Wednesday, August 6, 2008

KEBANGKITAN NAFSU 20 MEI

Pas peringatan seabad Kebangkitan Nasional 20 Mei lalu, justru hari itu merupakan kebangkrutan nafsu Sarbani, 40. Soalnya, anak tiri yang selama ini mau digauli sebagaimana ibunya, hari itu berontak. Lalu Nastiti, 18, membuka aib ayah tirinya selama ini. Dan polisi dengan cepat menggiringnya ke Polsek Gandusari (Trenggalek).

Ini kisah klasik sebagai dampak kebijakan Menaker Sudomo tahun 1980-an. Ketika lapangan kerja dalam negri demikian susah, dia membuka kran “ekspor” tenaga kerja ke luar negri. Orang-orang miskin di republik ini pun berduyun-duyun mendaftar jadi TKI dan TKW. Konsekuensinya, para istri sementara waktu harus jauh dari suami. Atau para suami setidaknya selama 2 tahun nganggur tak menjalankan “sunah rosul” karena bini jauh di negeri jiran atau Timur Tengah, memburu ringgit dan real.

Lalu, dampak negatifnya pun bermunculan di sana sini. Suami yang kuat iman, tapi “imin”-nya ngambek melulu, membangun skandal seks di mana-mana. Ada yang makan adik ipar, melalap bini tetangga, termasuk juga makan anak tiri. Di Desa Gandusari Kecamatan Gandusari, Trenggalek (Jatim) Sarbani termasuk salah satu korbannya. Dia yang berbulan-bulan harus “puasa wanita”, jebolah imannya dan melabrak Nastiti, sejak anak tiri tersebut duduk di bangku kelas I SMA.

Ekonomi yang pas-pasan, bisa dituding sebagai pangkal masalahnya. Sebagai petani tanpa dasi, status Sarbani selama ini memang jadi penggarap sawah orang. Dia yang kerja mati-matian, tapi memperoleh hasil tidak seberapa. Sedangkan pemilik sawah, hanya goyang kaki bisa memanen hasil sawah secara berlimpah ruah. Mana kala musim menggarap sawah tiba, juragan tinggal perintahkan Sarbani mandi lumpur, lalu diberi imbalan ala kadarnya.

Keruan saja penghasilan keluarga Sarbani tak pernah membaik, sementara devisit anggaran selalu terjadi. Katrin, 45, istrinya kemudian menawarkan diri untuk ikutan jadi TKW ke Arab Saudi sebagaimana para tetangga yang lain. Awalnya Sarbani keberatan. Tapi karena neraca pembayaran utang luar rumah semakin membengkak, terpaksa dia mengijinkan. Lalu kalau kedinginan di malam hari bagaimana? “Halah, nggak ada ceritanya orang mati karena dua tahun tak ngeloni bini,” begitu Katrin berargumentasi.

Nah, jadilah Katrin berangkat sebagai TKW. Anak bawaan dari suami dulu, Nastiti, dititipkan pada Sarbani. Istri juga selalu berpesan, jangan sampai sekolah ana satu-satunya tersebut putus.

Katrin menjamin, sebulan setelah bekerja di Arab Saudi, bisa kirim real ke tanah air. Dari kiriman tersebut, 20 % untuk membayar utang, 15 % lagi untuk tabungan memperbaiki rumah, 30 % untuk makan sehari-hari. Untuk anggaran pendidikan 10 % saja, toh pemerintah sendiri juga tak pernah tepat 20 % dari APBN.

Untuk kesejahteraan fisik, Sarbani kemudian bisa mengatur secara tepat. Tapi untuk kesejahteraan batin? Lha ini yang repot bin kedodoran. Soal perut memang selalu terisi dengan baik, tapi yang di bawah perut? Sudah berbulan-bulan tak menjalankan sunah rosul bersama istri, kepala Sarbani jadi pusing di segala lini. Dalam kondisi kepepet begitu, setan pun segera memberi masukan. “Kalau kamu takut “jajan” di luar, bolehlah anak tirimu dijadikan solusi darurat,” begitu kata setan demikian meyakinkan.

Lelaki usia 40 tahun macam Sarbani memang selalu menganggap seks sebagai panglima. Maka yang terjadi kemudian, Nastiti si anak tiri itupun “dijagal” sebagai ajang pemenuhan syahwati. Lho, kok enaknya pas, angetnya juga sangat terasa, ya sudah, “wisata kuliner” berbasis ranjang itu dilanjutkan terus.

Dalam seminggu Nastiti dipaksa melayani nafsu ayah tirinya sebanyak 4 kali. Pendek kata, gemak lonteng-lonteng, krasa penak Sarbani ndengkeng-ndengkeng (keenakan hingga menggeliat-geliat). Akan tetapi ketika Sarbani menunaikan nafsu bejadnya pada 20 Mei 2008 lalu, ternyata Nastiti berontak. Bukan saja enggan melayani, dia pun juga melapor pada Pak RT tentang kebejadan moral ayah tiri selama ini.

Tak ayal lagi, di tempat lain orang memperingati seabad kebangkitan nasional, hari itu Sarbani yang habis mengalami kebangkitan nafsu seksnya, dengan langkah gontai diseret ke Polsek Gandusari. Karet busa yang selama ini dijadikan alas bermesum ria, juga dibawa serta sebagai barang bukti.

Rasakan Bleh angetnya anak tiri, dinginnya sel tahanan.