Thursday, July 10, 2008

Bukan Salahku Mengandung

Adib, 22, memang pantas melawan. Dia tidak sampai menghamili, kenapa dikejar-kejar Dina, 19, untuk bertanggungjawab atas kehamilannya yang 7 bulan? Tapi mahasiswa dari Purwokerto ini juga sangat disayangkan, skandal itu kenapa musti diselesaikan secara kekerasan? Di mana otak kecendekiawanannya? Dan sekarang, ketika Dina telah mati lewat jeratan tangannya, Adib tinggal menyesal tujuh turunan. Belum selesai kuliahnya di Fakultas Hukum, malah harus jadi orang hukuman!

Yang-yangan atau pacaran di kala studi, memang jamak. Konon dengan kekasih yang selalu memberikan semangat, studi menjadi lebih lancar, cepat selesai. Tapi jangan salah, di sisi lain bahaya juga mengancam. Andaikan jalinan kasih itu putus di tengah jalan, lalu para pelaku cinta asmara tersebut patah hati, ini juga alamat studi bakal kacau. Mestinya sudah menyusun skripsi, malah jadi bengong macam sapi ompong gara-gara si doi digondol nguwong (orang).

Anak muda bernama Adib dari Wonosobo (Jateng) ini juga sangat menyadari akan sisi positif dan negatifnya dunia pacaran. Maka ketika dia jatuh cinta pada seorang cewek, cintanya tak mau all out atau habis-habisan. Cinta sih cinta, tapi cukup 50 persen saja dulu, yang 50 persen untuk berjaga-jaga bila terjadi sesuatu. Serep atau cadangan memang diperlukan. “Jip saja punya ban serep, masak kita orang tidak punya,” begitu prinsip mahasiswa fakultas hukum perguruan tinggi swasta di Purwokerto ini.

Karenanya, ketika dia jatuh cinta pada Dina, kembang Desa Kalierang Kecamatan Selamerto Wonosobo, tidaklah dibuat nemen-nemen (serius sekali). Soalnya dia yakin, sebagai gadis cantik banyak penawaran, cowok yang naksir Dina pasti ombyokan. Nah, bila mana sekali tempo hati si Dina terpikat pada pemuda lain, kan bisa hancur berkeping jiwa ini. Maka bagi Adib, cinta itu bir ibaratnya. Kalau kebanyakan bisa bikin mabuk, tapi bila sedeng-sedeng saja memacu energi. Paling tidak, kencing jadi lancar!

Untuk itulah, Adib walau pacaran dengan Dina cukup lama, tapi belum sampai menjarah wilayah hil-hil yang mustahal. Kalau sekadar cipika-cipiki ala Tukul Arwana, biasalah itu. Cium bibir dan meraba-raba daerah sekwilda (sekitar wilayah dada), juga sekali-sekali dilakukan. Tapi untuk daerah cagar budaya yang sono-sono, Adib masih konsisten dengan prinsipnya. “Kalau dia sampai hamil, kamu nggak dapat ijazah, malah dapat ijabsah,” begitu nasihat ayahnya selalu.

Lain Adib ternyata lain pula si Dina. Bagi si kembang desa tersebut, gaya pacaran mahasiswa Purwokerto ini kok lugu banget, tidak relefan dengan iklim dan tuntutan era gombalisasi. Maunya Dina, cowok masa kini ya mesti cag-ceg dan bat-bet (serba cepat). Jangan seperti Ismail Marzuki dalam lagunya Aryati-lah, hanya karena mimpi mencium mesra ujung jarinya tadi malam, sudah merasa berdosa.

Tak dipungkiri lagi, Dina menganggap Adib ini cowok sedingin salju. Karenanya, ketika ada cowok lain yang lebih menjanjikan dan cukat trengginas (lincah sekali) bagaikan burung sikatan menyambar belalang, ke sanalah angin cinta Dina berembus. Dengan kata lain, diam-diam Adib ditinggalkan. “Matikan dua lampu dan jangan lupa BBM…,” kata Dina yang berwajah mirip Anya Dwinov “pacar” Efendi Gozali di Republik Mimpi itu.

Apa sih maksud BBM-nya Dina untuk Adib? Benar Benar Membosankan! Ya, Dina memang bosan dengan gaya pacaran yang lamban. Padahal dengan cowok barunya ini, apa yang diharapkan Dina bisa diperoleh lebih. Dan sicowok oka-oke saja, karena Dina memang cantik dan menjanjikan. Bodinya seksi, kulit putih bersih, pipinya halus licin bak marmer Italia. Pendek kata mirip Anya Dwinov-lah, makin sering tertawa sambil merem-merem, semakin menggemaskan!

Hal-hal yang dicemaskan Adib memang terjadi, dan dia sama sekali tidak kaget. Ditinggalkan Dina dia biasa-biasa saja, tanpa patah hati. Bahkan makannya makin banyak, nambah pula. No time for love, begitu prinsipnya. Bagi Adib, masih banyak cewek lain yang bisa jadi pelabuhan cintanya; ada Cilacap, Tanjung Priok, Tanjung Emas (Semarang), bahkan kalau perlu Tanjung Perak di Surabaya.

Malangnya nasib tak pernah ada yang tahu. Enam bulan setelah ditinggalkan si doi, tiba-tiba Dina datang padanya sambil berisak tangis. Dia menuntut tanggungjawab Adib, karena katanya kadung hamil 7 bulan. Tentu saja Adib tidak mau, orang yang “nyetrom” lelaki lain, kok minta tanggungjawabnya ke dia. “Nggak mau, memangnya saya PLN, apa?” ujar Adib garang.

Akan tetapi Dina terus mengejar. Bahkan dalam posisi boncengan sepeda motor pun keduanya tak berhenti ribut. Lama-lama mahasiswa di Purwokerto ini kehilangan otak kecendekiawanannya. Di dekat lapangan Pertamina Selomerta, Dina nan cantik itu dijerat pakai rantai sepeda hingga wasalam nyawanya. Beberapa jam berikutnya, Adib pun ditangkap polisi Polres Wonosobo. Hanya sampai semester II dia menekuni ilmu di Fakultas Hukum, karena tak lama lagi akan menjadi orang hukuman.

No comments: