng). Bagaimana tidak? Sudah tahu Indri, 33 tahun, ini masih bini famili sendiri, lha kok “ditelateni” juga. Tapi untuk ke-nggragas-annya itu dia harus membayar mahal. Saat sopir truk pasir ini sibuk menyetubuhi bini Bagyo, 37 tahun, kepergok langsung oleh pihak berwenang (baca: suaminya). Segera saja dia ditarik dari ranjang, lalu dihajar bersama warga. Pak ketepuk, pak, gedebug, bresss!

Ini kisah perempuan kendho tapihe (rawan selingkuh). Kecantikan yang dimiliki Ny. Indri ternyata bukan hanya monopoli suami. Lelaki lain bila berminat dan pandai melobi, bisa saja menikmati tubuh mulus bodi seksi wanita dari Sumber Kecamatan Banjarsari, Solo tersebut. Padahal Bagyo suaminya juga cukup ganteng, pinter mencari duit lagi. Jadi apa sebetulnya yang kurang, sehingga Indri cari kepuasan di luar rumah?

Tapi namanya orang bermasyarakat kan hanya sawang sinawang (saling melihat) saja, tak tahu kondisi jerohan sesungguhnya. Seperti Bagyo misalnya, mesthi tampan dan pinter cari duit, tapi dia kurang mampu berbicara dalam percaturan ranjang. Dia menafkahi batin istri sekadar kewajiban saja, bukan lantaran hobi. Jadi pelayanannya sangat monoton, itu-itu melulu. Yang paling bikin Indri sebel, asal sudah terpenuhi kebutuhannya Bagyo memunggungi dan tidur mendengkur.

Ini yang sering membuat Indri tersinggung, sepertinya wanita hanya dibutuhkan untuk urusan begituan semata. Di ranjang mestinya selalu ada dialog, konsultasi, solusi, ada pencerahan dan keterbukaan, bukan sekadar buka-bukaan. Bagyo memang bukan lelaki romantis. Dia pikir wanita asal sudah dicukupi materi cukuplah. “Alah, wong wedok kuwi tugase rak ming mamah karo mlumah (perempuan kewajibannya kan makan dan melayani suami di ranjang),” begitu pendapat Bagyo.

Adalah Kenthut, warga Desa Tambung Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Sebagai sopir truk pasir, dia tak hanya tahu pasir urug, pasir kwarsa, pasir Tangerang dan pasir Galunggung, tapi juga tahu gelagat wanita yang harus asmara akibat cintanya yang mengering bak di padang pasir. Dari kaca mata lelakinya Kenthut tahu persis bahwa sebetulnya Indri bini familinya ini kesepian di tempat ramai, seperti ayam mati di lumbung padi.

Tak peduli bahwa Indri bini familinya, Kenthut mencoba menawarkan solusi. Di kala main ke rumah Bagyo, rayuan-rayuan kecil ala pulau kelapa dilancarkan. Lewat tembang Jawa ala ketoprak mataram, dia menyindir-nyindir kesepiannya Indri. “Bedhug tiga dhatan arsa guling, padhang bulan kekadhar neng latar, thenguk-thenguk lungguh dhewe (tengah malam tak bisa tidur, terang bulan bengong duduk sendirian di halaman),” kata Kenthut dalam sepenggal tembang Dandanggula.

Indri rupanya lumayan ngerti bahasa-bahasa sastra Jawa tinggi itu, sehingga tahu pula bahwa nada tembang itu diarahkan kepadanya. Dia senyum tersipu-sipu. Di samping merasa tersindir, Indri memang mengagumi suara bagus Kenthut. Rupanya orang gemuk pendek itu suaranya bagus. Sopir truk pasir ini memang suka loap-laop (nyanyi) mengikuti irama hati. Kaset di dashboard truknya saja isinya kaset-kaset Jawa melulu.

Kelanjutannya lebih seru. Bila situasinya aman terkendali, Kenthut suka mak-mek (pegang-pegang) tubuh Indri, khususnya di daerah nan rawan. Celakanya Indri hanya menepiskan secara lembut, sehingga bisa diartikan memberi peluang. Tentu saja si Kenthut jadi makin berani. Istri Bagyo ini digelandang ke kamar, lalu sebagaimana truk yang biasa dibawanya: di ranjang segera masuk perseneling satu, digas, pindah ke gigi dua dan tiga, digas lagi werrrr…. Kenthut-Indri sampai ke surga dunia!

Agaknya pelayanan supir truk ini memang luar biasa, buktinya Indri jadi ketagihan. Biar pendek item, tapi ngangeni. Maka lain hari dia mengacu system jemput bola, artinya: Indri yang mendatangi rumah kontrakan Kenthut yang sama-sama si Sumber. Di situ kembali keduanya berlaga, main persneling satu hingga empat, Kenthut menggeliat-geliat, sedang Indri merem melek biji matanya seperti mau loncat!

Hanya saja, asmara bawah tanah ini tak berlangsung lama. Bagyo yang curiga perilaku istrinya belakangan, diam-diam menguntit kepergian istrinya.Tahu-tahu kok masuk ke rumah Kenthut familinya. Ketika diintip, ya ampun, sopir truk itu tengah menyetubuhi Indri dengan nafsunya. Bagyo tentu saja emosi. Si gemuk pendek diseret dari ranjang dan dihajar. Sementara Indri melarikan diri, warga yang mendengar keributan itu mencoba melerai. Tapi begitu tahu duduk perkaranya, mereka malah berpastisipasi dalam gebuk. Untung saja polisi Polsek Banjarsari segera turun tangan.

Ada Bau Selingkuhnya


Selingkuhnya pasangan Indri-Ridwan dari Cirebon ini agaknya seperti kasus konglomerat korup di Indonesia. Ada bau korupsinya, tapi sulit pembuktiannya. Cuma bedanya, kalau koruptor diberi SP3 alias penghentian penyelidikan, Indri-Ridwan malah menempuh jalan P2R alias Politik Pisah Rumah yang kemudian dilanjutkan dengan T2SB alias: Tusuk-Tusukan Sampai Berdarah!

Indri, 25 tahun, memang cantik, karena itu Ridwan, 30 tahun, tak pernah tenang meninggalkan bininya lama-lama. Maklum di zaman era gombalisasi seperti sekarang ini, banyak setan lewat. Bisa datang dari kalangan teman sekerja, bisa pula muncul dari lingkungan tetangga. Bagi Ridwan yang ekonominya kurang mapan, intervensi bidang ekonomi memang bisa menyebabkan istrinya goyah iman. Dia sangat mencemaskan, gara-gara dipasok materil Indri rela menyerahkan onderdil!

Tak jelas dari mana sumbernya, tiba-tiba terbetik kabar Indri yang karyawan pabrik ini ada main dengan lelaki lain. Sebagai suami tentu saja Ridwan segera klarifikasi. Tapi Indri tidak mengaku, justru dia balik yang menuduh, suaminyalah yang dengan sengaja main asmara di bawah tanah. “Ala, sampeyan mau lempar batu sembunyi tangan ya….?” tuduh Indri ketus.

Ingatan Ridwan pun lalu kembali pada dalil lama bahwa “maling takkan pernah mengaku”. Lantaran bininya tak juga berterus terang sebagaimana maunya, dia memilih meninggalkan rumahnya di Desa Penipan Blok Mandar, untuk kembali pada orangtuanya. Dua anak hasil kerjasama cinta selama satu pelita berumahtangga, ditinggalkan begitu saja. Pikir Ridwan, dengan “embargo” semacam ini pastilah Indri akan kelabakan dibuatnya.

Akan tetapi rupanya embargo ekonomi Ridwan tak mempan. Bahkan Ridwan sendiri yang “pusing” di segala lini, karena sudah dua minggu lebih tidak “nyetrom” sebagaimana biasanya. Karenanya, dengan alasan kangen pada anak-anak, dia kembali mengunjungi rumah mertuanya. “Habis kangen sama anak, boleh dong kangen sama emaknya,” begitu pikir Ridwan.

Ternyata prediksinya meleset. Tiba di rumah mertua, istrinya menyambut dingin saja, sementara kedua anaknya disembunyikan entah di mana. Ridwan mencoba bertanya, tapi Indri tak menggubris. Bahkan dia pura-pura sibuk berhape-hapean dengan seseorang. Entah sekadar untuk memanas-manasi atau bagaimana, Indri tak pernah lepas dari kata: sayangku, halo cayang! Ya, kata sayang bukan pakai huruf s, tapi c. Bagaimana Ridwan tak empot-empotan jadinya?

Ingin rasanya Ridwan merebut HP itu lalu dibanting, brakkkk. Tapi dia sadar bahwa cara kasar itu takkan menyelesaikan masalah. Maunya karyawan pabrik ini, kena ikannya janganlah sampai keruh kolamnya. “Dapat goyangannnya, jangan pula malah malah meledak amarahnya,” begitu dia berprinsip.

Kesabaran Ridwan ternyata percuma saja, sebab setelah capek HP-HP-an Indri malah mengunci kamar dari dalam. Diketuk-ketuk dari luar tak juga dibukakan pintu. Terpaksalah Ridwan kembali ke kampung sendiri. Kepala mau ngebul rasanya, karena rasa rindu pada istri tak terlampiaskan, sehingga nyaris mengkristal jadi kemenyan.

Akhirnya Ridwan pun jadi kalap. Tiba di rumah dia mengambil pisau dan tali dan lalu kembali lagi ke rumah mertuanya. Perhitungannya tepat. Indri yang menganggap suami tak balik lagi, tak lagi mengunci kamarnya. Maka dengan leluasa Ridwan membalas dendam. Istri yang tengah tidur itu langsung ditusuk dadanya pakai pisau, juss. Indri pun berteriak, darah muncrat dari dadanya, ujung pisau itu nyaris mengenai jantungnya. Berkat teriakannya, Ridwan tak bisa melarikan diri karena langsung dikepung dan dibekuk warga.

Hebohlah kampung Penipan. Indri dilarikan ke RS Gunung Jati, dan Ridwan diseret ke Polres Cirebon. Dalam pemeriksaan dia mengakui berbuat nekad karena cemburu istrinya main selingkuh. Benarkah tuduhan itu? Nyatanya Indri justru menuduh suaminyalah yang selingkuh. “Lelaki memang bisa aja. Dianya yang selingkuh, kok malah menuduh istri, weeee…..,” kata Indri kesal. Benar-benar ruwet.

Mau Kondangan Apa Kelonan?


Ribet kali ya, kondangan ngajak bini? Makanya ketika istrinya, Reni 20, merengek-rengek mau ikut kondangan, Mujeri, 25, warga pengantin Ali ciracas (Jaktim) ini menjadi kalap. Bininya di hajar sampai jontor mulutnya, baru dia berangkat kondangan dengan pakai jas dan minyak wangi. Padahal sementara dia berhaha-hi dia arena resepsi, di rumah istrinya sudah siap-siap lapor polisi.

Ini kisah istri manja yang maunya mengekor kemana saja suaminya pergi. Tapi hal ini terjadi karena tanpa sebab akibat. Ny. Reni tahu persis, suaminya suka main cewek, mentang-mentang ganteng macam Farhan presenter Anteve saja. Makanya bagi Reni tanpa kewaspadaan nasional dan pengawasan melekat ala wapres Sudharmono dulu, Mujeri suaminya bisa hewes-hewes bablas sungguhan!

Namanya juga sumi yang ingin bebas merdeka tanpa tekanan pihak asing manapun, Mujeri tidak peduli dengan sikap protek istri yang terlalu ketat. Seperti hari Minggu kemarin dulu, ketika ada undangan perkawinan rekannya, ia bermaksud jalan kondangan sendiri. bahkan rerasanan dengan istri bahwa mau menghadiri resepsi perkawinan, juga tidak. Agaknya bagi Muheri, istri sekedar pelengkap penderita!

Digang depan rumahnya, Mujeri sudah pakai jas lengkap, berdasi, sepatu mengkilap dan minyak wangi dari ketiak sampai selengkangan. Dia mondar-mandir selalu mengawasi jalan raya, seperti menunggu seseorang. Ketika istrinya bertanya mau kondangan kemana, dia menjawab dengan ketus, " Mau tau aja luh...,"sahutnya sambil mengawasi sesuatu di jalan raya.

Untuk kesekian kalinya Reni terpaksa mencurigai suami ke perangai buruknya selama ini. Jangan-jangan dia sedang menunggu cewek yang mau menghampiri. Takut kecurigaan itu menjadi kenyataan, Reni pun bertekad mau ikut kondangan. Untuk mengimbangi suaminya yang ganteng, dia juga sudah siapa dengan busana muslimah ala Inneke Koesherawati. Jilbab warna hijau muda dipadu dengan baju dan bawahan yang sama-sama hijau tua, pasti cakep dech.

Akan tetapi niat Reni pupus ditengah jalan. Soalnya Mujeri bersikeras tidak mau mengajak istrinya kondangan. Dia beralasan, seluruh temannya juga tidak ada yang mengajak pasangannya. Ini acara khusus untuk kaum lelaki saja. " Udah kamu di rumah saja. Kalau butuh salad, nanti saya bawain, yang biru apa sawi kriting...?
malah meledek begitu ledek Mujeri.

Tanpa menanggapi ledekan suami, Reni langsung kembali kerumah dan berdandan, pakai busana muslim dan jilbab kesayangannya.Dengan langkah berjingkat-jingkat karena pakai hak tinggi, dia mendekati suami dengan penuh percaya diri. Tapi tak tahunya suaminya marah. Kata Mujeri mendingan tak jadiberangkat dari pada di kintil sang bini.

Iring-iringan suami itu kembali kerumah. Tapi setibanya di dalam langsung bininya di maki-maki habis-habisan. Renipun tak mau kalah. Dengan kepergian kondangan yang mencurigakan, dia menuduh Mujeri pasti mau selingkuh. "Ala kondangan segala buat alesan, abang mo selingkuh kan? Hayoo ngaku saja! "tuduh wanita tang tahu persis tabiat suaminya selama ini.

Kalimat itu baru saja selesai, tangan Mujeri langsung menyambar mulut istrinya plakk...! Reni kaget sekali. Tak biasanya suaminya sekasar ini.Selama ini yang terjadi, mulut disambar dengan mulut, alis bermesraan. Lha kok sekarang tega main tempeleng. Bapaknya saja yang membesarkan da membiayai tak pernah main tempeleng sama anak. Huuu, huuu, huuu, begitu tangis Reni melolong-lolong.

Akhirnya Mujeri kehilangan selera untuk pergi kondangan. tapi begitu istri nangis ungkep-ungkep dikamarnya, dia menyambar jasnya dan jadi juga kondangan dengan naik taksi. Padahal, sementara dia haha_hihi dengan rekan koleganya ditempat reseps, sang istri itu juga lapor ke Polsek Ciracas, minta agar Mujeri di tangkap atas penganiayaan pada bini sendiri.

Halah, halah, Mujeri. Bener kondonagan, apa...kelonan?

Bandot Kepala Hitam


Agaknya Mulyana, 44, lelaki tak pernah punya rasa jera. Dipecat dari Polri karena urusan perempuan, tapi itu tak membuatnya kapok. Terus saja dia berjuwang urusan seputar paha. Bini sudah dua Mulyana belum juga puas. Sejumlah anak tirinya mau dinodai, tapi hanya si Fitri, 17, yang termehek-mehek diperkosa hingga 3 kali. Benar-benar kambing bandot kepala hitam dia!

Tak diketahui pasti, apa penyebabnya lelaki dari Kalideres Jakarta Barat ini jadi gila wanita. Padahal pembawaan sehari-harinya cukup kalem. Tapi nggak tahunya, di balik kekalemannya tersebut dia sesungguhnya lelaki bermental serigala. Setiap melihat perempuan cantik, bawaannya mau main terkam saja. Mulyana memang selalu haus akan daging mentah!

Istri Mulyana lebih dari satu, kalau tak mau disebut dua! Ini diperolehnya ketika dia masih aktif jadi anggota Polri dan berdinas di Mabes.Tapi meski sudah punya dua kendaraan, dia belum juga kenyang jadi jago pacaran. Ditambah kasus lain, akhirnya Mulyana kena tindakan drastis, dipecat dari dinas Polri. Uniknya, kepada keluarga dan tetangganya tak pernah mengaku statusnya kini. Tiap hari dia masih petentang-petenteng berbaju polisi, meski kantornya di Polres Entah Berentah.

Kalau soal kedinasan bisa berhenti, soal “kehangatan” wanita dia tak pernah mau berhenti. Ketika masih berdinas dia bisa membeli wanita siapa saja suka, kini setelah tak punya duit Mulyana berburu sekenanya. Sejumlah anak tiri yang selama ini ikut padanya, selalu menjadi target operasinya. Memang istri keduanya yang bernama Yayuk, 40, ini memiliki tiga gadis beranjak dewasa. Mulus-mulus lagi.

Anak tiri pertamanya, pernah didekati dalam rangka mau ditelateni. Tapi karena tahu gelagat, dia menyingkir, menjauhi ibu dan bapak tirinya dari kampung Rawalele. Dia takut jadi korban “lele dumbo” yang bernama Mulyana ini. “Orangnya sih nggak seberapa, tapi “sungut” dan patilannya itu lho,” gumam si anak tiri sebelum mengungsi.

Hal itu tak membuat Mulyana berkaca diri. Lolos anak tiri pertama, kan masih ada dua stok lagi. Untuk kedua kalinya si lele dumbo ini mencoba menggerayangi anak tiri yang kedua. Lagi-lagi si anak tiri bisa berkelit, dan dia menyusul kakaknya, minggat dari rumah. Benar-benar bekas polisi ini jadi hama di rumah sendiri, cuma hama satu ini tahan fumigasi dan pengasapan.

Malangnya nasib diderita oleh anak tiri ketiga yang bernama Fitri. Lantaran kedua kakaknya tak pernah cerita tentang “bahaya udara” di rumah, dia tenang saja ketika di rumah hanya berdua-dua saja dengan ayah tirinya. Padahal sikap ini sama saja Fitri menghitung hari menuju kematian. Gadis bungsu ini memang belum kenal siapa “lele dumbo” bernama Mulyana itu.

Apa yang dikhawatirkan para anak tiri itu akhirnya benar-benar menimpa Fitri. Saat dia tidur sendirian di rumah, tahu-tahu ditindih oleh ayah tirinya, sementara tangan kasarnya mulai menyusup ke mana-mana. Sewaktu Fitri bilang: jangan begitu Pak, jangan begitu Pak, Mulyana menghardik galak. “Jangan begitu itu bumbunya apa? Ayo manut saja, bapak sayang kamu…,” kata Mulyana.

Nona manis yang sesungguhnya anak tiri itu terus mencoba berontak. Tapi Mulyana memang lebih kuat. Dengan ancaman mau dibunuh kalau tak menurut, terpaksa Fitri tak berkuti. Dia bertekuk lutut dan berbuka paha untuk ayah tirinya yang bermental serigala. Dan Mulyana pun melepaskan nafsyunya secara biadab: gusrak, gusrak, gusss…raakkk, Lalu ngorok ngggrrgg, nggergh….!

Itu tak berlangsung hanya sekali itu. Lain waktu ketika situasinya demikian mantap terkendali, kembali Mulyana menelateni si anak tiri. Setiap rumah sepi, Fitri dijadikan menu “sarapan kedua”. Maka hanya dalam tempo sebulan, sudah tiga kali gadis malang itu dilanggar kehormatannya. “Awas, kalau kamu cerita pada siapa-siapa,” ancam Mulyana setiap usai berbuat.

Setakut-takutnya Fitri akan ancaman, jika selalu jadi sasaran patilan si lele dumbo, akhirnya timbul pula keberaniannya. Beberapa hari lalu dia nekad bercerita pada Yayuk ibunya. Ibunya pun terkaget-kaget, sehingga ibu dan anak ini lalu mendatangi Polsek Kalideres minta agar Mulyana segera dibekuk dan dikandangi. Maklum patilan lele dumbo satu ini sangat mengerikan!

Terjebak Nafsu Si Entong


Ada yang bilang, lelaki selingkuh sampai keluar duit, itu goblok! Bila demikian halnya, Damhuri, 40 tahun, adalah lelaki paling bego se kota Semarang (Jateng). Betapa tidak? Demi memanjakan Endah, 30 tahun, selingkuhannnya yang cantik, dia sampai berani korupsi uang perusahaan Rp 170 juta. Padahal akibatnya, selingkuhnya belum katog (puas), Damhuri harus masuk sel polisi.

Teori di atas memang teorinya kaum hidung belang, yang menganggap wanita sekadar ajang pelepas syahwat. Karena dia nafsu melulu setiap ketemu cewek cantik, maka sedapat mungkin harus diperoleh secara prodeo alias gratis. Jika sebentar-sebentar harus mengeluarkan biaya, ya pirang mbetahan (tak selamanya kuat). Maklumlah, kebanyakan lelaki kan hanya kuat di onderdil bukan materil.

Ilmu beginian belum pernah didengar Damhuri, warga Karangsari Kidul, Semarang Tengah. Maka ketika kecantol janda cantik bernama Endah, dia begitu gampang duitnya demi memperoleh cintanya. Berapa saja wanita itu minta, Damhuri selalu berusaha memenuhi. Padahal Endah punya prinsip: seringgit si dua kupang, satu ringgit dibuka kutang, dua ringgit tidur telentang, sepuluh ringgit ranjang bergoyang!

Kasihan memang, prinsip plesetan Endah itu tak pernah disadari Damhuri. Asal dia kangen si janda, karyawan PT. “Sak-awan Rekasa” ini lalu menemui dengan segepok uang. Begitu melihat setumpuk uang 50 ribuan, barulah Endah menggebu-gebu melayani hasrat dan libido Damhuri. Janda satu ini memang sudah tak lebih seorang WTS saja. Padahal jika hanya begitu, dengan Rp 100.000,- di Sunan Kuning sudah entuk telu (dapat tiga).

Asal tahu saja, posisi Damhuri di perusahaan kontraktor itu bukan direktur atau komisaris, tapi hanya pelaksana, yang gaji bulannya belum menyentuh angka Rp 5 juta. Jika dia kelon seminggu dua kali bersama Endah, maka setidaknya dia harus membawa uang Rp 5 juta tunai. Padahal kucuran rejekinya tidak seperti lumpur Lapindo. “Oh beginilah cinta, saya harus kuat di kantong demi memanjakan “si entong”…..,” begitu Damhuri pernah mengeluh.

Halal haram tabrak saja, begitu prinsip Damhuri yang mulai kalap. Sebagai pelaksana proyek, dia mulai nakal. Ketika dapat borongan membangun gereja, dia manipulasi data pekerja. Pekerja hanya sekitar 25 orang, Damhuri bilang 50-an. Material begitu pula, habis pasir 100 truk dia menulis laporan 150 truk. Apa lagi semen, ini paling sering dicatut. Pemakaian semen 200 sak, Damhuri bilang 300 sak!

Istrinya di rumah, sama sekali tak tahu kenakalan Damhuri di perusahaan. Sebab uang hasil catut-mencatut tersebut memang tak mengalir ke rumah, tapi lari ke Endah yang cantik, sekel nan cemekel (enak dipegang) itu. Bahkan sering pula, Damhuri seharian tak pulang ke rumah, tapi nginep di rumah sijanda. Paginya mereka jalan pagi bersama, Damhuri pakai training putih, Endah pakai merah-merah. Jadi presis burung katuk bawang!

Damhuri memang sudah lupa keluarga, matanya ketutup kecantikan dan goyangan si janda. Padahal, sementara dia terpuaskan oleh kenikmatan-kenikmatan sekejap, Endah diam-diam bisa beli rumah lain dari hasil “meres” luar dalam Damhuri minimal seminggu dua kali itu. “Enak juga punya selingkuhan Damhuri, duit terus dipasok, “sawah” sepetakku tetap wutuh nggetuh (utuh)….,” batin Endah bangga.

Orang goblok macam Damhuri memang kelewatan. Rupanya dia tak pernah menyadari bahwa manipulasi-manipulasi yang dilakukannya bakalan terbongkar. Dan ketika dia sadar, semuanya terlambat. Lantaran proyek gereja tak kelar-kelar, pemilik protes dan terungkaplah kecurangan Damhuri. Pekerja yang dilaporkan 50 tiap minggu, ternyata hanya 25 orang, pantesan pekerjaan jadi lambat.

Laporan fiktip itu terus dikembangkan dan semakin terbongkarlah kebusukan Damhuri yang lain. Total jendral PT. “Sak-awan Rekasa” mengalami kerugian Rp 170 juta akibat dimanipulasi si tukang selingkuh. Hari itu juga Damhuri ditangkap dan dijebloskan ke sel Polres Semarang Tengah. Anehnya, ketika diperiksa masih saja dia merasa tak bersalah. “Apa salahnya memanjakan wanita yang dicintai,” begitu alasan Damhuri.

Apa salahnya? Dengkulmu mlocot, Mas!

Wednesday, March 26, 2008

Paha Di Malam Tarawih


Rame dan heboh deh di kalangan dalam RSI Tasikmalaya (Jabar). Dua orang karyawannnya jadi jadi urusan sesepuh kampung karena kepergok “indehoi” di rumah kost. Yang bikin warga dongkol, Yana dan Yani ini pacaran tak tahu waktu. Bayangkan, di saat warga pergi ke mesjid salat tarawih cari pahala, mereka malah sibuk urusan paha!

Ini kisah muda-muda yang baru dimabuk asmara. Yana, 25 tahun, yang karyawan RS Islam Tasikmalaya, jatuh cinta pada Yani, 22 tahun, yang juga pegawai rumahsakit yang sama. Hanya di bagian apa, tidak begitu jelas. Yang pasti, jalinan cinta mereka berlangsung sudah lumayan lama. Meskipun hal itu belum sampai ke pihak yang di atas, maksudnya ayah dan ibu mereka masing-masing.

Namanya orang pacaran memang ingin selalu ketemu, dan bermesraan. Tapi Yana-Yani memang kelewatan, sudah ketemu di kantor masih juga suka telpon-telponan lewat HP dan SMS. Sampai-sampai Yani pernah mengingatkan, selama puasa jangan telpon-telponan dulu ya. “Hanya makruh sih, tapi kalau kamu merayu-rayu di siang hari, jadi haram,” kata Yani.

Dasar Yana cowok nekad. Meski siang hari dilarang telepon, malam harinya ajeg ngapeli doinya di Kelurahan Mulyasari Kecamatan Tamansari, Tasikmalaya Kota.Begitu sudah berbuka, makan kolak dan makan nasi, Yana langsung meluncur ke rumah si dia. Kalau sudah begini, Yani jadi tak bisa tarawih. Dia terpaksa menemui tamunya yang ndableg tak tahu diri. Tapi karena namamya pacar, Yani banyak maafnya dan mau memahami.

Urusan anak muda yang dimabuk asmara memang jadi suka melebar ke mana-mana. Bila sebelumnya cipika-cipiki (cium pipi kanan-kiri) sudah nerima, lama-lama pengin nambah. Begitu pula yang terjadi atas Yana-Yani, gaya pacaran mereka jadi lebih berani. Tapi apakah sampai tingkat hubungan suami istri, ini yang belum ada jurnalnya.

Kebiasaan Yana yang suka mengunjungi doinya di kala jam-jam salat tarawih, lama-lama menjadi titik perhatian warga. Pernah ada yang menegurnya, tapi Yana tak ambil peduli. Terus saja dia “apel” di kala orang-orang pergi ke mesjid. Sepertinya dia memang sengaja mencari kelengahan warga.

Orang-orang di Kampung Babakan tempat tinggal Yani, tentu saja jadi gemas. Beberapa hari lalu ketika baru saja turun dari mesjid, ada yang iseng nyatroni rumah Yani. Ini dia, motor Yana ada di luar. Lalu ada yang iseng, mengintip. Masya Allah, keduanya sedang “patuk-patukan” seperti burung di kamar, tapi baju sudah mulai awut-awutan. “Gila, puasa-puasa bukan cari pahala malah sibuk urusan paha,” omel sang pengintip.

Lalu sang pengintip pun mengajak sejumlah teman, dan digerebeklah Yana-Yani itu. Tentu saja mereka terkesiap dan berdalih tidak melakukan apa-apa, kecuali hanya ngobrol-ngobrol saja. Tapi alasan itu tak mereka terima. Kebenaran pengakuan dicek nanti di depan Pak RT. Dengan pakaian belum rapi benar kedua karyawan rumahsakit itu lalu dibawa ke sesepuh kampung yang kebetulan juga jadi Pak RT.

Agak tertolong nasib dua sejoli itu. Karena ketika tertangkap basah hanya sedang “patuk-patukan”, mereka tak dipolisikan, kecuali hanya dinasihati panjang lebar, disaksikan sejumlah saksi mata. Tak tahu jelas, masuk sanubari tidak kuliah moral jadi tontonan orang itu. Yang pasti keduanya menyatakan kapok dan takkan mengulangi lagi perbuatannya.

Kalau Yani-Yani melanggar, sanksinya apa? Kawin hansip sajalah.

Memburu Gadis Joss



Benar-benar kejam kelakuan Yatmin, 25 tahun, orang dari Purbalingga (Jateng) satu ini.Bila Sumanto makan mayat, dia tega mau menceraikan bininya yang baru hamil. Padahal alasannya, hanya pengin kawin lagi dengan gadis cantik yang lebih joss. Tapi giliran ditolak bininya, Ny. Yustiah, 22 tahun, malah digebuki sampai babak belur.

Antara cinta dan bosan batasannya memang tipis sekali. Ketika cinta sedang menggebu, apapun ditempuh demi si doi. Tapi bila sudah tercapai, kemudian terpuaskan dahaga asmaranya, kebosanan mulai menghantui. Tanpa dosa tanpa masalah, bininya mau dilepaskan, demi mengejar kembang lain yang tengah menawarkan sejuta aroma.

Rupanya ini pula yang dialami Yatmin, lelaki dari Desa Tunjungmuji, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga. Dulu ketika masih tahap naksir Yustiah, setiap hari mondar-mandir lewat depan rumah sigadis, sampai-sampai halamannya jadi maluh (becek) karenanya. Jangankan lihat ceweknya, baru lihat rumahnya saja sudah senang sekali Yatmin.

Untungnya cinta Yatmin atas Yustiah tidak bertepuk sebelah tangan. Keduanya pun lalu menikah resmi di KUA. Dalam tempo 2 tahun, 1,5 anak telah lahir. Maksudnya, kini pasangan Yustiah-Yatmin sudah punya satu momongan, ditambah setengahnya lagi masih dalam kandungan. Maklum, begitu anak pertama lahir, 40 hari setelahnya Yatmin sudah produksi lagi. “Inyong kuwatir kedhisitan setan mbokan (aku khawatir kalau keduluan setan),” kata Yatmin.

Menyaksikan istrinya mengandung anak kedua, mestinya Yatmin jadi lebih sayang pada bininya. Tapi yang terjadi justru tidak demikian. Di kala istrinya berbadan dua, dia malah punya gagasan lain. Yakni dia punya gebedan baru, gadis cantik yang menurutnya serba menjanjikan. Gadis itu orang wetanan, yang bahasanya santun dan halus, tidak pating plekuthuk seperti bininya.

Enaknya orang pacaran membuat para pelakunya jadi lupa segalanya. Misalkan saja ketika sicewek mengajukan syarat, berani tidak menceraikan istri pertama, dengan gampang Yatmin menjawab: siapa takut. Kalau si istri tak mau dicerai? “Ya kudu dijiat, nganti dewekna gelem koh (ya dipaksa sampai dia mau),” begitu Yatmin menggampangkan masalah.

