Wednesday, August 6, 2008

Jangan Cium, Sedang Flu

Dalam situasi ekonomi sesulit ini, masak suami memberi belanja Rp 50.000,- sebulan. Karenanya cinta Sumilah, 23, jadi erosi, dan beralih pada Semijo, 27, tetangganya yang sanggup menjamin Rp 100.000,- sebulan. Agar tukang becak tersebut gampang duitnya, Sumilah suka belagu. “Ssst, jangan cium dulu, sedang flu!”

Antara sipil dan militer jangan terjadi dikotomi (dipertentangkan), sebab bisa merusak kesatuan dan persatuan bangsa. Pesan Orde Baru itu rasanya masih relevan untuk kehidupan keluarga Sumilah yang miskin, dari Situbondo (Jatim). Meski ekonomi sesulit apapun, janganlah mendikotomikan suaminya yang tukang cari kayu di hutan, dengan tukang becak di Desa Kalibagor. Dampaknya sama, bisa merusak keutuhan rumahtangga. “Makanya, agar duit belanja Rp 50.000,- dari suamimu cukup sampai sebulan, makan saja pakai garem…,” begitu kata hati nurani Sumilah.

Hari-hari Sumilah memang diliputi rasa masgul, menyesali kelakuan suami yang selalu menyerah pada nasib. Tahu penghasilan jadi tukang repek (pencari kayu bakar) di hutan sangatlah kecil, mbok iyao alih profesi. Dari pencari kayu bakar di hutan, beralih jadi perambah hutan. Atau bila memungkinkan, sekalian jadi pengubah peruntukan hutan sebagaimana yang dilakukan bapak-bapak di DPR itu. Wooo, ini dijamin bisa langsung kaya mendadak. Bisa kawin dengan penyanyi dangdut, bisa dapat sogokan beryar-yar. Lha kalau kepergok KPK, itu sih nasib lagi apes saja!

Percuma saja Sumilah mengkhayal, karena basis pendidikan dan peruntungan Karsun bukan itu. Yang masih bisa mendekati kenyataan hanyalah, bilamana dia menerima aspirasi urusan bawah Semijo, tetangganya. Maklum, meski sudah tahu Sumilah punya suami, lelaki tukang becak ini ngglibet terus, merayu-rayu agar menerima cintanya yang suci murni, bebas hama sundep dan beluk. “Sebagai tukang becak, dijamin dia banyak genjotannya, Bleh….,” begitu kata setan mempengaruhi dan menggosok.

Untuk hari-hari berikutnya, Sumilah mempertimbangkan cinta Semijo itu. Selain “genjotan”-nya, dia juga sangat mengharapkan fasilitas keuangan darinya. Tukang becak ini pernah berjanji, jika mau jadi selingkuhannya, sanggup menjamin Rp 100.000,- sebulan. Ini tawaran lebih menarik dari dana BLT-nya Pak SBY – Kalla. Bila dana pemerintah paling diberikan jangka 3 bulan, BLT-nya Semijo akan mengalir tanpa batas, sepanjang masih mau jadi selingkuhannya. Pendek kata, hingga dengkul momrot (dengkul keropos), uang kerohiman tersebut tetap digulirkan.

Lagi-lagi Sumilah harus berhitung secara ekonomi. Rp 100.000,- sebulan jelas lebih banyak dari yang Rp 50.000,- sebulan. Karenanya, diam-diam dia meladeni opsi si tukang becak. Agar Semijo moprol (royal) duitnya, dia mulai bermain jual mahal. Hanya untuk dicium saja, dia selalu beralasan sedang flu. Tapi setelah berkibar uang Rp 10.000,- dari tangan Semijo, yang lebih dari cium pun Sumilah jadi semeleh (pasrah). Dan dalam praktek, uang yang diterima bini tukag pencari kayu ini dalam sebulan bukan hanya Rp 100.000,- tapi bisa tembus angka Rp 250.000,-

Agar lebih aman secara mantap terkendali, sengaja praktek selingkuh Sumilah mengacu sistem jemput bola. Maksudnya, bukan Semijo yang mendatangi kamar istri Karsun, tapi istri Karsunlah yang selalu ke rumah tetangga untuk menjemput “bola” Sumijo. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu, pamitnya mau rewang (membantu masak) keluarga punya gawe, tapi sesungguhnya dia malah menyelinap ke rumah Semijo untuk “main bola” non PSSI. “Kang, aku ora mulih arep rewong sik (mas, aku tak pulang, mau bantu orang punya gawe dulu),” begitu pamit Sumilah.

Namun karena sudah lama dengar info miring, Karsun tak percaya bahkan sengaja membuntuti. Ternyata benar, istrinya menyelinap ke rumah Semijo. Ketika diintip, ya ampun, dalam kegelapan malam tampak Sumilah tengah digenjot mesra si tukang becak. Buru-buru Karsun mengerahkan pamong desa, menggerebek pasangan mesum tersebut. Meski peluit panjang telah berbunyi tanpa permainan usai, Semijo – Sumilah tetap digelandang ke Balai Desa. “Saya selingkuh karena sebulan hanya dibelanja Rp 50.000,- Pak, naba cukup….?” ujar Sumilah polos.

Goblog! Belikan kalender saja, kan malah cukup setahun.

No comments: