Monday, July 28, 2008

Pakde Malu Tapi Mau


Biar tampangnya pucat, kurus, kurang tenaga, tapi soal “begituan” Mungadi, 57, jadi lincah dan doyan banget. Celakanya, ketika pada istri sudah tak berselera, prunan (ponakan) sendiri jadi sasaran sampai hamil. “Habis saya mau melacur, malu Pak,” katanya ketika diperiksa di Polsek Babadan Ponorogo (Jatim).

Ejekan pun bermunculan di desa tempat tinggal Mungadi. Theklek nang krikilan, tuwek-tuwek pethakilan (sudah tua masih banyak ulah), kata orang-orang. Masak iya, lelaki usia menjelang kepala enam begitu, masih menganggap seks sebagai panglima? Padahal bila dilihat secara kasat mata, Mungadi ini sudah tidak mungkin bertindak serakus itu. Lihat saja, tampangnya pucat macam orang Jepang murus (mencret), jalannya begitu lamban macam mesin perata jalan. Ee, begitu di ranjang ternyata sangat cekatan pindha manuk sikatan nyamber walang (burung menyambar belalang).

Rumahtangga Mungadi – Keminik, 53, sebetulnya sudah terasa hambar sejak beberapa tahun lalu. Ketika sudah pensiun sebagai PNS sejak tahun kemarin, hal ini semakin dirasakan Mungadi. Sewaktu di kantor dulu dia masih banyak hiburan. Selaian menyelesaikan pekerjaan sehari-hari, dia masih bisa guyon dengan teman-teman. Tapi setelah purna tugas, kesempatan bergaul jadi kurang, sedang menggauli istri di rumah, juga sudah jenuh meski sebetulnya masih butuh.

Soalnya itu tadi, Keminik sebagai istri tidak lagi menjanjikan di atas ranjang. Usia baru kepala lima, tapi penampilannya sudah seperti kepala enam. Berbeda sekali dengan artis Titik Puspa itu, usia 70 tapi penampilan masih 60. Mungadi suka membandingkan hal itu pada istrinya, tetapi Keminik tidak peduli, alasannya artis kan kaya-kaya, tiap hari bersolek dengan alat-alat make up mahal. “Lha sampeyan, gajimu sebulan tak buat beli parfum dan bengesan (gincu) ludes Pak,” tangkis Keminik selalu.

Istri Mungadi memang paling-paling belakangan ini. Paling bawel, paling jelek di seantero tetangga. Flek mulai menghias di segenap wajahnya yang keriput bak wiron (flui), rambutnya juga sudah banyak beruban. Lebih dari itu ngentutan pula. Jadi Mungadi jadi semakin tidak berselera untuk mendekatinya. Padahal sejak dia pensiun sebagai PNS, di rumah tak punya kegiatan lagi. Ee, mau cari aktivitas yang “murah meriah” saja, terhambat oleh penampilan istri yang tidak lagi mendukung.

Hati kecilnya yang direkomendasi setan menganjurkan, agar Mungadi pergi ke pusat jajan serba nikmat alias melacur di kompleks WTS Kedungbanteng saja. Tapi dia tak berani. Di samping takut mrotholi (putus) burungnya jika kena penyakit, juga malu dengan lingkungan tetangga. Maklum, di Desa Bareng Kecamatan Babadan tempat tinggalnya, Mungadi ini termasuk tokoh masyarakat yang disegani. Tapi “ si jendul” kadang tak bisa memaklumi pertimbangan majikan. “Kosik ta Ndhul, kok le ora sabaran temen (nanti dulu, sabar sedikit kenapa),” bisik Mungadi bila menghibur sang “ponakan”.

Yang namanya setan memang paling hobi membawa manusia kepada kebinasaan. Biarpun Mungadi tak mempan diarahkan ke Kedungbanteng, tetapi “banteng” dia langsung siap nanduk begitu diberi alternatif pada sang prunan, Marni, 18, yang selama ini ikut padanya. Iya ya, ternyata Mungadi memang punya tokoh alternatip di rumah sendiri. Sejak itu nama sang prunan selalu dalam pembahasan. Dia cantik, sekel nan cemekel pula. Ya, kalau sekedar untuk pelepas dahaga asmara, bolehlah!

Akhirnya, Mungadi menafikan segala tatanan moral dan etika. Sesuai dengan petunjuk bapak setan, dalam sebuah kesempatan dia berhasil merayu-rayu anak asuhnya sedari kecil itu. Akhirnya, Murni yang di masa kecil dia gendong-gendong ke sana kemari dengan penuh kasih sayang, hari itu dia “pekeh” (gendong depan) dengan paksa. Seperti biasa, awalnya si anak angkat meringis, tapi lama-lama jadi merenges pula. Sejak itu Mungadi menemukan “dunia”-nya kembali.

Namun masa pesta pora Mungadi tak berlangsung lama. Enam bulan kemudian sisi buruk tokoh masyarakat itu terbongkar, menyusul kehamilan Murni yang sudah jalan lima bulan. Ketika didesak, anak angkat Keminik itu mengaku bahwa yang menghamili Pakde-nya sendiri. Tak urung, dengan wajah pucat dan langkah tak meyakinkan, Mungadi digelandang ke Polsek Babadan. “Maklum Pak, saya sudah tak berselera lagi pada istri sendiri,” kata Mungadi pasrah dan mencoba jujur.

Kaco, Pakde ternyata memilih tumpakan yang gede.

No comments: