Wednesday, July 2, 2008
Ngesun Bini Orang
Kasun itu mestinya kepanjangan: kepala dusun. Tapi bagi Prawoto, 35 tahun, jabatan kasun bagi dirinya justru diplesetkan warganya sebagai: suka ngesun (mencium). Pasalnya, lelaki mata keranjang ini memang demen ngesun bini orang. Gara-gara ngesun komplit tersebut, belum lama ini dia tewas dibacok oleh Giwang, 40 tahun, suami wanita yang diselingkuhinya.
Andaikan Prawoto ini nrima ing pandum (terima nasib) atas jodoh yang digariskan Tuhan, niscaya selamatlah rumahtangganya. Tapi dia tidak. Merasa telah menjadi pejabat penting di desanya, dia merasa malu punya istri yang berwajah pas-pasan. Maunya dia sekarang, seorang istri haruslah bisa dibawa ke belakang dan ke depan. Tegasnya, istri harus bisa mendongkrak karier suaminya.
Ny. Prawoto yang bernama Trinil itu memang kuper (kurang pergaulan) sekali, ditambah kurang suka membaca. Jadi penampilannya ya seperti kata Tukul Arwana itulah: ndesaaaa! Bila diajak bicara masalah-masalah yang agak tinggi sedikit, tidak nyambung. Ada tetangga meninggal mau dikremasi, dia menyebutnya: dipromosi. Kata asing partisipasi, Trinil mengucapkannya: partisisapi; itupun hampir ketekuk lidahnya.
Gondoknya Prawoto sebagai suami semakin komplit, ketika Trinil istrinya ini terlalu memproteks dalam hal makanan. Orang dia sebagai Kasun masih demen petai, diberi petai tetangga oleh istrinya malah disembunyikan. “Huuh…., kalau ada tempat tukar tambah bini, mau rasanya nukar dan nomboki berapa saja,” keluh Prawoto sekali waktu.
Edannya Prawoto makin bertambah, ketika dia lalu menyia-nyiakan istrinya yang jelek dan kuper tersebut. Mencaraikan tidak mau, tapi dia terus main mata dengan sejumlah wanita yang ditaksirnya. Tak peduli bini orang, asalkan si wanita merespon aspirasi urusan bawahnya, pasti disikat wes hewes. Prinsip Pak Kasun ini, pukul dulu urusan belakang. Masuk dalam kemul (selimut) dulu, setelah itu baru digoyang!
Nah, masih dalam kaitan melampiaskan dendam asmara tersebut, Prawoto kini tengah menjalin cinta dengan Yuni, 32, yang istrinya Giwang, warga Desa Temuguruh Kecamatan Sempuh, Kabupaten Banyuwangi (Jatim). Padahal antara dia dan selingkuhannya masih satu alamat alias tetangga sendiri. “Kalau sudah tanggung, berak di kampung sendiri juga nggak apa,” kata setan memberi semangat dan bertamsil ibarat.
Yuni memang cantik, ayune uleng-ulengan, kata orang Jawa. Kulitnya itu lho, putih bersih laksana pualam. Betisnya itu lho, mbunting padi nyaris mirip punya peragawati. Bibirnya itu lho, manis dan tipis, layak dikecup dari Jumat hingga Kamis. Ketika lahir agaknya kalung usus, sehingga pakai apapun pantes. Pakai kebaya oke, pakai rok juga menawan. Apa lagi nggak pakai apa-apa, itulah yang dibayangkan Kasun Prawoto selalu.
Anehnya, Yuni belum tahu “kartu as” Pak Kasun yang suka sun sana sun sini tersebut. Ketika suaminya Trinil ini mendekati dirinya, dilayani saja. Soalnya itu tadi, Prawoto suka memberikan sesuatu. Dari vocher HP sampai ajakan makan dan membelikan perhiasan padanya. Maka ketika habis diberi kalung lalu diminta masuk sarung, jawabnya: why not (kenapa tidak)?
Nyoba selingkuh dengan suami orang, ternyata asyik juga. Rasa intinya sih sama saja, tapi preambul atau pembukaannya itulah yang bikin deg-deg plas, agak gimana gitu! Penutupannya juga mengasyikkan. Bila suami setelah kelegan (tercapai) kebutuhannya langsung ngorok, Pak Kasun masih membelai-belai rambutnya sambil bilang: yank yenk melulu!
Kepuasan semu itu tak berlangsung lama, ketika Prawoto-Yuni hendak mengulang sukses kedua kalinya. Ketika baru saja mengadakan kegiatan preambul, tahu-tahu Giwang suaminya pulang. Apesnya lagi, sang suami melihat dia sibuk pakai baju sementara Prawoto bergegas mau kabur. Segera saja Giwang ambil golok, Pak Kasun tukang ngesun bini orang tersebut dikejar dan dibacok cross cross hingga wasalam. “Habis dia menyelingkuhi bini saya,” kata Giwang di Polres Banyuwangi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment