Harti, 30, tak mencintai lagi suaminya, bahkan telah pisah ranjang untuk menuju perceraian. Tapi ketika Pranowo, 36, diam-diam membawa perempuan lain ke ranjangnya, dia meradang juga. Dia tak suka tindakan “nggege mangsa” itu, sehingga perselingkuhan suaminya dilaporkan ke Polres Salatiga.
Antara Harti – Pranowo memang masih dalam jalinan perkawinan. Cuma, hubungan keduanya sudah tak semesra dulu. Rumahtangga yang dibina sejak 5 tahun lalu, kini tak lagi menjadi tempat nyaman untuk berkasih-kasihan sebagai suami istri. Meski masih serumah, mereka tidak lagi tinggal seranjang. Otomatis dan praktis, hubungan intim yang menjadi kewajiban mengasyikkan bagi setiap keluarga, tak pernah lagi dilakukan. Harti di kamar sini, Pranowo di kamar sana. Ngorok sendirian!
Tali perkawinan mereka memang dalam kondisi kritis. Ibarat tambang, kondisinya sudah mrinding (aus) tinggal nunggu putusnya saja. Apa masalahnya, bertolak dari kelakuan Pranowo juga. Soalnya, sudah punya bini cantik dan putih, masih juga bermain api dengan perempuan lain. Harti pernah memergoki, Pranowo jalan berdua dengan sang WIL sambil banthong-banthongan (bergandengan tangan). Langsung dada Harti mengkap-mengkap macam kap mobil ngejeblak.
Istri yang baik tak boleh mengumbar emosi sembarang tempat. Karenanya sewaktu tiba di rumah, barulah Harti mencoba klarifikasi pada suami. Ternyata Pranowo ingkar, tidak mau mengakui aksi selingkuhnya yang tertangkap tangan. Bahkan dia menganjurkan Harti periksa di spesialis mata, karena penglihatannya sudah kabur dan ngawur. “Kalau aku selingkuh, biarlah aku kualat macam jambu monyet, kepala di bawah,” kata Pranowo meyakinkan.
Reputasi Pranowo langsung hancur di mata istrinya. Lelaki yang selama ini dinilai jujur dan setia, ternyata telah menjadi pembohong nomer wahid. Bagaimana mungkin Harti salah lihat. Memangnya di kota sekecil Salatiga (Jateng) ada lelaki lain yang bisa sama persis dengan Pranowo? Ya hitamnya, ya keritingnya? Bolehlah hitem dan keritingnya sama, tapi sampai tompel di leher segala juga bisa diduplikasi? Nggak mungkinlah iyauwww!
Ingin Harti memberi pelajaran pada suami. Maka sejak itu dia sengaja tidak mau lagi tidur seranjang dengan suaminya. Bila Pranowo menyusul ke kamar yang lainnya, lalu mencolek-colek kakinya, Harti dengan sigap menendangnya. Bila tangan suami mencolek-colek pinggang sebagai isyarat minta jatah, tangan segera menampelnya. “Sana kelon sama gendakanmu,” kata Harti ketus, gerakannya persis gangsir (jengkerik) tersentuh kakinya.
Namanya lelaki, “diembargo” soal begituan, pusing juga Pranowo secara multi dimensi. Berminggu-minggu tak bisa “ngetap olie”, dia nekad membawa WIL-nya ke kamarnya, tentu saja ketika istri tak di rumah. Di sinilah dia menuntaskan dahaga asmara yang lama tertunda-tunda. Dalam kondisi krisis rumahtangga sedemikian rupa, ternyata Pranowo bisa juga bermain selingkuh. Baginya, WIL sekarang memang mau dijadikan “ban serep”. Bila ban utama meletus, tinggal ban barunya dipasang, toh sudah dibalansing ini.
Dasar Pranowo, semakin sering bini tak di rumah, makin sering memasukkan WIL-nya ke dalam rumah, sehingga pengurus RT terpaksa bertindak dengan cara melapor ke Harti. Sang istri pun jadi berang, sehingga dia minta bantuan polisi untuk menggerebek rumahnya di dukuh Ngawen, Kelurahan Sidomukti, Salatiga. Tapi ketika polisi datang, Pranowo meyakinkan bahwa tak ada perempuan asing di rumahnya. “Silakan geledah, kalau memang ada perempuan di sini,” tantangnya.
Untung polisi tak kalah gertak. Semua kamar disweping, dan ditemukanlah gendakan Pranowo di dalam sebuah kamar. Harti pun dihubungi. Dan ketika melihat wanita itu ecara nyata dari ujung kaki hingga ujung rambut, ternyata memang perempuan yang tempo hari nampak bergandengan mesra dengan suaminya. Pranowo tak bisa lagi berkelit. Bersama WIL-nya dia digelandang ke Polres Salatiga. Enaknya sejimpit (sedikit), malunya selangit.
Thursday, July 10, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment