Pakai teori ilmu apa pun acuannya, memang tak pernah ketemu. Suami kerja di Bekasi (Jabar) dan jarang pulang, istri di Ponorogo kok bisa hamil? Apa “bibit unggul” bisa dikirim lewat email di internet? Karena itulah Idris, 30 tahun, demikian marah pada istrinya, Yatni, 24 tahun. Begitu melihat bininya hamil 9 bulan selama ditinggal pergi, langsung saja dihajar, pleg, pleg, bug bug. “Kamu pasti begituan dengan lelaki lain ya?” tuduh Idris berapi-api.
Alangkah ideal dan bahagianya, ketika pasangan suami-istri selalu berada dalam naungan serumah. Mereka selalu berbagi suka dan duka, berbagi cinta dalam bingkai keluarga. Di mana ada istri, di situ ada suami. Maka pelaut dan prajurit TNI pantaslah ngiri. Ketika rindu menyesak dada, istri jauh di seberang sana, terhalang ribuan kilometer samudra nan luas. Karenanya sejuta kangen harus ditumpahkan ke mana? Andaikan punya sayap, pastilah mereka ingin segera terbang menemui dewi pujaannya.
Seperti itu pula yang dialami keluarga Idris – Yatni dari Ponorogo (Jatim). Meski mereka suami istri yang sah dan ada stempelnya KUA, tapi sangat jarang ketemu. Suami bekerja di pabrik di Tambun, Bekasi (Jabar), sedangkan istrinya menunggu dibelit sepi di Desa Baosan Kidul, Kecamatan Ngrayun. Kalaupun ada komunikasi suami istri, paling-paling lewat surat. Mereka memang tak punya HP, meski hanya Nokia 3310. Mereka tak punya pulsa meski hanya jenis kartu IM3 yang bisa ngecer Rp 10.000,-
Ah, memang kemiskinan jua yang menyebabkan semua itu terjadi. Idris sih maunya juga pengin memboyong istrinya ke Jakarta. Tapi dia bukan Widjonarko Puspoyo yang beli rumah macam beli kerupuk. Jangankan mempersembahkan sebuah istana untuk istri tercinta, mengontrak rumah petak Rp 400.000,- sebulan saja, Idris tidak ada kemampuan. Maklum, gajinya yang hanya Rp 600.000,- perdua minggu, untuk makan sehari-hari saja pas-pasan.
Ngenesnya kehidupan menyebabkan Idris hanya bisa pulang memanen rindu 6 bulan sekali, atau setahun sekali ketemu bini ketika Lebaran tiba. Di sanalah dia menumpahkan segala rindu dendamnya yang mengkristal jadi kemenyan. Selebihnya itu, Idris harus puas mendekap bantal yang dibawanya dari Ponorogo ke Bekasi. Itulah bantal dan ganjal di malam pertamanya dulu, ketika Idris “mbelah duren” kali pertama. Dan kini, dengan memeluk dan mencium bau apeknya si bantal, seakan Yatni ada di sampingnya selalu.
Gairah rindu Yatni juga tak jauh berbeda, dia selalu mendambakan Idris cepat kembali ke Ponorogo. Tapi karena keterbatasan rupiah, mimpi ketemu suami saja merupakan suatu hal yang mewah. Dan sebagai wanita yang masih muda dan enerjik, Yatni tak mampu menunggu berlama-lama. Maka yang terjadi kemudian, ketika ada lelaki mengiming-iming sejuta kemesraaan, dia pun menghampirinya. Dan terjadilah semuanya.
Gandung, 28, adalah anak adam yang mampu menjawab semua kerinduan Yatni. Ketika di Bekasi Idris bekerja membanting tulang, Yatni – Gandung “banting-bantingan” di ranjang. Maklumlah, ibaratnya orang lama tidak merokok, tiba-tiba ketemu gudang garam merah tanpa filter, nyedotnya jadi nafsu sekali. Isep terus sampai habis ke ujungnya, kalau perlu dijepit lidi, biar tak ada tembakau yang tersisa. “Terima kasih yank, aku sudah lama tak merasakan kemesraan ini,” kata Yatni sambil mandi keringat.
Rumahtangga itu kini telah terukir noda. Dan Yatni tenang-tenang saja karena berdalih ada suami yang bisa dijadikan bumper segala aibnya. Maka perselingkuhan itupun jalan terus. Setiap bini Idris ini merindukan kehangatan malam, tinggal memasukkan Gandung ke kamarnya; gusrak gusrak, selesai. Dan entah berapa kali mereka berbagi cinta, tahu-tahu perut Yatni menggelembung. Tapi wanita kesepian itu pede saja, sebab semua orang pasti mengira bahwa itu semua hasil karya spektakuler Idris di Bekasi sana.
Orang lain boleh percaya atas kebohongan yang dikemas Yatni. Tapi tidak demikian dengan suaminya. Idris yang pulang ke Ponorogo untuk merapel rindu, terkaget-kaget dibuatnya. Lho, kenapa istrinya bisa hamil 9 bulan? Padahal selaku suami, hampir setahun tidak pulang. Memangnya “bibit unggul” bisa dikirim via internet? Yatni pun didesak, diminta mengaku siapa yang “nyetrom” dirinya. Tapi Yatni tak bergeming. Habislah kesabaran Idris, sehingga wanita berperut besar itu ditendang dan dipukul hingga termehek-mehek. “Kenapa bisa begini, kamu pasti begituan sama lelaki lain,” omelnya.
Kira-kira ya begitulah, begituan sampai jadi begini.
Wednesday, July 9, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment