Wednesday, August 6, 2008

Ajudan Kok Sempat Selingkuh?

Rasanya tak ada waktu lowong buat ajudan bupati, macam Ny. Sastika, 30. Tapi itulah fenomena selingkuh, dalam waktu terbatas pun dia bisa cari peluang bergendak-ria. Cuma istri Mukadar, 40, yang mencak-mencak, suaminya direbut orang. Sayang, dia sudah mengadu ke mana-mana, tapi tak digubris Pemda.

Ini kisah lumayan menarik, setidaknya menunjukkan bahwa selingkuh sudah melewati batas lintas sektoral. Seorang ajudan bupati pun, yang setiap hari begitu padat jadwal bersama bos, masih bisa nylingker (menyelinap) demi pemenuhan aspirasi urusan bawah. Bagaimana dia memenej waktu? Bagaimana dia bisa hidup dalam dua dunia? Bagaimana misalnya, ketika Ny. Sastika tengah kelon bersama gendakan, tiba-tiba ada panggilan Pak Bupati untuk mendampingi sebuah acara? “Bapak mau rapat, maaf saya juga lagi “rapet” Pak!”, apa musti dijawab seperti itu?

Namun nyatanya, bersama Ny. Sastika, semuanya bisa! Dan dia telah menjalani beberapa tahun lamanya. Tak jelas memang, mana yang lebih dulu. Apakah dia ribut dulu dengan suaminya, ataukah selingkuh dulu dengan Mukadar, baru suami ngajak ribut. Yang jelas, akibat perselingkuhan tersebut, Ny. Sastika sudah berbulan-bulan lamanya pisah ranjang dengan suaminya, Darmadi, 37. Meski mereka masih tinggal serumah, tapi tak ada lagi kegiatan siginifikan sebagai suami istri. Istri tidur di mana, suami juga ngorok entah ke mana.

Dalam skandal ini, yang beruntung memang Mukadar. Dapat gendakan baru yang cantik dan irit. Soalnya, anggaran selingkuh untuk jalan-jalan dan nginep di hotel, hampir semua atas tanggungan Ny. Sartika. Sedangkan dia sendiri, boleh dikata hanya modal bonggol, bukan benggol (baca: uang). Maklumlah, di mata Ny. Sastika yang dibutuhkan dari sosok Mukadar hanyalah tongkrongan dan tangkringan. Asal kedua syarat tersebut terpenuhi, bagi ajudan bupati Pekalongan (Jateng) ini, semuanya cukuplah sudah.

Untuk kalangan umum, jelas tidak menyangka bahwa Ny. Sastika yang anggun dan kalem seperti itu, ternyata punya “simaskot” (simpanan masyarakat kota) non BRI. Kelincahan dia sebagai pendamping tugas orang nomer satu di kabupaten, ternyata juga merambah ke urusan ranjang segala. Bagaimana tidak lincah? Dia bisa mengatur waktu secara tepat guna, kapan harus mendampingi Pak Bupati, dan kapan “ditumpangi” Mukadar selaku rekanan selingkuh.

Meskipun kegiatan menyimpang ini sangat mengasyikkan bagi Sastika – Mukadar, tapi sudah barang tentu sangat menyesakkan dada Ny. Untari selaku istri Mukadar. Apa lagi dalam keseharian dia merupakan guru SD Wonopringgo. Bagaimana kata rekan guru dan muridnya? Masak suami seorang pendidik dan tenaga pengajar, di luaran malah berbuat kurang ajar. Terus terang, Bu Untari juga sudah pernah mengingatkan suaminya, tapi yang bersangkutan terus saja bermain gila.

Agar suaminya tak berlarut-larut jadi anggota Front Pengkhianat Istri, dia pernah mengadukan kasus ini ke Pemda Kabupaten Bekasi. Sayang, ibarat kata bibir Ny.Untari sampai meniren (capek ngomong), tak pernah ada tanggapan dari pihakberwenang. Memang, semua laporan Bu Guru ini hanya serangkaian kata-kata saja, tanpa ada bukti otentik. Karenanya pihak Pemda tak mau menanggapinya. “Menuduh tanpa bukti, itu fitnah. Dan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan,” pasti begitu alasannya.

Mesum Ny. Sastika – Mukadar rupanya terus berlanjut, sampai kejadian beberapa hari lalu. Di sebuah rumah di Kelurahan Kramat Sari kota Pekalongan, ajudan bupati digerebek tengah mesum dengan suami Bu Guru Untari. Ironisnya, meski faktanya begitu jelas, semua pejabat di Pemda Pekalongan seakan melakukan GTM (Gerakan Tutup Mulut). Setiap ditanya kalangan pers, mereka berkeberatan menjelaskan. Asal sudah dijawab: “saya belum mengetahui kasus itu”, bereslah sudah.

Ajudan bupati kok “diberesi” suami Bu Guru.