Namun ternyata itu hanya teori. Ketika berhadapan langsung dengan bininya, Yatmin tak berani memaparkan wacana gilanya. Setiap mau ngomong, tiba-tiba seperti nyangkut di kerongkongan. Apa lagi ketika melihat perut istrinya mulai sedikit mengembang dalam usia kandungan anak keduanya yang 5 bulan jalan.Lagu “teganya….teganya…..” milik Megie Zet sepertinya juga selalu mengganggu.

Sialnya, gara-gara jaminan Yatmin, kekasih baru orang wetan itu mau saja menyerahkan “aset” nasionalnya yang paling berharga. Akibatnya, “jatah” Yatmin di rumah jarang dilirik. Padahal biasanya, bini hamil pun juga ditelateni. Kata Yatmin kala itu, kegiatan “nyepuh” bisa menguatkan janin, sehat dan rosa-rosa…. macam mbah Maridjan!

Yang namanya istri, tentu saja sangat tahu perubahan sikap suaminya. Dia pun lalu klarifikasi, kenapa suaminya kini tidak lagi ramah alias rajin menjamah? Merada dapat peluang untuk membuka wacana, Yatmin pun sambil bisik-bisik menyampaikan niatnya untuk menceraikan istri, agar bisa mengawini sigadis wetan. “Alah busyet, rika kakehan reka kang, egin bisa ngliwet kentel pengin rabi maning (ya ampun, belagu amat, baru bisa masak pera sudah mau kawin lagi),” omel bininya.

Akan tetapi Yatmin terus memaksakan kehendak, meski bininya tidak mau dicerai dengan alasan masih hamil. Ngotot sama ngotot, akhirnya tengah malam keduanya berantem.Yatmin tak hanya kera di mulut, tapi tangan juga maju. Yustiah yang baru halim non PK itu ditendang dan ditempeleng sampai babak belur. Esok paginya bini malang itu mengadu ke Polsek Karangmoncol.

Suami Pergi Bini Digerayangi


Aneh memang, yang pegel-linu pasiennya, kok malah yang pegel-nikmat dukun pijatnya. Terapi pengobatan cara apa itu? Cara apa lagi, kalau bukan caranya dukun cabul Mat Jais, 35? Tapi gara-gara kenikmatan sesaat itulah dia dilaporkan ke polisi oleh Ny. Dewi, 42, pasiennya. “Bayangkan Pak, sementara suami pergi melengkapi persyaratan, dia malah sibuk ngobok-obok saya…,” tutur wanita dari Duri Pulo (Jakpus) itu pada polisi.

Terapi pengobatan gila-gilaan ini memang berawal dari kecerobohan Ny. Dewi, yang tampangnya cantik, tapi goblok! Bagaimana tidak? Ketika ada gangguan di tubuhnya, dia bukan mendatangi dokter ahlinya, tapi malah pergi ke pengobatan alternatip. Mungkin demi pengiritan, mungkin juga saking kuatnya promosi si dukun yang pernah didengarnya.

Ilmu pengobatan tradisional dukun Mat Jais memang sudah banyak didengar di kalangan relasi dan kolega Ny. Dewi. Prestasi dan keampuhannya telah banyak dirasakan. Hanya dengan pijitan tertentu di bagian yang terasa sakit, keluhan itu akan segera hilang. Hebatnya lagi, Mat Jais ini tak mau pasang tarif. Diberi berapapun pasiennya, diterima dengan senang hati. ‘Ikhlas dari ibu, halal bagi saya….,” begitu orang-orang menirukan prinsip Mat Jais yang rada-rada berbau tukang ngamen.

Kebetulan kali ini yang jadi pasiennya Ny. Dewi, warga Duri Pulo Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Sudah beberapa waktu lamanya dia mengalami gangguan metabolisme pada tubuhnya. Efek yang dirasakan badan menjadi pegel linu, keluar keringat dingin, siang panas, malam dingin. Nafsu makan hilang, nasi sesendok pun tak bisa masuk, tapi lontong empat biji habis!

Akhirnya dukun pijat Mat Jais pun jadi harapan satu-satunya. Dukun muda itu segera dipanggil datang ke rumah. Celakanya, sebagai dukun muda Mat Jais tak bisa melihat barang mulus bebas dempul. “Belanja kue ke Pasar Senen, tetangga cantik tak mau ikut. Kesehatan memble jangan dianggap tumben, segera baik dengan cara diurut,” begitu pantun promosi Mat Jais begitu tiba di rumah Ny. Dewi.

Hati kecil Mat Jais memang terkagum-kagum pada calon pasiennya ini. Ini memang pasien yang jarang ada. Sudah cantik, kulit putih mulus lagi, ditambah bodinya yang seksi menggairahkan. Maka begitu melihat Ny. Dewi, otak si dukun pijit ini jadi ngeres. Bagaimana ya caranya agar bisa memanfaatkan segala kelebihan wanita itu dengan atas nama pengobatan?

Cara jitu pun segera ditemukan. Jaka, 48, suami Dewi yang kala itu menunggui terapi pengobatannya, diminta menyiapkan sejumlah piranti untuk kelengkapan pengobatan. Sengaja syarat-syarat itu ujudnya segala sesuatu yang tak bisa diperoleh di warung-warung atau pasar terdekat. Segala minyak pengobatan cina disebut, sehingga memaksa Jaka harus memburunya ke daerah Pasar Jatinegara.

Agaknya syarat aneh-aneh itu tak dicurigai oleh Jaka, sehingga apa yang disebut dukun Mat Jais dia segera menyanggupi. Dengan menggunakan sepeda motor dia pergi mencari minyak-minyak urut nan manjur itu. Padahal sejatinya, begitu Jaka amblas dengan motornya, Mat Jais mulai menerapkan “renstra” alias rencana strategis jangka pendek maupun jangka panjang, agar Ny. Dewi ini kelojotan dan menggelinjang!

Yang pertama kali dilakukan adalah, memerintahkan pasien cantik itu untuk melepas segala pakaian yang dikenakan, alias telanjang bulat. Alasan pun disiapkan, katanya agar jampi-jampinya nanti lebih meresap. Ketika Ny. Dewi menyatakan keberatan, Mat Jais menurunkan sedikit persyaratannya. “Ya sudah pakai sarung nggak apa, tapi harus tetap telanjang lho ya….,” instruksi Mat Jais.

Agak-agak sedikit risih, Ny. Dewi memenuhi persyaratan itu. Diapun hanya mengenakan sarung saja, sementara Mat Jais mulai memijit daerah-daerah yang dianggap titik sumber penyakitnya. Ketika Dewi agak lengah, tiba-tiba Mat Jais meremas dua gunung kembar di dada pasien yang jelas bukan Merapi dan Merbabu itu. Ketika Dewi kaget dan protes, Mat Jais dengan cepat beralasan: maaf, titip penyakitnya ternyata di situ. Maka meski pemiliknya protes, ditelateni terussss!

Namun Mat Jais tak hanya puas sampai di situ. Pada kesempatan lain, jari telunjuknya justru masuk ke “perangkat lunak” Ny. Dewi yang mustinya hanya menjadi wilayah pribadi Jaka suami sang pasien.Kali ini si paseien baru sadar bahwa telah salah pilih dukun cabul. Maka sebelum suami pulang, dia segera mengusir Mat Jais sekalian memberikan ongkos pengobatannya. “Enak bagi kamu, tapi tidak enak bagi saya…,” omel Ny. Dewi ketus.

Ketika suami pulang, Ny. Dewi segera menyampaikan segala kecabulan dukun Mat Jais. Tentu saja Jaka marah-marah, tapi dukun cabul itu sudah tak ada di tempat. Jalan satu-satunya hanyalah melapor ke polsek Gambir, dengan tuduhan pencabulan penggerayangan. “Masak, payudara saya diremas-remas, pengobatan macam apa itu,” gerutu Ny. Dewi berkepanjangan.

Iseng Bikin Puyeng



Semula Herdi, 40 tahun, menjawab SMS nyasar itu sekadar iseng. E ternyata berlanjut. Ketika ketemu langsung pengirimnya, kok cantik juga ya. Lupa anak istri di rumah, gadis Winda, 20 tahun, itu pun dipacari dan digauli bahkan dibawa lari. Dari Yogyakarta hingga Jakarta selama 12 hari, kenyanglah Herdi menikmati kemulusan tubuh Winda. Tapi tiba-tiba keluarga si gadis menuntutnya, tinggalah Herdi menikmati kepuyengan itu.

Ini kisah iseng lelaki puber kedua. Dalam usianya yang lima windu, dorongan atay libido Herdi sebagai lelaki memang meningkat tajam. “Jatah” di rumah yang biasanya dialokasikan 3 kali seminggu, dia suka menambah sendiri. Bahkan pernah pula kejadian, bini sudah dandan cantik mau kondangan, diseret ke kamar hanya untuk memenuhi hasratnya. “Nanti mandi lagi ya nggak apa-apa,” begitu kata Herdi yang kesetanan.

Tapi penambahan jatah itu pun rupanya tidak cukup bagi Herdi.Hal ini dimulai ketika di HP-nya masuk SMS dari seseorang yang tak dikenal. Tahu bukan SMS untuknya, dia iseng mencoba menjawab. Ee, ternyata terus nyambung juga. Bahkan ketika Herdi melempar SMS sedikit nakal, penerima SMS di seberang sana menjawab pula dengan kata-kata yang nakal. Sama-sama penasaran jadinya.

Informasi-informasi lewat SMS itu menunjukkan bahwa pengirim SMS nyasar itu adalah seorang cewek. Saking penasarannya, Herdi mengajak berkenalan langsung di darat alias temu muka. Ternyata cewek itu tak keberatan. Jadilah mereka amprok di Semarang . Ternyata tak salah, pengirim SMS nyasar itu gadis cantik bernama Winda, tinggal di Pondok Raden Patah, Sayong, Demak. Herdi pun langsung kesengsem.

Agaknya bukan dia saja yang kesengsem. Sigadis yang usianya terpaut separuhnya itu ternyata juga tertarik pada penampilan Herdi. Meski pegawai Kecamatan Tembalang, Semarang ini sudah buka kartu bahwa sudah punya anak istri, bagi Winda itu bukan masyallah. Buktinya, ketika diajak jalan ke mana-mana, dia nurut saja. Bahkan ketka tubuhnya disenggol-senggol dan diraba-raba, Winda sama sekali tak menolak.

Tali asmara Herdi-Winda agaknya sudah makin menguat saja. Terbukti keduanya merencanakan perjalanan jauh dari Semarang-Yogyakarta-Jakarta. Dengan tanpa pamit ayah bunda tentu saja, Winda pun meninggalkan Sayong, bergandengan tangan bersama si doi menuju Yogyakarta . Di kota gudheg ini, Winda mulai “diuleg”. Maksudnya, dalam sebuah losmen tempatnya menginap, untuk pertama kali dia menyerahkan kegadisannya pada Herdi.

Indahnya malam pertama bersama Herdi yang sudah kaya pengalaman, membuat Winda ketagihan. Lain waktu ketika diajak berhubungan intim, mau saja dia. Bahkan ketika sudah dibawa ke Jakarta , hubungan intim mereka sudah selayaknya suami istri saja. Kapan saja Herdi minta, Winda langsung memberikannya. Pendek kata seperti resep dokterlah, tiga kali sehari sesendok makan, tanpa kocok dulu sebelum pakai!

Ketika Winda-Herdi sudah glegeken (baca: kenyang) mereguk asmara haram selama 12 hari, keduanya kembali ke Semarang . Pegawai kecamatan itu kembali ke keluarganya, dan Winda pun juga kembali ke rumah orangtuanya di Pondok Raden Patah. Dia tetap tenang saja, sepertinya tanpa merasa berdosa. Begitu pula Herdi, dia santai saja, karena hubungan suami istri tersebut dilakukan mau sama mau, tanpa tekanan pihak manapun, kecuali memang harus ditekan-tekan!

Asyik bagi Herdi-Winda, tentu saja nyeseg bagi keluarga si gadis. Mereka amat marah demi putrinya mengaku dibawa ke Yogyakarta-Jakarta dan selalu disetubuhi di sana . Keluarga Winda segera mengadu ke Polres Semarang Timur. Walhasil Herdi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, tahu-tahu digelandang polisi atas tuduhan melarikan anak gadis orang.

Heran dan terkaget-kagetlah Pak Camat dan teman-temannya. Herdi yang sedang mengambil cuti itu ternyata telah membuat karya cipta yang spektakuler. Tapi kata Pak Camat, mengingat Winda sudah punya KTP, berarti sudah gadis dewasa. Dengan demikian, karena sudah dewasa dan mau sama sama mau, meski tetap kena sanksi, tapi hukumannnya tak seberat yang melarikan anak gadis di bawah umur.

Cuma Ditipu Luar Dalam



Kalau ada orang paling goblok se Kabupaten Karawang mungkin hanya Salimah, 30, lah orangnya. Sudah tahu suaminya cuma sanggup mengawin siri, kok minta apa saja dituruti. Dari sepeda motor sampai uang tunai. Padahal begitu kenyang mengobok-obok luar dalam, Matseh, 40, enak saja kabur meninggalkan Salimah merana seorang diri.

Antara jodoh dan rejeki, tidaklah selalu berjalan seiring. Maklum, garis peruntungan seorang perseorang memang tidaklah sama. Ada yang lancar jodohnya, tapi seret rejekinya. Ada pula yang lancar rejeki, tapi seret di jodoh. Yang paling mujur tentu saja, lancar di perjodohan, lancar pula dalam mencari rejeki. Tapi kalau rejeki seret, jodoh juga seret, mendingan mati saja. Hussy!

Wanita muda dari Karawang bernama Salimah ini rupanya begitu. Soal rejeki dia lancar-lancar. Dalam usia segitu dia sudah memiliki usaha yang lumayan maju, sehingga bisa membiayai keluarga dan adik-adiknya. Tapi soal jodoh, ya begitulah. Hingga usia kepala tiga, belum ada satupun lelaki yang sudi menjadi pamajikan (suami). Maklumlah, wujud lahiriahnya memang kurang menjual. Ibarat kertas, yang dicari lelaki kan yang jenis HVS, sedangkan Salimah ini jenis kertas koran, yang ditulisi mblobor!

Akan tetapi, di era gombalisasi begini tak semua lelaki mencari wanita berkelas kertas HVS. Jika motifnya sekadar mengejar materi atau takut miskin, banyak juga lelaki ganteng mau kawin dengan gadis kelas kertas koran tersebut. “Ditulis mblobor biarin, yang penting kita bisa numpangi dan numpang hidup…,” begitu prinsip lelaki penganut paham kebendaan.

Lelaki berpendirian macam begitu salah satunya adalah Matseh dari Telukjambe, Karawang. Maka ketika dia berhasil kenal dengan Salimah yang bertampang amburadul, ya nggak masyalah. Yang penting wanita itu beunghar (kaya), bisa digerogoti uangnya untuk kesejahteraan keluarganya di rumah. Bagi Matseh, cantik dan jelek kan sama saja. Semua itu hanyalah “angkatannya” saja, setelah ke sononya ya sama saja lah iyauwww….!

Sebetulnya Matseh di rumah juga sudah punya anak istri. Tapin setelah tahu Salimah begitu mbebeki mencari jodoh, untung-untungan dia tampil ke gelanggang. Sayang bila wanita kaya dan punya usaha mapan itu lepas dari genggaman. Maka begitu berhasil kenal dengan Salimah, belum-belum dia sudah mendeklarasikan statusnya. “Saya perjaka tua dari Telukjambe, juga sedang mencari jodoh,” demikian pengakuan Matseh.

Untungnya Salimah langsung percaya. Cuma untuk sekadar penjajagan dia juga bertanya: kenapa seganteng dia kok belum laku kawin? Tapi jawab Matseh gampang saja. Katanya, jaman sekarang cewek memandang lelaki bukan karena onderdil, tapi materil.Jadi meski ganteng seperti dirinya, jika tak punya nilai ekonomi yang hanya dilirik dengan sebelah mata.

Akhirnya Salimah iba jadinya. Lantaran dia sendiri juga kebelet punya suami, tanpa malu-malu dia menawarkan diri, mau nggak kawin dengan perawan tua tapi kaya? Siapa dia? “Ya aku ini. Tapi sampeyan kawin sama aku, tak usah kerjalah. Yang penting rajin minum madu dan telur mentah saja, cukup….,” kata Salimah sedikit ngabodor (melawak), dan Matseh langsung mafhum.

Matseh-Salimah akhirnya sepakat, untuk segera menikah. Uniknya silelaki hanya bersedia dengan kawin siri saja, alasannya biar praktis. Katanya, kalau kawin KUA kan bertele-tele. Sedangkan kawin siri meski belum ada STNK/BPKB, “kendaraan” itu kan sudah sah dan halalan tayiban dinaiki. Makanya, siri itu kan kepanjangan: sidikit risikonya!

Ide konyol Matseh pun diterima dan keduanya menikah siri di depan pegawai KUA. Sejak hari itu mereka sudah sah jadi suami istri secara agama, bisa “mbelah duren” kapan saja dan di mana saja. Cuma anehnya, beberapa hari setelah menjadi suami istri, Matseh sudah merengek-rengek minta dibelikan sepeda motor. Karena Mumum memang kaya, maka langsung dibelikan saja.

Namun anehnya, baru seminggu sepeda motor itu disuruh menjualnya lagi. Demi suami tercinta, Salimah pun menuruti saja. Lucunya, melihat duit Rp 8 juta kontan, kembali Matseh merayu. “Pergi kondangan hijau bajunya, makan salad bareng suami. Bini pujaan pinjamilah uangnya, tak sampai seabad pasti kuganti…” begitu Matseh berpantun.

Istri baru Matseh memang nurutan, sehingga duit itupun diberikan. Tapi lain minggu sudah kumat lagi, bahkan mau pinjam duit Rp 50 juta, katanya untuk modal usaha. Karena tak ada uang tunai sebanyak itu, demi suami Salimah pun meminjam pada bank dengan jaminan sertifikat tanah. Celakanya, setelah menggondol duit setumpuk Matseh minggat dari rumah istrinya di Desa Arjasari, Kecamatan Rengasdengklok. Sedangkan ketika dilacak di Telukjambe, ternyata Matseh sudah punya anak bini.

Habis manis sepah dibuang, habis harta suami tunggang-langgang!

Cintaku Kandas di Babu


Alah…alah, hanya pembantu saja dibelai sampai mati. Tapi memang begitulah jalan hidup yang ditempuh Ujang, 33 tahun. Daripada ditolak cintanya oleh Minah, 26 tahun, pembantu rumahtangga dekat kantornya, mendingan mati saja. Padahal di kampung, dia sudah punya anak bini. Lagi-lagi, dasar kaum lelaki, sudah punya satu masih kurang lagi!

Tak bisa dipungkiri, kaum lelaki tak bisa hidup tanpa perempuan. Bahkan yang sudah punya jatah satu saja, suka nambah-nambah sampai empat. Padahal, para kolektor bini tak selamanya adil membagi cinta kasihnya pada keluarga. Kebanyakan, hanya kuat di onderdil tapi kedodoran di materil. Maka sering terjadi, antar para madu berantem sampai bunuh-bunuhan.

Ini Ujang yang tinggal di Kampung Dukuh, Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur, lagaknya seperti orang bonafid saja. Bekerja hanya sebagai pegawai biasa, coba-coba mau berbini dua. Lebih ironis lagi, yang ditaksir belakangan adalah Minah, seorang pembantu rumahtangga dekat kantornya di bilangan Kramat Jati Juga. “Biar pembantu, yang penting rasanya Bung!,” begitu tangkis Ujang bila diledek teman-temannya.

Kalau Ujang sampai jatuh cinta pada si Minah, banyak penyebab dan alasannya. Pertama, ya itu tadi; Ujang tak bisa hidup tanpa wanita. Sebab sejak jauh dari bininya di kampung, dia sering kesepian di malam hari. Kalau masuk angin, tak ada yang ngeroki. Kalau “kepingin”, tak ada yang meladeni. Kepengin itu apa, tunggu penjabarannya sampai ramadhan selesai.

Adapun yang kedua, biar pembantu si Minah ini penampilannya lumayan cantik. Biar pembantu dia badannya tak gembrot pendek, biar TKW domestik dia kakinya tida njeber (melebar). Maka di mata Ujang, dia sangat layak dijadikan “termos” kedua, sebagai cadangan termos pertama yang jauh di kampung. “Mana kala saya haus, kan tinggal minum glek glek glek, gitu…..,” pikir Ujang.

Halunasi (khayalan) Ujang memang indah, tapi begitu diaplikasikan pada fakta, berantakan. Soalnya, ketika Minah didekati dalam rangka mau dikawini dan dijadikan istri kedua, sang TKW domestik ini langsung lari tungganglanggang. Prinsip si Minah, mendingan seumur-umur tak tak kesentuh lelaki daripada hanya dijadikan bini kedua. Memangnya stok lelaki sampai Lebaran nanti sudah habis, apa?

Ketika Ujang mendengar sikap penolakan Minah, dia kontan sutris. Rupanya cintanya sudah berurat berakar seperti kanker di stadium empat. Dikemo, dibestral, tak juga bisa hilang. Malah kulitnya jadi item karena cinta yang mendarah daging itu. “Aku tak bisa hidup tanpa Minah di sampingku,” kata Ujang seperti yang pernah didengar rekan-rekannya.

Ujang dikiranya hanya bercanda, tapi ternyata serius dengan putus cintanya itu. Buktinya, kemarin malam ketika dibangunkan teman-teman untuk makan sahur sekitar pukul 03.00 dia tak juga menjawab. Kasihan bila sampai kesiangan, seorang teman menerobos masuk ke kamarnya. Tapi…., la illah hailalloh, tubuh Ujang ditemukan tergantung di plafon kamarnya. Badannnya sudah dingin, sementara nyawanya sudah wasalam entah ke mana.

Demi Istri Kedua


Kalau kantongnya ngepres, jangan coba-coba koleksi bini sampai tiga biji. Lihat nasib Enjang, 40 tahun, dari Tasikmalaya ini. Kedodoran ngempani istri tiga ekor, sampai-sampai jadi pencuri motor. Ketika ketangkep polisi apa alasannya? “Kalau aku nyuri motor, bakal punya duit. Sedang kalau ada duit, tak mungkin biniku ada yang sampai selingkuh demi uang,” begitu katanya, yakin benar.

Orang lelaki cenderung pembosan, selalu mau mencari yang baru. Urusan wanita juga begitu, kalau agama membenarkan, dia akan selalu ganti-ganti pasangan untuk penyegaran. Untung Islam membatasi sampai empat saja. Kalau tidak, Enjang sudah punya bini selusin, ngkali. “Banyak istri banyak rejeki,” begitu kata Enjang sok gaya niru Puspa Wardoyo juragan ayam bakar Wong Solo.

Lucunya, Enjang hanya mengacu semboyannya saja, sedangkan kerja keras ala Puspo Wardojo tak diikutinya. Tapi bagaimana mau mengikutinya, orang dia hanya karyawan PT Tempo, maksudnya tempo-tempo kerja, tempo-tempo di rumah. Jadi kalau mau tau penganggur banyak maunya, lihat saja ke kampung Tlagasari Kecamatan Kawalu, Kabupaten Tasikmalaya.

Apa sebabnya Enjang disebut lelaki banyak maunya? Ya bayangkan saja, pekerjaan tidak jelas, berani-beraninya dia punya bini sampai tiga. Herannya lagi, kok ya ada wanita-wanita yang mau menyerahkan kehoramatannya pada lelaki macam Enjang. Sepertinya Kawalu ini sudah kehabisan stok kaum lelaki, sehingga mau dibuat “three in one” seperti jalanan di Ibukota saja.

Ketika bininya sudah tiga, kondisi ekonomi Enjang makin susah saja. Untungnya istri pertama dan ketiga punya usaha sendiri, sehingga mereka tidak bergantng benar pada si suami. “Di rumah memang suamiku, kalau di luar Enjang silakan menclok di mana saja,” begitu prinsip istri ke-1 dan ke-3 yang punya suami sekadar cari status.

Dari ketiga bininya ini, bini kedua memang yang bergantung benar pada Enjang. Sialnya, suami tak bisa memasok materil secara cukup, kecuali onderdil yang sampai overstock. Maklum, bini keduanya yang bernama Endah ini memang indah benar. Cantik, putih, khasnya wanita Tatar Galuh.

Oleh karenanya, Endah paling disayang oleh Enjang. Cuma, sayang-sayang kalau tanpa diberi uang ya percuma saja. Maka mengingat suaminya tak bisa memberi dana cukup, diam-diam dia melayani kepuasan lelaki lain dengan imbalan uang. Ibaratnya kendaraaan, Indah ini sedang ngompreng. Kelihatannya plat item, tapi jika ada “penumpang” kehausan pasti ditarik.

Nyeseg dada Enjang begitu tahu bini keduanya menjadi milik public. Dia lalu berpikir sebab akibat secara sederhana saja. Bini selingkuh karena butuh duit, kalau dicukupi duit pasti tidak selingkuh. “Bagaimana caranya mengumpukan duit buat istri tercinta? Ya jadi maling donk…,” begitu kata Enjang.

Kesimpulan jahat itu betul-betul dilakukan. Ketika da motor orang meleng, langsung dibawa pulang. Tapi sial, motor belum laku dijual, polisi sudah mengendus tempat tinggal Enjang. Meski dia ngumpet di dalam almari, ketahuan juga. Maka beberapa hari lalu dia digelandang ke Mapolsek Tasik untuk bertanggungjawab di depan hukum. Pelajaran pahit bagi poligamitor!

Foto Dari Negeri Jiran


Ketika istri pulang dari Malaysia sebagai TKW, mestinya acara Mardan-Lasmi kangen-kangenan sepanjang malam. Tapi yang terjadi di Purwokerto (Jateng) ini lain. Justru acara mereka gebuk-gebugan bin antem-anteman. Apa pasalnya? Bagaimana Mardan, 40 tahun, tidak marah dan cemburu? Pulang-pulang Lasmi, 37 tahun, bawa-bawa foto cowok yang diduga gebedan barunya di negeri jiran.

Orang kalau tak kepepet banget, tak maulah jadi TKW di luar negeri. Sebab meski bakal menambang duit di sana, setidaknya selama 2 tahun harus berpisah dengan keluarga. Itu pula yang jadi pertimbangan Mardan, ketika beberapa tahun lalu bininya mohon persetujuan mau jadi TKW ke Malaysia. “Hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri,” begitu dalil Mardan ketika itu.

Logikanya, hujan batu itu memang tak pernah ada. Tapi makan batu, bisa-bisa terjadi karena selama ini Mardan susah mencari penghasilan di negeri sendiri. Kerja sebagai petani penggarap, hasilnya tak pernah memadai. Pengeluaran selalu lebih besar dari pendapatan. Jika pinjam istilahnya para ekonom, devisit anggaran semakin meningkat. Kalau negara masih bisa jual BUMN, lha kalau Mardan? Paling-paling jual tampang.

Akhirnya, dengan sangat terpaksa Mardan mengizinkan Lasmi jadi TKW itu. Tapi dia wanti-wanti, dua tahun saja cukup, jangan memperpanjang kontrak lagi. Dengan modal ringgit Malaysia itu nantinya, Mardan bisa mengembangkan usaha di desa. Atau duitnya dibelikan sawah buat sumber ekonomi sehari hari. “Iya, iya, saya akan ingat selalu pesan kanda,” kata Lasmi merajuk, maklum sedang merayu misoa.

Ketika sudah beberapa bulan Lasmi jadi TKW, ekonomi Mardan mulai menggeliat. Dengan rajin istrinya mengirim ringgit itu ke kampungnya, Desa Bojongsari Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. Tapi menggeliatnya ekonomi, diiringi pula oleh menggeliat-geliatnya Mardan sebagai suami. Maklum, sekarang di malam nan dingin itu dia harus tidur sendirian tanpa guling penuh makna.

Menunggu waktu dua tahun, rasanya jadi sewindu. Tapi akhirnya waktu membosankan itu terlewati juga. Tanpa terasa sudah dua tahun bininya jadi TKW, dan beberapa hari lalu Lasmi telah kembali. Wah, Mardan sumringah dan penuh gairah lagi. Kemesraan yang hilang selama dua tahun kini telah kembali lagi. Kalau pinjam istilahnya Rudi Salam: bisa ulang tahun tiap hari!

Akan tetapi bayangan indah Mardan sirna. Sebab ketika pulang Lasmi justru membawa foto cowok ganteng, yang dibawa-bawa ke kamar tidur segala. Mardan mencoba bertanya siapa dia, tapi Lasmi tak mau terus terang. Mardan pun dibakar cemburu, jangan-jangan dia adalah gebedan baru selama jadi TKW di Malaysia. “Itu selingkuhanmu ya?”, tuduh Mardan emosi. Marah biar saja, wong malam ini.

Hati siapa tak panas? Dituduh begitu Lasmi jadi ikut-ikutan sewot. Maka acara rapel kangen justru batal, Maran menghajar isttrinya pakai tangan kosong sampai babak belur. Dengan muka sembab Lasmi lapor ke Polsek Kembaran, minta suaminya diusut dan ditangkap. “Coba Pak, istri pulang bawa duit kok malah digebuki….,” kata Lasmi pada petugas.

Sunday, March 23, 2008

Tetanggaku, Idolaku, Golokmu

Resiko mengganggu bini tetangga memang berat. Kalau ketahuan suaminya, selain malu salah-salah golok yang dijadikan penyelesaian akhir. Contohnya Warsid, 35 tahun, dari Cilacap (Jateng) ini. Kencannya bersama Ny. Cipluk, 28 tahun, tetangganya belum terlaksana, keburu golok mampir di bahu dan kepalanya. Untung saja jiwanya sampai wasalam.

Ini kisah main mata antar tetangga yang jadi malapetaka. Sejak lama Warsid menempatkan dirinya sebagai pengamat bini tetangga, khususnya Ny. Cipluk. Kalau pengamat politik macam J.Kristadi bisa dapat duit dari mana-mana, tapi kalau pengamat bini tetangga, justru korban perasaan ke mana-mana. Bagaimana tidak korban perasaan? Sininya kadung demen banget, sono-nya tiap malam dikeloni pihak-pihak yang berkompeten. Apa tidak ngenes, jadinya?

Nasib begini kini memang sedang dialami lelaki dari Desa Karangsari Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap. Setiap melihat Ny. Cipluk melintas depan rumahnya, dada Warsid suka deg-deg plas. Padahal bisa dijagakke (dipastikan), setiap pagi antara pukul 07.00 bini Kamdi, 40, ini pasti mengantar anaknya ke sekolah TK. Nanti 10 menit kemudian dia sudah balik kembali. Nah…, saat-saat itulah ritual sport jantung Warsid dimulai.

Dada Warsid memang selalu bergemuruh setiap melihat Ny. Cipluk yang cantik nan seksi itu. Pengin sekali dia menegur, mengawali pembicaraan. Tapi bini Kamdi ini sepintas sombongnya selangit. Kalau tidak ditegur ya jalan lurus tanpa tengok kanan kiri. Baru ketika disapa dengan ucapan “dari mana bu” atau “habis ngantar anak bu”, dia menoleh dan meledaklah tawanya yang renyah. Ternyata sebetulnya dia wanita grapyak semanak (ramah) juga. Dengan sikap hangat Cipluk, dada Warsid terasa clesss…!

Untuk bisa lebih akrab dengan tetangga selang beberapa rumah itu, ada-ada saja cara yang dilakukan Warsid. Dari mulutnya yang suka menyanjung-nyanjung kecantikan Cipluk, sampai tangannya mulai iseng menggaruk telapak tangannya ketika ada kesempatan bersalaman. Bahkan sekali waktu dia berani mencemol pantatnya yang masih nampak kentel itu. “Sst, nanti ada yang lihat, lho….,” hanya begitu komentar Cipluk sambil cemberut manis.

Akibat sikapnya yang lunak dan lembut itu, membuat Warsid semakin berani. Sekali waktu dia memberanikan diri datang ke rumah Cipluk di kala suaminya tak di rumah. Kalau sekadar ciuman sekilas, dapatlah dia. Sebetulnya Warsid pengin lebih dari itu, tapi Cipluk bilang “enggak-enggak” dengan alasan suaminya sebentar lagi pulang. Yah, meskipun kecewa dan ngebet, Warsid terpaksa mencoba memaklumi.

Tolakan Cipluk dengan nada kalimat semacam itu menjadikan Warsid semakin berani. Kalimat “suami sebentar lagi pulang” bisa ditafsirkan bahwa tetangga idola itu memang sangat “welcome” atas kehadirannya. Oleh karenanya Warsid semakin berani saja. Sekali waktu Cipluk diajaknya pergi ke hotel, eh ternyata mau. Maka bisa dibayangkan, di sana dia momrot (rusak) bin ancur-ancuran untuk ajang pemuas nafsu.

Itu sebetulnya baru dilakukan sekali saja, tapi rupanya ada tetangga yang memergoki saat Cipluk-Warsid masuk hotel. Temuan itu tentu saja lalu disampaikan pada suaminya. Tapi istri Warsid itu memang pintar menyimpan rahasia. Diakui bahwa memang pernah ketemu satu hotel dengan Warsid, tapi kan punya urusan masing-masing. “Kalau tak percaya, boleh klarifikasi pada Warsid-nya…,” tantang Cipluk.

Kiat berkelit Cipluk hasilnya manjur, karena suaminya lalu percaya. Soalnya Warsid juga merasa ragu lantaran bukan melihatnya langsung. Kalau diklarifikasi ternyata Warsid membantah kan malah jadi malu sendiri. Maka dengan semangat “toh masih utuh ini” dia mencoba tak mempermasalahkan isyu selingkuh di hotel itu. Yang sudah biarkan berlalu, begitu akhirnya dia berprinsip.

Agaknya karena sang suami tak mengusut lebih lanjut, beberapa hari lalu dia mau saja diajak janjian Warsid. Celakanya, sikap menunggu lelaki tetangga itu di ujung jalan, sangat menimbulkan rasa curiga suaminya. Apa lagi di rumah Kamdi juga melihat istrinya tengah berdanan mau pergi. Dikait-kaitkan dengan perilaku Warsid di ujung jalan, langsung saja dia menduga bahwa keduanya sedang janjian.

Habis kesabaran Kamdi. Dia segera mengambil golok, lalu Warsid yang tengah duduk bengon di atas motornya dibacoknya beberapa kali kena punggung dan kepala. Peselingkuh kurang berbakat itu pun tumbang, sedangkan Kamdi lalu buru-buru melarikan diri. Ny. Cipluk hanya bisa menangis melolong-lolong menyaksikan kekejaman suaminya. Sementara Warsid dibawa ke RSU Majenang, polisi tengah mencari-cari keberadaan Kamdi.

Meminjam Anak Menantu

Kalau ada mertua paling gatel se Kabupaten Tasikamalaya, mungkin Ny. Oneng, 46 tahun, lah orangnya. Bagaimana tidak? Mentang-mentang kesepian setelah sekian lama menjanda, suami anaknya pun "dipinjam" untuk memuaskan nafsunya. Karena kemudian si janda gatel itu hamil, gegerlah warga kampung, bahkan Watik, 22 tahun, pingsan melihat kegenitan ibu kandungnya.

Andaikan bisa memilih, setiap wanita berharap jangan keburu ditinggal mati suami. Tapi setiap manusia tak bisa berkelit dan lari dari takdir. Seperti Ny. Oneng warga Desa Karangmulya Kecamatan Jamanis ini misalnya, ketika usia suaminya baru 45 tahun, mendadak klepek-klepek meninggal dimakan stroke. Maka sejak 5 tahun lalu Ny. Oneng menyandang status janda ketika usianya baru 40 tahun. "Ya Allah teu disangka salaki kuring tereh dipundut (ya Allah, kenapa begitu cepat suamiku Engkau ambil)," ratap Ny. Oneng kala itu.

Ny. Oneng pun lalu dalam kesendirian. Untungnya pensiunan dan peninggalan suaminya cukup lumayan, sehingga dia bisa membesarkan anak-anaknya tanpa gontai. Bahkan ketika mantu anak pertamanya setahun lalu, dia bisa menyelenggarakan walimahan cukup meriah, pakai nanggap degung segala. Tatkala Watik-Gugun, 30, di depan penghulu, yang menjadi wali terpaksa adik lelakinya sendiri.

Gugun sebagai keluarga baru ekonominya memang belum mapan, sehingga untuk sementara waktu dia masih tinggal di rumah mertua. Kala itu sebetulnya dia pengin ngontrak rumah sendiri, tapi Ny. Oneng melarangnya, dengan alasan rumah jadi sepi tanpa Watik. "Celengankeun duit kontrakana keur engke nyiun imah (uang kontraknya saja kamu tabung, nanti buat persiapan bikin rumah)," begitu nasihat sang mertua.

Enak nggak enak, keluarga Gugun-Watik terpaksa tinggal di Mertua Permai yang bebas cicilan itu. Cuma tentu saja privaci-nya sebagai sebuah rumahtangga, jadi kurang bebas. Gugun mau bikin aturan ini itu buat keluarga, Ny. Oneng selaku mertua juga suka mengintervensi kebijakan. Sebagai menantu teladan Gugun harus banyak bersabar, mengalah. Sebab dia memang tak punya kedaulatan penuh di rumah itu.

Namun ada sesuatu hal yang tak disadari Gugun, tapi sangat dinikmati Ny. Oneng. Malam hari ketika suami istri itu tengah menjalankan "sunah rosul", diam-diam ibu mertua yang kesepian itu suka mengintip. Wah, dengkulnya ngadaregdeg (bergetar) demi melihat "burung" menantunya seperti habis diservis di Mak Erot di Plabuhan Ratu. "Aneh pisan baehula bobogaan salaki kuring teu sagede gitu tak sebesar itu)," kata batin Ny.Oneng.

Aktivitas Gugun-Watik siang dan malam hari -- namanya juga pengantin baru - hampir tak pernah lepas dari pantauan Ny. Oneng. Sebagai wanita yang sudah bertahun-tahun "nganggur" dalam urusan satu itu, ibunya Watik ini sangat tergoda untuk bisa pinjam pakai milik anaknya tersebut. Maka sejak saat itu dia menggelar jebakan, menebar pesona bagi anak menantunya.

Terus terang saja, sebetulnya antara Watik dan Ny. Oneng, bila dicermati lebih cantik ibunya. Cuma Watik menang muda. Tapi dari segi perwajahan dan bodi, janda 45-an tahun itu masih prima. Maka sekali waktu ketika Ny. Oneng mancing-mancing dirinya, Gugun langsung turun naik jakunnya. Maka ajakan mesum sang mertoku itu pun dilayani saja. "Hampura pisan minantu teh rada kurang ajar (mohon maaf, mantumu agak sedikit kurang ajar nih)," kata Gugun ketika hendak mesnstater "kendaraan" Corolla 1973-nya.

Ih... ternyata, meski Ny. Oneng ini ibarat Toyota Corolla 73, tapi karena mesin terawat tak pernah telat ganti olie, masih nyaman juga dikendarai. Dibawa nanjak ke Puncak masih oke-oke saja. Apa lagi Ny. Oneng juga sangat mengimbangi, karena baru dapat "piston" gress asli Jepang bukan Taiwan punya. Ibarat kata, ranjang sampai berderak-derak terkena gempa non Yogya dan Pangandaran.

Kelanjutannya, praktek mesum mantu dan mertua ini menjadi sebuah rutinitas. Lucunya, Watik yang istri resmi saja belum hamil, lha kok ibunya yang berstatus pinjam pakai malah reneuh (hamil). Tentu saja Watik heran, hamil dari mana, wong suami juga tidak punya. "Hampura anaking salaki salila ie emak make salaki anjeun (maaf ya nak, ibu selama ini memang pinjam suamimu)," kata Ny. Oneng setelah didesak.

Alamak! Watik pun tepingsan-pingsan demi mendengar pengakuan spektakuler tersebut. Apapun alasannya, Polsek Jamanis terpaksa turun tangan kasus mantu hamili mertua ini. Tapi saat diperiksa petugas Gugun menjawab dengan tegas bahwa dia siap menceraikan Watik dan kemudian mengawini bekas mertuanya itu. Katanya, pelayanan Ny. Oneng memang seperti ban radial, daya cengkeramnya luar biasak!

Haa? Anti selip, dong! Dasar!

dik Ipar Sayang, Adik Ipar Digoyang

Gara-gara ngiler dan mencoba memperkosa adik ipar, akhirnya Samad,32 tahun, berlumuran darah, ditusuk oleh Eki,54 tahun, mertua sendiri yang kebetulan memergokinya sedang kasak-kusuk buka resliting celana di dalam kamar, persis di hadapan Wani,19 tahun. Samad memang langsung mengerang, tapi bukan mengerang akibat kenikmatan, melainkan kesakitan dan harus masuk rumah sakit .

Kisah memalukan ini terjadi di kota Makasar. Samad yang menumpang di perumahan mertua indah, sebetulnya selalu berkelakuan baik. Dia bukan hanya sayang pada Ani ,25, isterinya yang cantik itu, tapi juga sayang pada Wani. Selain itu, dia juga menaruh hormat pada Eki, mertuanya. Itulah sebabnya, tatkala Samad terlihat sering duduk berdua dan ngobrol-ngobrol dengan Ani, baik Eki maupun Ani, sama sekali tidak menaruh curiga.

“Wah, kamu betul-betul punya suami yang baik. Si Samad itu, biar dia masih numpang, tapi baik sama adik iparnya, dan juga hormat sama saya,” puji Eki.

Ani yang mendengar suaminya dipuji oleh ayahnya sendiri, tersenyum senang.

“Iya dong, pak. Betulkan, saya nggak salah pilih dalam memberikan mantu sama bapak?” jawab Ani. Dulu, Eki memang sempat mempertanyakan keberadaan Samad. Maklum, pemuda itu boleh dibilang datang melamar anaknya dengan modal nekad.

“Dia nekad, karena dia cinta pada saya. Bapak jangan khawatir, lama-lama nanti, kami juga bisa mandiri. Daeng Samad, kan udah kerja,” bujuk Ani saat itu. Akhirnya, Eki terpaksa meluluskan permintaan Ani, putrinya menikah dengan Samad. Dia juga rela rumahnya dijadikan Samad dan Ani tempat grasak-grusuk menikmati bulan madu.

Hampir tiap malam ngeber Ani di dalam kamar. Pagi hari, keduanya mandi basah. Pemandangan itu berkali-kali dilihat oleh Wani. “Jangan bengong, ini urusan orang dewasa. Kamu penasaran ya?” suatu ketika Samad menggoda adik iparnya itu.

“Ih, siapa yang penasaran?” tangkis Wani malu-malu.

“Alaaa, bilang aja penasaran…” Samad terus menggoda. Wani berlari dengan wajah merah dadu. Samad pun terpesona melihat perubahan wajah adik iparnya itu. Wani terlihat begitu cantik, alami dan hm… pasti fulen…” otak Samad mulai ngeres membayangkan tubuh Wani. Dia berprinsip, sekali kayuh dua pulau bisa terlampaui.

Semakin hari, dia mulai meningkatkan intensitas untuk dapat berdua-duaan dengan Wani. Baik Ani maupun Eki, sama sekali tidak curiga. Dan Samad waktu itu, memang belum memperlihatkan niat aslinya. Apalagi, setiap malam, dia masih memberikan suntikan jatah pada sang isteri.

Hingga suatu ketika, saat Ani tidak ada di rumah, belanja ke pasar, Samad pulang mendadak. Dia hanya melihat Wani sedang menyetrika pakaian di ruang tengah. Dia juga tidak melihat keberadaan Eki, sang mertua.

“Wah, ini kesempatan baik, nggak boleh disia-siakan,” batin Samad dengan dada deg-degan. Wani heran melihat abang iparnya itu pulang cepat. Tapi belum sempat dia bertanya, Samad mendahului bicara. “Abang masuk angin. Tolong kerokin dong, Wan…” pinta Samad dan langsung membuka baju. Merasa kasihan pada abang iparnya, Wani buru-buru menghentikan setrikaannya. Dia menyiapkan minyak gosok sambil mencari benggolan uang logam.

“Udah, kalau nggak ada, ndak apa-apa. Saya punya benggolan, kog. Nanti aja di kamar…” kata Samad sambil mengajak Wani ke kamar.

Sampai di kamar, Wani mulai membuka tutup botol minyak gosok. “Mana benggol uangnya, bang?” tanya gadis remaja itu. Samad menatap Wani dengan tatapan lain, membuat gadis itu merasa heran.

“Benggolan asli, seperti ini, lho Wan…” tiba-tiba Samad berupaya membuka resliting celananya. Melihat gelagat yang tidak baik, Wani buru-buru hendak keluar meninggalkannya. Tapi Samad dengan cepat menangkap kaki Wani, dan terus mengelur betis gadis remaja yang sedang mekar itu. Tentu saja Wani meronta-ronta. Samad semakin beringas memegang erat kedua kaki Wani yang putih mulus itu. Dia betul-betul dirasuki birahi yang sudah sampai di ubun-ubun.

“Tenang dong, Wan, jangan meronta-ronta, nggak menyakitkan kog. Percaya deh sama saya,” bujuk Samad, mencoba menenangkan buruannya.

Eki yang kebetulan baru sampai di rumah, mendengar ribut-ribut di dalam kamar. Laki-laki tua itupun mendekat, ingin tahu apa yang terjadi. Astagafirullah, ucapnya terperanjat tatkala melihat Samad sedang berupaya memperkosa Wani, anak gadisnya. Sebagai seorang ayah, nalurinya bereaksi cepat. Buru-buru dia mengambil pisau, dan langsung, crek-crek, menusuk tubuh Samad yang sedang menindih tubuh Wani.

Seketika Samad pun mengerang kesakitan. Darah segar muncrat. “Bangsat kamu, udah kenyang dengan kakaknya, sekarang mau ngembat adiknya. Emangnya anak-anak saya ini kamu anggap apa?!” teriak Eki penuh amarah.

Kabar itu pun cepat tersiar, sampai polisi turun tangan. Samad yang sekarat, dilarikan ke rumah sakit Ibnu Sina Makassar. Eki dan Wani diperiksa di kantor polisi. Saat itulah, Ani, yang tinggal sendiri di rumah, merasa malu akibat perbuatan suaminya yang selama ini dibangga-banggakannya. Dia stres. Dalam kondisi seperti itu, Ani hendak mengambil jalan pintas. Sebotol racun serangga yang ada di ruang tamu, dia tenggak, glegek-glegek, sampai semaput. Para kerabat dan tetangga yang mengetahui hal itu, kalang-kabut membawanya ke rumah sakit. Untung nyawanya bisa diselamatkan. Juga mahkota adiknya, juga terselamatkan. Tapi, nama baik suaminya nggak bisa diselamatkan. Habis, mata keranjang sih.

Habis Manis Hamil Dicekik

Ketulusan Jumali,35 tahun. dalam merawat Pujo,65 tahun, perlu dipertanyakan. Sebab, niat utamanya adalah untuk mendekati iyem ,38 tahun, anak Pujo yang kebetulan berstatus janda. Biar udah es-te-we, dimata Jumali, Iyem sangat istimewa. Rupanya, sudah lama dia naksir janda itu. Sayangnya, niat Jumali untuk mencurahkan perasaan, terganjal dengan statusnya yang sudah punya isteri dan buntut alias anak. Jadi, Jumali hanya bisa memendam perasaan dan menelan air liurnya setiap kali Iyem melintas seraya memberikan senyum manis.

“Ck..ck..ck.. Oh, mbak Iyem, kamu begitu manis, dan pinggulmu itu lho, bikin hatiku mpot-mpotan. Di mataku, kamu nggak kalah dibanding gadis-gadis, bahkan lebih mateng dan pasti lebih dewasa kalau sedang…, ah..” pikiran Jumali melayang-layang tak karuan. Apalagi terkadang, saat melintasi rumah Iyem, dia melihat wanita itu duduk sambil menyilangkah kakinya, sehingga terlihat betis Iyem yang masih mulus. Semakin nggak karu-karuanlah pikiran Jumali.

Ditengah Jumali berpikir keras, bagaimana caranya bisa mendekati mbak yu Iyem itu, tiba-tiba terdengar kabar, kalau mbah Pujo, ayah Iyem, menderita sakit stroke.

“Nah, pucuk dicinta, ulam pun tiba. Ini bisa dijadikan cara untuk mendekati mbak Iyem,” kata Jumali, Warga Dukuh Tegalan, Jetis Delanggu Klaten ini kegirangan. Maka, dengan berpura-pura menjenguk mbah Pujo yang sedang sakit itu, ditambah desakan dari iblis, Jumali pun mendatangi rumah Iyem di Dukuh Mojosari Banaran Delanggu “Nah, gitu dong, bleh. Jadi laki-laki harus berani, apalagi dalam urusan birahi, jangan ditunda-tunda, nanti didului orang!” bisik si iblis.

Melihat kedatangan Jumali, Iyem pun bersiap-siap menyambutnya. “Mau ngeliat bapak…” kata Juma pura-pura nggak peduli pada sambutan Iyem. Padahal dalam hati, dia udah kepincut banget ngobrol berdua dengan Iyem. “Ntar dulu, pelan-pelan, jangan main grasa-grusu, ntar ketahuan,” batin Jumali.

Begitulah, kedatangan pertama, kedua, ketiga, Juma menunjukkan sikap ingin merawat mbah Pujo. Seakan-akan dia ingin menunjukkan sikap tetangga yang baik dan patut diteladani. Taaapi, setelah kunjungan ketiganya, Jumali mulai larak-lirik, mesem-mesem setiap kali melihat Iyem. Suatu ketika, Jumali memberanikan diri meremas tangan Iyem dengan gemasnya. “Kog remesnya, kuat amat, mas?” tanya Iyem malu-malu.

“Habis, tangan mbak alus banget,” sahut Juma, juga agak malu-malu. Tingkah mereka persis pada saat jatuh cinta sewaktu remaja dulu.

Sebagai wanita yang sudah matang, ditambah sudah menjanda sekian tahun, Iyem dapat dengan cepat menangkap aspirasi urusan bawah Jumali. “Terus terang aja, mas…” Iyem seakan malah menantang. Jumali tertegun. Dia nggak menduga, cita-citanya bakalan bisa terwujud dalam waktu singkat.

Malam itu, Jumali nggak jadi merawat mbah Pujo. Dia justru ‘merawat’ Iyem di kamar sebelah. Juma betul-betul mendapat pasien istimewa. Iyem pun menyambutnya dengan gegap-gempita, setelah sekian lama tidak merasakan kehangatan. Keduanya larut dalam simfoni yang indah.

Berkali-kali perbuatan terlarang itu mereka lakukan, hingga suatu ketika, Iyem mengaku telah hamil sekitar enam bulan. “Ha? Masa hamil, sih?!” Jumali terkejut, seakan baru sadar akan perbuatannya. Ketika Iyem minta pertanggung jawabannya, Jumali bilang, ntar dulu. Karena setiap ditagih jawaban Juma hanya ntar dulu-ntar dulu, Iyem pun nekad memberitahu pada isteri Juma, bahwa dia telah dihamili pria itu. “Saya minta ijin mbak, saya rela kog, dijadikan isteri kedua,” kata Iyem.

Tatkala perihal itu didengar oleh Jumali, dia naik pitam. Rupanya, dia nggak rela Iyem menganggu keluarganya. Jumali berpikir keras, bagaimana caranya untuk mengamankan keluarganya. “Udah, libas aja bleh, habisin!” iblis yang dulu mensponsorinya untuk mendekati Iyem, datang lagi.

Usulan sang iblis masuk ke akal Jumali. Dia pun mengatur siasat, mengajak Iyem jalan-jalan, naik motor di daerah Delanggu. Tanpa pikir panjang, Jumali langsung mencekik leher Iyem, sampai wanita itu klojotan, hingga akhirnya meregang nyawa. “Nah, itu baru perkasa namanya bleh. Perkasa berzinah, perkasa ngebunuh wanita, ha..ha…” kata iblis tertawa.

Akibat perbuatannya itu, Jumali pun meringkuk di Polres Klaten. Itulah akibatnya jika mau enak, tapi nggak mau bertanggung jawab. Pakai jalan pintas lagi.