Wednesday, July 2, 2008
Janda - Duda Kumpul Maesa
Randha (janda) ketemu duda memang klop, apa lagi memiliki platform cinta yang sama. Tapi jika belum dibawa ke KUA kok sudah tidur sekamar, apa bukan namanya kumpul maesa (kumpul kebo)? Karena alasan itulah, pasangan Suminten – Mardoyo dilaporkan ke Polsek Ambulu, Jember (Jatim).
Ini kisah wanita dan lelaki yang kebelet. Bukan kebelet ke belakang, tapi kebelet dalam urusan asmara cinta. Maklumlah, baik Suminten, 46, maupun Mardoyo, 48, adalah sosok manusia yang pernah kehilangan teman hidupnya. Maka begitu dapat pengganti, langsung saja nyosorrrr. Maklumlah, ibarat sepeda motor sudah bertahun-tahun mereka tak pernah “ngetap olie”.
Ny. Suminten pekerjaan sehari-harinya guru SD, tinggal di Desa Bregoh Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Sudah 2 tahun lebih dia hidup menjanda akibat suami meninggal. Sejak itu dia merasa kesepian, karena tak ada lagi suami tempat berlindung, tak ada lelaki teman dalam sarung. Hiburan satu-satunya bagi Bu Guru, hanyalah dua anaknya yang sudah berangkat remaja. Padahal mereka juga tak memahami aspirasi urusan bawah ibunya. Maksudnya, mereka melarang ibunya menikah lagi.
Dalam sebuah hadist Nabi disabdakan, surgalah balasannya bagi janda yang bertekad tidak menikah demi membesarkan anak-anaknya. Agaknya, Suminten belum pernah mendengar dan menerima pencerahan semacam itu. Yang dia tahu, setelah suami tiada dia tak lagi merasakan “surga dunia”, yang bisa membuatnya mata merem melek dan berkejap-kejap. Sialnya, kaum Hawa kan tidak bisa blak-blakan sebagaimana lelaki. Praktis betapapun tinggi hasratnya, Suminten harus menahan gejolak itu.
Untungnya Suminten ini termasuk janda STNK (Setengah Tua Namun Kenyal). Bodi masih seksi dan wajah boleh juga. Karenanya, baru beberapa bulan menjanda, sudah banyak lelaki yang ngglibed ingin mendekati. Ada yang perjaka pecinta benda purbakala, banyak pula kalangan duda. Dari yang duda inilah, salah satunya yang masuk hitungan adalah Mardoyo, asal dari Desa Sumberejo kecamatan yang sama. Sayangnya, dia tak bisa diterima oleh anak-anaknya. Bukan “track record”-nya yang jelek, tapi putra-putri Suminten belum bisa menerima ayah pengganti.
Kekuatan oposisi anak-anak Suminten ternyata masih kalah dengan nafsu si janda dan duda yang kebelet itu. Buktinya, di kala anak-anak lengah, maksudnya pas mereka tak di rumah, keduanya bisa aja melampiaskan libidonya yang sekian tahun tertunda. Namanya juga barang colongan, jadi kegiatan Suminten – Mardoyo bagaikan sinetron kejar tayang saja, serba dadakan dan serba cepat. Durasinya tak pernah sampai 30 menit. Paling banter hanya 15 menit saja, itu pun tanpa diisi iklan sama sekali! “Rebut cukup (asal terpenuhi),” begitu kata Mardoyo.
Asal ada peluang, Suminten – Mardoyo pun kelon tanpa setahu anak-anaknya. Tapi lama-lama praktek mesum itu terbongkar juga. Pasalnya, setiap kedua anak Suminten nginep di rumah neneknya di luar kota, Mardoyo ngendon di rumah gendakannya semalam suntuk. Bisa dibayangkan betapa bebasnya mereka. Ibaratnya permainan bola, bisa perpanjangan waktu sampai dua kali, tapi skor tetap sama saja.
Meskipun diam-diam, penduduk lama-lama ada yang tahu. Suminten pernah ditegur pengurus RT, agar tidak lagi mengulangi perbuatannya yang memalukan itu. Tapi ternyata masih saja ngeyel, dengan alasan Mardoyo hanya main biasa, tidak mainin yang lain-lain. Pendek kata Bu Guru ini tetap ngeyel, malah cenderung tersinggung ketika ditegur. “O…lha Suminten edan….,” kata penduduk teringat kisah ketoprak lakon Warok Suramenggala.
Untuk sekali dua kali warga masih bersabar. Tapi karena Suminten kembali menerima Mardoyo berlama-lama di kamarnya, beberapa hari lalu dilakukan penggerebegan. Saat ditangkap keduanya memang tidak berbuat, tapi sudah cukup alasan untuk menggelandang keduanya ke Polsek Ambulu. Karena dalam pemeriksaan keduanya mengakui sudah saling mencinta, pihak polisi akhirnya malah bermaksud mengawinkan saja keduanya dengan segera. Wah enak, bisa nikah gratis!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment