Wednesday, July 9, 2008

Anak Tiriku Nan Mulus

Seandainya Mardi, 40, bisa memposisikan diri sebagai bapak tiri yang baik, niscaya pengeroyokan atas dirinya takkan terjadi. Tapi godaan setan selalu lebih kuat dari bisikan hati nurani. Maka begitu melihat si anak tiri semakin mulus bebas dempul, imannya pun rontok. Irwati, 18, dinodai sebanyak 10 kali, dan tangan warga yang emosi pun lalu ketepak-ketepuk mendarat di kepala Mardi hingga benjol-benjol dan kopiahpun tak lagi muat.

Asmara bawah tanah ini dimulai sekitar 8 tahun lalu, ketika Mardi menikahi janda Lasmi, 37, yang memiliki anak gawan (bawaan) seorang bernama Irwati. Kala itu si bocah masih usia SD, kelas IV. Tapi cinta Mardi pada janda muda itu memang total, sehingga meski ada anak diterima apa adanya. “Anakmu juga anakku,” begitu kata Mardi yang membuat Lasmi semakin mantap mengambil lelaki itu sebagai pendamping hidupnya.

Yakin akan pilihannya, Lasmi siap dinikahi Mardi. Setelah resmi mantan janda itu kemudian diboyong di rumah suaminya di Kampung Sumurejo, Kecamatan Gunung Pati, Semarang. Di sini keduanya menjalani kehidupan rumahtangga gelombang kedua. Karena sama-sama telah lama “puasa” maka acara mbelah duren di malam harinya demikian seru dan gegap gempita. Seakan gempa yang pernah menyerang Bantul itu pindah mendadak ke Gunungpati, cuma namanya ganti jadi: lindu setempat!

Anteng dan tenang pikiran Lasmi kini, ketika sudah punya suami baru. Selain Mardi bisa mengisi hari-harinya yang sepi nan dingin, dengan adanya tulang punggung keluarga, ibunya Irwati ini tak perlu lagi banting tulang mencari sesuap nasi. Semua telah dicukupi oleh Mardi yang getol mencari duit. Boleh dikata, dengan menjadi suami Mardi tugas Lasmi kini hanyalah mamah dan mlumah (makan dan melayani di ranjang).

Namun ternyata, meski sudah sekian lama menjadi suami istri, Lasmi belum juga bisa menghadirkan seorang momongan dari perutnya. Padahal, Mardi sangat mendambakan anak penerus sejarah hidupnya. Tapi ternyata, dengan menjadi suami Lasmi bertahun-tahun, hasilnya hanya kringeten thok (keringatan doang) setiap malam. “Sabar lah Mas, Tuhan belum ngasih mau apa,” kata Ny. Lasmi memberi pengertian pada suaminya.

Gundah dan galau mulai menyelinap dalam hati Mardi. Dalam usia kepala empat kini, kok belum juga punya momongan? Lalu Lasmi istrinya, secara ilmu ginekologi kan masih masa produktif, wong belum kepala 4. Tapi kenapa tak juga punya anak. Lalu apa prestasinya selama ini? Menteri-menterinya SBY saja 2,5 tahun tak berprestasi sudah dikecam sana sini, lha kok si Lasmi adem ayem saja. Maka dalam hati Mardi suka terlintas gagasan buruk: saya reshuflle saja istriku ini!

Akibat pikiran telah mendua, Mardi kurang bergairah lagi pada istri yang hanya bikin kringeten thok itu tadi. Di sisi lain, belakangan setiap melihat Irwati yang tumbuh sebagai gadis usia 17 tahunan, pendulum Mardi suka kontak dibuatnya. Anak tiri ini kenapa belakangan makin resep saja dipandang. Bodinya makin mulus bebas dempul, dadanya begitu bidang, menantang sepertinya enak digerayang. “Tapi inget Bleh, itu anak dari istrimu, lho…..,” kata hati nurani mengingatkan.

Tapi setan si ahli neraka segera menimpali dan menyemangati. Katanya, anak tiri kan sekadar status, tapi pada hakikatnya, soal rasa sama saja asyiknya. Tegasnya, Irwati bersama ibu kandung diajak bareng masuk sarung, juga nggak masyalllah. Jika keduanya rela dan siap menerima, kenapa tidak? “Jadi kamu jadi lelaki janganlah peragu. Mau mereshufle istri ya silakan saja, jangan janji April, mundur sampai Mei, itu bikin orang frustrasi,” kata setan lagi.

Iman Mardi betul-betul rontok. Sesuai dengan pemantapan dan santiaji setan, lelaki rindu momongan ini mulai mencoba mendekati Irwati yang mulus itu. Dia dijanjikan sebuah motor Honda Bebek yang gres, asal Irwati mau melayani aspirasi arus bawahnya sang ayah. Kasarnya lagi: Irwati bisa mengendarai motor baru, tapi gantian dia harus siap “dikendarai” sang ayah tiri. Jadi simbiosis mutualis, saling menguntungkan, gitu.

Ketika wacana itu kali pertama kali disampaikan, Irwati tak menanggapi permintaan ayah tirinya. Tapi karena Mardi semakin gencar melobi, baik secara setengah kamar maupun sekamar penuh, akhirnya Irwati mempertimbangkan juga. Apa lagi dia juga kepengin bisa tampil sama dengan teman-temannya di SMA, ke sana kemari naik motor tanpa bunyi dit dit dit alias kredit, kredit, kredit…..

Akhirnya “asset”-nya yang paling berharga itu diberikan juga pada Mardi ayah tirinya. Dan Ny. Lasmi ibunya pun tak curiga, ketika tiba-tiba suaminya membelikan motor baru bagi putrinya. Hal itu dianggap bentuk kasih sayang ayah pada anaknya saja. Sampai kemudian di suatu hari dia memergoki, Mardi tengah nangkring di perut putrinya. Tapi Lasmi tak berani berbuat apa-apa, karena takut dicerai dan hidupnya kembali jadi kere.

Hanya saja Tuhan tak pernah merelakan ummatnya berbuat dzolim terus menerus. Sekali waktu warga sendiri yang memergoki perbuatan bejat Mardi. Maka suami Lasmi ini lalu ditenteng dari perut putrinya dan digebuki rame-rame. Dalam kondisi babak belur dia mengaku memang sudah 10 kali mencabuli Irwati, termasuk yang hubungan intim beneran 3 kali. Ah, yang bener, bukannya kebalik data-datanya?

1 comment:

Mimi Anasthetic said...

Best sangat cerita ni.. Buatkan saya nak baca tiap hari..
Tumpang Iklan
Ada tak abang-abang sado kat sini yang nak tambah kesadoan?
"Adik lelaki" makin garang! Grrr...aum..
>>>Besarkan Zakar dan Panjangkan Zakar Semula Jadi! <<<