Jujur saja, sebetulnya Giyanto, 30 tahun, tak pernah rela istrinya menjadi penyanyi dangdut. Tapi karena cinta itu harus mau berkorban, lelaki dari Sukoharjo (Jateng) ini terpaksa melepaskannya. Padahal, apa yang dikhawatirkan selama ini akhirnya terjadi juga. Di kala di rumah dia kedinginan dibelit sepi, di sebuah kamar lain Winda, 26 tahun, istrinya malah asyik ”dangdutan” di ranjang dengan sopir angkot. Bagaimana hati Giyanto tak hancur berkeping-keping?
Istri yang baik adalah yang mau memahami sikap suami. Tapi suami yang baik juga adalah yang bisa berkorban demi istri. Di sinilah Giyanto sungguh merasa di persimpangan jalan. Di satu sisi, pekerjaan sambilan istrinya sebagai penyanyi dangdut sangat membantu mengasapi dapur. Tapi di sisi lain Giyanto tak pernah rela bininya megal-megol di panggung lalu penonton main colek pantat bahkan menyenggol payudara Winda. “Ya nasibmulah Bleh, mengorbankan susu biar bisa beli susu,” kata hati nurani.
Resiko itulah kini yang harus ditelan Giyanto. Habis bagaimana lagi, penghasilannya sebagai karyawan perusahaan swasta sangat kecil, tidak pernah cukup untuk hidup sebulan. Sedangkan istrinya, hanya dengan goyang dangdut barang 2-3 jam di panggung, sudah bisa membawa pulang Rp 1 juta sekali pentas. Akhirnya ya…., untuk makan sehari-hari, buat beli susu anaknya yang baru usia balita, sangat lebih mengandalkan goyang pantat Winda di pentas dangdut.
Akan tetapi, untuk ini semua Giyanto harus mengorbankan segenap tenaga dan perasaannya. Bagaimana tidak? Dia harus mengantar jemput istrinya ke arena pentas. Lalu ketika Winda dielu-elukan penggemar yang ikut naik ke panggung, kemudian mereka ada yang main towel pantat istri bahkan nyenggal-nyenggol payudaranya, Giyanto harus meredam panasnya hati dalam dada. Paling sial lagi, setiba di rumah dan dia “nagih” haknya selaku suami, Winda suka beralasan. “Besok aja ya mas, aku capek dan ngantuk,” kata sang istri tanpa sempat berganti baju.
Nah, voltase Giyanto yang tadinya telah mecapai 240 volt, mendadak tinggal 110 macam listrik PLN sebelum tahun 1975. Sebetulnya dia sangat ingin menuntaskan rindunya, melepas gairah malamnya bersama istri. Tapi bagaimana lagi, Winda malah asyik dibuai mimpi. Jika begini, apalah artinya sebuah rumahtangga? Ketika suami butuh, istri malah acuh. Tapi giliran istri mau pentas dangdut, Giyanto harus siap antar jemput. Mestikah cinta harus berkorban dan tekor melulu?
Istri Giyanto memang cantik. Karenanya wanita dari Desa Sonorejo Kecamatan Bendosari ini ketika menjadi penyanyi dangdut dari kampung ke kampung, langsung melejit. Suaranya sih tak seberapa, tapi bodinya yang seksi, pantatnya yang kenthel, pinggulnya yang cemekel (enak dipegang), ketika meliuk-liuk di panggung sungguh bikin heboh. Winda sangat mahir menguasai panggung, padahal di bawah pohon sana Giyanto menunggu sambil kemulan (berselimut) sarung!
Dan, sebagaimana lazimnya pedangdut yang lagi naik daun, Winda juga punya penggemar fanatik. Dia adalah Siswanto, 40, seorang sopir angkot di Solo lin Pasar Kliwon – Kartosura. Ke mana saja istri Giyanto ini pentas, dia pasti tahu. Lalu ketika ada kesempatan naik panggung, Mas Sopir ini suka duet bersama Winda. Padahal, lagunya itu-itu melulu. “Jatuh bangun aku mengejarmu, namun dirimu tak mau mengerti…..,” begitu antara lain kata Siswanto, menirukan lagunya pedangdut Kristina.
Orang sebodoh apapun, lama-lama Winda mengerti bahwa Siswanto memiliki aspirasi urusan bawah padanya. Dan pedangdut muda nan cantik ini menyimak, penggemar satu ini tak pernah mau kurang ajar. Meski nyanyi bareng dan badan nempel, tapi tak pernah colak-colek dan senggal-senggol. Dan ketika kepercayaan itu telah diletakkan, Winda tak bisa menolak saat Siswanto bermaksud mengantarkan pulang. Kebetulan malam itu Giyanto suaminya memang berhalangan jadi petugas antar jemput.
Lembaran ke arah perselingkuhan pun mulai dibuka sejak malam itu. Buktinya, ketika motor dibelokkan dulu ke sebuah rumahmakan, Winda tak menolak. Sambil makan keduanya bercerita macam-macam tentang kisah pribadi. Lalu di sana ada curhat, di situ ada presentase dan pemaparan kisah hidup masing-masing. Lho kok sama, lho kok klop. “Tunggu saatnya pakaian dalammu juga diklokop (dilepas),” kata hati nurani Winda membisikkan.
Akhirnya, Winda jadi sering menolak diantar suami, dengan alasan tetek yang bengek. Padahal aslinya, seusai pentas dangdut bersama Siswanto dia masuk hotel. Lalu, pakaian dalam Winda pun benar-benar diklokop. Segala sesuatu yang kata Winda merupakan “rahasia perusahaan” kini bisa diaudit dengan bebas oleh Siswanto. Kembali pantat Winda megal-megol, tapi bukan di panggung, melainkan dalam sarung bersama lelaki gemblung!
Kemasan selingkuh Winda-Siswanto memang asal-asalan, sehingga lama-lama Giyanto curiga. Kenapa istrinya tak mau lagi diantar jemput? Ketika beberapa hari lalu mencoba membuntuti, ternyata Winda dibawa Siswanto ke sebuah rumah kost di Kerten, Solo. Di situ kembali keduanya “dangdutan”. Dengan hati hancur berkeping-keping, lelaki malang ini menghubungi polisi Poltabes Solo. Maka pasangan mesum dalam sarung itu digerebek ketika tengah nanggung!
Untung hanya diserahkan polisi, tidak langsung dipentung!
Thursday, July 10, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment