Tuesday, July 29, 2008

Bahenol Bos.....


Tambah umur bukannya sadar, tapi malah tambah rusak, itulah mbah Munadi, 65, dari Probolinggo (Jatim). Tak tahan menduda, janda kembang tetangga sendiri ditelateni. Empat kali berbuat, gagal melulu. Namun saat “sukses” di lima kalinya, ketahuan keluarga Denok, 20. Urusan pun melebar ke polisi.

Andaikan bisa memilih, semua ingin jadi janda atau duda pada usia 80 tahunan, ketika onderdil di tubuh tak begitu aktif. Tapi karena umur itu milik Tuhan, banyak juga yang baru pengantin baru sudah ditarik dari peredaran. Seperti Denok dari Desa Wonorejo Kecamatan Maron Kabupaten Probolinggo ini contohnya, baru seminggu jadi “raja sehari” mendadak suami meninggal akibat kecelakaan. Praktis dia langsung menyandang status janda kembang, atau mungkin malah masih utuh buntelan plastik.

Kondisi Denok yang demikian menyebabkan sejumlah kumbang kampung berusaha mendekatinya lagi. Siapa tahu bisa menjadi suami pengganti. Apa lagi wajah dan bodi Denok cukup lumayan, sehingga kontestannya cukup banyak. Mereka berlomba mendekati sijanda, menjual program untuk bisa lulus ferifikasi dan selanjutnya ikut dalam pencoblosan. “Jadi istriku, 100 persen amplop gaji kuserahkan padamu,” begitu kata kampanye seorang peminat janda Denok.

Kok begitu sih janji-janji kampanyenya? Lha memang iya. Soalnya memang banyak lelaki yang tidak mempercayai istri sebagai bendahara keluarga. Kaum wanita hanya dianggap sebagai bendahalal untuk terbang ke “surga”. Maka jangan heran, banyak kaum lelaki yang menjatah istrinya tiap pagi, bahkan banyak pula kaum istri yang tak tahu ujud amplop gaji suami, termasuk berapa isinya setiap bulan. Yang begini ini, orang Jawa bilang: wanita tahunya ndengak dan dicemplak!

Untuk Denok, kampanye lelaki model begitu sama sekali tak pernah diambil peduli. Orang ketika berharap dapat, memang janjinya muluk-muluk seperti penguasa. Tapi setelah berkuasa di Merdeka Utara, memenuhi janji anggaran pendidikan 20 persen dari APBN sebagaimana diamanatkan undang-undang, susahnya luar biasa. Akibatnya biaya pendidikan jadi semakin mahal, hanya yang kaya saja yang bisa sekolah. Rasanya kembali kita seperti di jaman Belanda saja.

Lucu memang si Denok ini. Sementara yang muda dan penuh cinta ditepiskan, dia malah membuka hati pada seorang kakek, tetangga sendiri, Mbah Munadi. Entah dukun mana yang dipinta sraya (dimintai tolong), sehingga dia malah memberi peluang pada lelaki yang lebih pantas jadi bapaknya tersebut. Ketika rumahnya sepi, lalu Mbah Kakung menyelinap ke rumahnya, dia membiarkan saja ulah si duda dengan segala tindakannya.

Ironis memang, tapi itu kenyataan. Mbah Munadi yang duda 10 tahun lamanya, malah dapat peluang emas setelah sekian tahun “berpuasa”. Maklum, sebetulnya sudah lama dia ingin kembali berumahtangga, tapi tak ada juga yang mau terhadap dirinya. Padahal Ketua MPR Hidayat Nurwahid, baru sehari menduda sudah dapat tawaran yang cantik dan mulus. “Makanya mbah, jadi ketua MPR dulu, jangan bisanya hanya duduk duduk di emper (teras rumah),” kata hati nurani Mbah Munadi.

Hari-hari Mbah Munadi memang selalu indah belakangan ini. Setiap situasi mantap terkendali, dia berusaha menyatroni Denok. Makin beruntung lagi, ternyata kondisi si janda memang betul-betul kembang, dalam arti masih asli buntelan plastik. Buktinya, sudah berulang kali dia mencoba menyetubuhinya, tetapi selalu gagal melulu. Bahkan yang selalu terjadi, Mbah Kakung ini malah terkena penyakit edi tansil alias ejakulasi dini tanpa hasi.

Apes saja nasib Mbah Munadi. Ketika dia berhasil menodai Denok pada gebrakan ke-5 kalinya, eh ketahuan oleh kakak si janda. Keruan saja aksi mesum si kakek jadi bikin heboh. Hari itu juga Mbah Munadi diseret ke Mapolres Probolinggo. Dalam pemeriksaan dia mengakui, selalu memberi uang Rp 5.000,- setiap kencan. Ketika ditanya polisi kenapa baru berhasil pada aksi yang ke lima kalinya, jawab Mbah Munadi enteng saja. “Nggih kula oser-oseri lenga klentik (ya saya olesi minyak goreng) Pak,” kata si kakek dengan gigi giginya yang mulai ompong.

Terus bagaimana Mbah? Mak nyussss?

Menelateni Janda Kembang


Dasar nggak kuwat drajat (kehormatan), baru 8 bulan jadi Kades sudah pengin poligami. Akibatnya Sarkim, 40, dimanfaatkan pesaingnya dalam pilkada. Baru jalan bareng dengan calon istrinya sudah difitnah selingkuh, bahkan dipaksa mundur. Tapi Sarkim kemudian memilih kenikmatan ketimbang jabatan.

Istri Sarkim, Asmonah, 36, sungguh bangga ketika 8 bulan lalu suaminya terpilih menjadi Kades Rebalas, Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan (Jatim). Selaian dapat sawah bengkok, juga prestisenya terdongkrak naik. Sebagai orang nomer satu di desanya, Sarkim dan istrinya memang akan sangat dihormati warganya. Kalau ada apa-apa diminta memberi sambutan, warga ketemu di jalan selalu menyapa ramah: “Tindak Pak Lurah, tindak Bu Lurah……”

Repotnya, baru 6 bulan jadi Pak Kades, Sarkim suaminya tergoda janda cantik pantat gede. Tanpa sungkan- sungkan dia mohon ijin pada istrinya untuk poligami. Sebetulnya Asmonah tak merelakannya. Tapi karena suami mengancam cerai sedangkan anak sudah 6, dia terjebak pada pilihan sulit. Presis Presiden SBY kini, BBM tak dinaikkan, negara bangkrut. Tapi menaikkan BBM rakyatnya yang bangkrut. “Sebetulnya kalau Cak Sarkim kawin lagi, hatiku juga bangkrut,” kata Ny. Asmonah.

Istri kedua sudah Pak Kades memang sudah siap, bahkan rencananya minggu depan diresmikan. Karenanya, enteng saja Sarkim mengajak si janda ke rumah pamannnya untuk menginap. Nah, bekas lawan politiknya dalam pilkades memanfaatkannya. Dia mengerhkan sejumlah warga, dan Sarkim bersama janda calon istrinya digerebek jam 03.00 dinihari. Malam itu juga Pak Kades diminta mundur dari jabatannya. Meski tak terbukti perzinaan itu, demi ketenangan warga dia mau menandatangani surat pengunduran diri. Soal rencana menikah, jalan terus!

Ketika Pak Kades dikerubuti warga bersama calon istri barunya, sejumlah wanita yang simpati pada Bu Kades ikut mengerubuti uga si janda. Mereka ingin melihat seperti apa sih calon ibu kedua Pak Sarkim ini. Ternyata orangnya biasa-biasa saja, padahal kabarnya, cantik, putih, betis mbunting padi. “Ala, kakinya hanya begitu. Mana yang mbunting padi? Kalau bongkotan pring (pangkal bamboo) sih iya….,” ledek warga.

Urusan kaki sih biasa, tapi “tendangan”-nya, wooo….!

Gugur Di Ranjang Mesum


Lemah jantung ketemu lemah syahwat memang repot. Ketika Menik, 37, masih membutuhkan, suami sudah tak mampu lagi memuaskan. Tapi sungguh buruk penyelesaian itu. Habis kontrol jantung, sempat-sempatnya Menik selingkuh dengan pengojek. Padahal, usia main dia langsung tewas di ranjang mesum.

Alangkah malang nasib Ny. Menik dari Pacitan (Jatim) ini. Meski suaminya seorang kepala sekolah, tapi tak merasakan kebahagiaan hidup. Bukan karena gaji suami selalu banyak potongan, tapi kenikmatan ranjangnya sering terpotong ketika tengah melayani suami. Pasalnya, Pak Kepsek SD itu menderita penyakit “edi tansil” alias ejakulasi dini tanpa hasil. Atau bahasa “akademik”-nya, DRS Med alias: Dereng Rampung Sampun Medal.

Makin sempurna kemalangan ini, karena Menik juga pengidap penyakit lemah jantung. Bisa dibayangkan, penyakit kok datang ombyokan; suami lemah syahwat, istri lemah jantung. Gara-gara penyakitnya itu pula, dia sering mendadak kejang-kejang, napas tersengal-sengal sementara wajah membiru. Asal terima kabar mengagetkan, penyakit istri Pak Kepsek itu pasti kambuh. Seminggu lalu Ny. Menik juga langsung kejang-kejang, ketika dengar kabar Presiden SBY akan menarikkan harga BBM 30 persen!

Agar penyakit menyiksa itu enyah dari tubuh, tak pernah henti Ny. Menik mencari obat, dari yang tradisional hingga lewat penanganan dokter. Akibat perburuan itu dia sampai berobat ke RSUD Dr. Sudomo Trenggalek, segala. Sebab dengan dokter internisnya di sana Ny. Menik merasa cocok. Maka sebulan sekali dia selalu kontrol penyakitnya ke sana. Bayangkan, Pacitan – Ponorogo – Trenggalek harus di tempuh dengan bis sebulan sekali, demi kesembuhan penyakit.

Namun dasar Ny. Menik punya bakat selingkuh cukup tinggi. Meski dalam kondisi sakit lemah jantung, masih juga ingat kebutuhan syahwat yang jarang terpuaskan. Di Trenggalek ini dia kemudian kenal dengan tukang ojek Jumono, 38, warga Desa Kertosono Kecamatan Panggul. Pertama kali sekadar mengantarkan Ny. Menik dari terminal Trenggalek ke RSUD Dr. Sudomo, tapi lama-lama disuruh pula mengantarkannya ke kenikmatan “surgawi” di alam fana.

Ini selalu dilakukan sebulan sekali nyaris tanpa jeda, seiring dengan jadwal Ny. Menik kontrol penyakitnya. Setiap usai kontrol di rumahakit, pastilah keduanya lalu mencari kamar di sebuah hotel. Di sana Menik memuaskan kebutuhan biologisnya, satu hal yang jarang terpuaskan di rumah sendiri. Apa lagi Jumono sebagai lelaki masih muda dan enerjik selalu bisa memenuhi selera Menik. “Pacu terus sampai tua….,” begitu semboyan sang pengojek.

Akan tetapi kemarin dulu merupakan hari apes bagi Ny. Menik. Seusai berobat ke RSUD Dr Sudomo, dia mampir ke hotel Widowati bersama gendakannya. Seperti biasanya keduanya pun lagu “berlaga” di ranjang mesum. Tapi sial, baru saja usia bertanding, Ny. Menik langsung kejang-kejang dalam kondisi masih bugil. Jumono segera berlari mencari bantuan, tapi ketika tiba kembali istri Kepsek di Pacitan itu sudah tewas. Tak urung Jumono jadi urusan polisi. Bukan saja takut dituduh sebagai penyebab kematian selingkuhan, juga malu kisah mesumnya ketahuan banyak orang bahkan masuk koran segala.

Nah, sekarang gilirannya masuk rubrik Nah Ini Dia.

“Kaya” Guru Wisata Bakti


Kerjaan belum jelas, tapi urusan “ngerjai” cewek jago dia. Itulah Sumar, 25, guru wiyata bakti dari Banjarnegara (Jateng). Dua gadis hamil sekaligus gara-gara ulahnya. Karena dipoligami para korban juga tak sudi, hampir saja keluarga sigadis menjadikan Sumar bergedel. Untung polisi berhasil menyelamatkannya.

Umur Sumar sudah seperempat abad, tapi pekerjaan yang pasti belumlah punya. Kalau sekarang menjadi guru SD di Wonodadi Kabupaten Banjarnegara, statusnya baru wiyata bakti alias honor sekedarnya. Dia bisa magang di situ juga karena budi baik kepala sekolahnya saja. Tapi bisa diangkat atau tidak sebagai guru tetap yang PNS, sangat tergantung keuangan di Pemda. Soalnya pemerintah sendiri masih pusing menyelesaikan guru-guru honorer yang sudah puluhan tahun kerja bakti.

Ironisnya, meski gaji bulanan belum jelas, dalam urusan cewek Sumar ini maju sekali. Maklum, namanya juga anak muda. Di desa tempatnya kos, dia menjalin asmara dengan gadis Erni, 20, anak tuan rumah. Namanya juga pacaran di era gombalisasi. Jika hanya pegang-pegangan tangan dan jalan bareng, tidaklah puas mereka. Hubungan suami istri yang belum jadi hak mereka, sudah dikerjakan juga. “Sebagai guru percobaan, boleh dong nyobain yang lain,” begitu kata Sumar.

Namun kisah kasih mereka tak berjalan mulus. Ada cowok lain yang cemburu, sehingga Sumar pun terlibat perkelahian dengan sang pesaing. Demi keamanan selanjutnya, Pak Guru honorer ini memilih pindah tempat ke Desa Luwu Kecamatan Rakit. Adapun hubungannya dengan si Erni juga jalan terus, termasuk hubungan intim bak suami istri tersebut. Justru makin jauh itu mereka menjadi makin kangen, sehingga “setruman”-nya pun menjadi semakin hot.

Gilanya si Sumar, di tempat barunya dia juga terlibat affair dengan gadis setempat. Seperti si Erni juga, gadis kembang desa itu tak urung disetubuhinya juga bak istri sendiri. Maka dunia muda Pak Guru ini semakin indah saja. Dia bisa nyetrom sana nyetrom sini. Kangen pada Erni tinggal kontak-kontakan dan setrom-setroman. Rindu pada Dian, 22, apa lagi, namanya juga tinggal sekampung. Bila tempat dan situasinya mantap terkendali, keduanya pun masuk kamar menuju taman surgawi.

Inilah yang tak pernah dipikirkan Sumar. Entah sudah berapa kali dia nyetrom sana nyetrom sini, tahu-tahu Erni dan Dian kompak hamil bareng. Tentu saja orangtua masing-masing menuntut Sumar untuk bertanggungjawab. Keluarga Pak Guru sebetulnya mau saja menyelesaikan, begitu pula si Sumar. Sebab soal ngrangkep mengajar di kelas juga sudahlah biasa. Jadi merangkap dua bini apa repotnya. “Mengatasi ramainya 80 mulut anak-anak saja bisa, apalagi hanya dua mulut, encerrrrr….!” begitu dia berdalih.

Namun tentu saja baik Erni maupun Dian tak sudi dipoligami, sedangkan dari mereka mengalah salah satu juga tidak mau. Lantaran Sumar tak juga bisa menyelesaikan “hasil karya”-nya secara bijak, keluarga Dian hampir saja mengeroyok oknum guru tersebut untuk dijadikan bergedel. Untung saja polisi Polres Banjarnegara segera bertindak. Sumar yang doyan nyetrom sini nyetrom sana tersebut diamankan, kalau tak mau disebut ditahan.

“Kaya” Guru Wisata Bakti


Kerjaan belum jelas, tapi urusan “ngerjai” cewek jago dia. Itulah Sumar, 25, guru wiyata bakti dari Banjarnegara (Jateng). Dua gadis hamil sekaligus gara-gara ulahnya. Karena dipoligami para korban juga tak sudi, hampir saja keluarga sigadis menjadikan Sumar bergedel. Untung polisi berhasil menyelamatkannya.

Umur Sumar sudah seperempat abad, tapi pekerjaan yang pasti belumlah punya. Kalau sekarang menjadi guru SD di Wonodadi Kabupaten Banjarnegara, statusnya baru wiyata bakti alias honor sekedarnya. Dia bisa magang di situ juga karena budi baik kepala sekolahnya saja. Tapi bisa diangkat atau tidak sebagai guru tetap yang PNS, sangat tergantung keuangan di Pemda. Soalnya pemerintah sendiri masih pusing menyelesaikan guru-guru honorer yang sudah puluhan tahun kerja bakti.

Ironisnya, meski gaji bulanan belum jelas, dalam urusan cewek Sumar ini maju sekali. Maklum, namanya juga anak muda. Di desa tempatnya kos, dia menjalin asmara dengan gadis Erni, 20, anak tuan rumah. Namanya juga pacaran di era gombalisasi. Jika hanya pegang-pegangan tangan dan jalan bareng, tidaklah puas mereka. Hubungan suami istri yang belum jadi hak mereka, sudah dikerjakan juga. “Sebagai guru percobaan, boleh dong nyobain yang lain,” begitu kata Sumar.

Namun kisah kasih mereka tak berjalan mulus. Ada cowok lain yang cemburu, sehingga Sumar pun terlibat perkelahian dengan sang pesaing. Demi keamanan selanjutnya, Pak Guru honorer ini memilih pindah tempat ke Desa Luwu Kecamatan Rakit. Adapun hubungannya dengan si Erni juga jalan terus, termasuk hubungan intim bak suami istri tersebut. Justru makin jauh itu mereka menjadi makin kangen, sehingga “setruman”-nya pun menjadi semakin hot.

Gilanya si Sumar, di tempat barunya dia juga terlibat affair dengan gadis setempat. Seperti si Erni juga, gadis kembang desa itu tak urung disetubuhinya juga bak istri sendiri. Maka dunia muda Pak Guru ini semakin indah saja. Dia bisa nyetrom sana nyetrom sini. Kangen pada Erni tinggal kontak-kontakan dan setrom-setroman. Rindu pada Dian, 22, apa lagi, namanya juga tinggal sekampung. Bila tempat dan situasinya mantap terkendali, keduanya pun masuk kamar menuju taman surgawi.

Inilah yang tak pernah dipikirkan Sumar. Entah sudah berapa kali dia nyetrom sana nyetrom sini, tahu-tahu Erni dan Dian kompak hamil bareng. Tentu saja orangtua masing-masing menuntut Sumar untuk bertanggungjawab. Keluarga Pak Guru sebetulnya mau saja menyelesaikan, begitu pula si Sumar. Sebab soal ngrangkep mengajar di kelas juga sudahlah biasa. Jadi merangkap dua bini apa repotnya. “Mengatasi ramainya 80 mulut anak-anak saja bisa, apalagi hanya dua mulut, encerrrrr….!” begitu dia berdalih.

Namun tentu saja baik Erni maupun Dian tak sudi dipoligami, sedangkan dari mereka mengalah salah satu juga tidak mau. Lantaran Sumar tak juga bisa menyelesaikan “hasil karya”-nya secara bijak, keluarga Dian hampir saja mengeroyok oknum guru tersebut untuk dijadikan bergedel. Untung saja polisi Polres Banjarnegara segera bertindak. Sumar yang doyan nyetrom sini nyetrom sana tersebut diamankan, kalau tak mau disebut ditahan.

Kisah Seru dan Saru


Punya sawah tak panen padi, itulah ibaratnya si Dulmajid, 40, dari Surabaya ini. Pekerjaan sehari-harinya berjualan jamu sehat lelaki, tapi dia sendiri sebagai lelaki tak “sehat” di ranjang. Akibatnya Wiwin, 34, istrinya nekad selingkuh dengan pakar seksologi dari lokasisasi Doly. Wah, betul-betul seru dan saru!

Ini memang kisah yang sangat ironis, tragis sekaligus nylekuthis (tak tahu malu) dalam urusan perangkat pipis. Bagaimana tidak? Pekerjaan Dulmajid sehari-harinya adalah penjual jamu Jawa, yang dijajakannya di toko depan rumahnya. Selain jenis jamu-jamu untuk pegel linu, menstruasi tidak lancar, banyak pula Dulmajid menjual jamu yang berguna untuk menambah stamina dalam urusan seks. Makanya di tokonya ada juga jamu Kuku Bima (kurang kuat bini marah) dan Padibu (papa di atas ibu). Sebagai lazimnya jualan jamu, bisa pula minum di sini.

Pernahkah melihat, pedagang produk kecantikan, tapi dia sendiri sama sekali tidak cantik; atau penjual obat kumis tapi dia sendiri tidak berkumis? Itu pula nasib yang dialami Dulmajid dari Duku Pakis, Surabaya. Sementara dia setiap hari mempromosikan produk jamu sehat lelaki, dalam prakteknya Dulmajid sendiri tak pernah “sehat” dalam urusan ranjang. Wiwin sebagai istrinya, dalam usia produktif dan masih sangat enerjik, tentu saja menjadi sangat kecewa. “Jare duwe sawah jembar-jembar, tapi kok gak tahu panen, yok apa se (katanya punya sawah luas, tapi kenapa kok tak pernah panen),” keluh wanita itu berkepanjangan.

Sebagai wanita yang tak kuat iman, gampang saja dia mencari solusi. Ibarat stasiun TV, jika yang TVRI gambarnya bersemut, tinggal saja pindah ke chanel TV swasta yang lain. Di kala dia kesepian tak pernah mendapatkan kepuasan cintanya pada Dulmajid, diam-diam Wiwin melabuhkan cintanya pada Bardowi, 37, seorang kasir di lokalisasi pelacuran Doly, Surabaya. Sesuai dengan habitatnya, lelaki satu ini memang termasuk “dewan pakar” dalam urusan ranjang. Pendek kata, bersama Bardowi, semuanya bisa!

Begitulah kemudian yang terjadi. Memanfaatkan kelengahan suami, Wiwin selalu berselingkuh dengan Bardowi yang gairahnya memang dowi (panjang sekali) nyaris tak ada habisnya. Bila situasi di rumah tidak aman secara mantap terkendali, mereka berbagi cinta dalam sebuah hotel. Tapi jika situasi rumah sangat demikian kondusif, maksudnya Dulmajid tak di rumah, tanpa sungkan-sungkan Wiwit mengajak Bardowi bergelut di ranjang pribadinya. Bukankah Dulmajid suaminya telah menulis besar-besar di toko jamunya: dapat minum di sini!

Beberapa hari lalu Wiwin dapat info suaminya mau pergi ke Gresik untuk mengantar seorang familinya. Nah, ini kesempatan emas bagi Bardowi untuk “minum di sini” dalam ranjang pribadinya. Maka ketika situasinya betul-betul tata tentrem kerta raharja (aman, tenang dan makmur) sebagaimana kata dalang Ki Anom Suroto, keduanya pun berbagi cinta secara seru dan saru (aib). Ibarat permainan tinju, begitu serunya pertandingan tersebut, sampai diperlukan partai tambahan segala.

Cuma apes kali ini. Di kala Wiwin – Bardowi tengah bertanding antara hidup dan mati, tahu-tahu Dulmajid pulang dan memergoki ketika keduanya tengah telanjang dan tumpang tindih. Suami cap apapun takkan rela istrinya disetubuhi lelaki lain. Itu pula sikap yang diambil Dulmajid. Dia segera mengambil clurit dan disabetkan ke tubuh Bardowi berulangkali hingga tewas di tempat. Wiwin yang hendak kabur, kena juga sabetan ala kadarnya hingga perlu perawatan di RSUD Dr. Sutomo.

Dengan clurit di tangan Dulmajid menyerahkan diri ke Polres Surabaya dengan diantar oleh seorang famili sekaligus pengacaranya. Dalam pemeriksaan polisi Dulmajid mengaku tidak rela istrinya yang cantik itu diselingkuhi lelaki lain. Tapi kini meski harus masuk penjara sebagai resikonya, penjual jamu itu merasa puas lantaran telah mampu membela harga diri sebagai lelaki sejati. “Sedumuk batuk senyari bumi (urusan istri dan tanah dibela sampai mati) Pak…,” kata Dulmajid ketika membela martabatnya.

Memang iya, tapi kasihan Bardowi jadi martabak!

Bisu Kan Orangnya


Jika nafsu sudah bersultan di hati dan pikiran, cacat bisu dan tuli bukanlah masyalllah. Bagi Mundri, 40, justru kekurangan itu bisa mengamankan perilakunya sebagai penjahat kelamin. Karena itulah, si bisu Mintul, 20, selalu disetubuhinya sembarang waktu. Tapi ternyata dia hamil juga, dan panjanglah urusannya!

Ini memang kisah lelaki yang waton nyregudug (asal tubruk) dalam urusan pemenuhan hawa nafsu. Di rumah sudah ada istri halalan tayiban yang siap 24 jam melayani kebutuhan biologisnya, kenapa Mundri masih juga jelalatan cari sasaran lain? Apa dia kadung bosan pada pasangan sendiri? Atau Mundri memang juga seperti lelaki pada umumnya, yang menganggap istri bagaikan “ikan asin”, yang hanya enak dinikmati ketika perut lapar.

Kesimpulan macam ini belakangan beredar santer di Desa Dadapan Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung (Jatim). Soalnya, dalam keseharian Mundri merupakan sosok yang alim, dan di rumah istrinya juga lumayan cantik dalam usia 34-an tahun. Jadi secara logika orang berbudaya dan beriman, tak mungkin lah dia clinthisan (kurang kerjaan) menghamili gadis bisu segala. Ee….hha kok ternyata, diam-diam air tenang itu menghamilkan!

Antara Mundri dengan Mintul memang bertetangga hanya selang satu rumah. Karena kecacatan dan keterbelakangannya, si gadis lebih banyak di rumah saja. Tepatnya, pihak keluarga melarang Mintul glarangan (kelayapan) ke mana-mana. Jika dia cukup akrab dengan orang-orang lingkungannya, pasti para tetangga itulah yang menyempatkan diri datang ke rumahnya. Di situlah komunikasi sambungrasa dijalin.

Mundri termasuk lelaki yang sering dolan ke rumah Mintul. Tapi selama ini orang tak pernah curiga pada lelaki yang berwajah flamboyan dan berpenampilan alamanda tersebut. Sebab kalau pun dia main ke rumah si bisu, urusannya pastilah dengan orangtuanya. Tidak tahunya, setelah urusan dengan orangtua Mintul, si Mundri berbuat “ora urus” (tak bisa dipertanggungjawabkan) sendiri.

Apa saja sebetulnya yang dilakukan di rumah Mintul? Wooo, ternyata mesum banget. Betapa tidak? Sementara di Jakarta KPK menggeledah kamar anggota DPR, di Tulungagung Mundri rajin “menggeledah” daerah rahasia di tubuh Mintul. Di kala ibu dan ayahnya pergi ke sawah, diam-diam dia menggerayangi si bisu hingga gadis itu terangsang. Nah, dikala Mintul sudah terlena, senjata pamungkas Cakra Baskara itupun dilepaskan dari busurnya, wussh! Jangan heran, Mundri memang termasuk titisan Wisnu dalam arti: ora uwis-uwis le nganu (menodai tanpa henti).

Lebih dari 5 bulan Mundri “menelateni” si bisu, dengan keyakinan bahwa takkan ada yang mengetahui karena kecacatannya itu. Dalam kalkulasi mesumnya, Mintul pastilah takkan cerita ke mana-mana. Tapi ternyata, setelah sekian kali digaulinya, tahu-tahu gadis yang belum menikah tersebut kini hamil 7 bulan. Keruan saja keluarga dan tetangga terheran-heran. Tapi karena kebisuannya itu pula, setiap ditanya jawabnya hanya dengan bahasa isyarat ditambah suara “ah uh ah uh” macam situs porno di internet.

Akhirnya misteri itu terungkap juga. Hal itu terjadi ketika Mundri melintas depan rumah Mintul, dan si bisu menunjuk-nunjuk lelaki itu dilengkapi bahasa isyarat. Gerakan tangan yang ditangkupkan, sementara telapak tangan yang di atas digerakkan turun naik, cukup membuat keluarganya mafhum apa yang terjadi. Saat itu juga Mundri ditangkap dan diminta mengakui segala perbuatannya. Sayangnya, lelaki yang dikenal alim itu tetap ingkar. “Kurang gaweyan temen, wong royal ambek sing normal ya ombyokan (kurang kerjaan amat, selingkuh dengan yang normal juga banyak),” jawab Mundri sok suci.

Mengalami jalan buntu pemeriksaan itu, terpaksa keluarganya membawa Mintul dan Mundri ke Polsek Karangrejo. Nah, di depan petugas pemeriksa yang tampil angker dan berkumis tebal, nyali Mundri jadi menciut. Akhirnya keluarlah pengakuannya yang spektakuler. Memang selama ini dia yang menggauli Mintul di kala orangtuanya bekerja di sawah. Kata Mundri, meski cacat bisu tuli, ternyata Mintul itu “mak nyusss” juga seperti kata Bondan Winarno.

"Gatel"-nya Tukang Sekam


Sekam itu bikin gatel. Tapi bagi Kasman, 39, yang profesinya buruh pengangkut sekam, sehari tak mengganggu bini tetangga, gatel juga. Padahal, gara-gara “kegatelan”-nya tersebut, nyawanya nyaris tinggalkan badan akibat dibabat clurit suami Ny. Tatik, 31. Kasman masuk rumahsakit, Wisnu, 34, dicari polisi.

Enaknya selingkuh itu di mana to, kok orang-orang berlomba melakukannya? Buktinya, kolom ini tak pernah kehabisan bahan. Dari wakil rakyat hingga pejabat, terlibat urusan ranjang tidak terdaftar di KUA itu. Yang paling ironis sekaligus nylekuthis (tak tahu malu) adalah Kasman warga Desa Pohsangit Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo (Jatim). Betapa tidak, status sosialnya hanya kelas akar rumput kok ikut-ikutan segala.

Namun rupanya Kasman menganggap bahwa selingkuh merupakan hak semua anak bangsa. Setelah terlalu sering melihat tayangan orang selingkuh masuk teve, dia “terpanggil” ikut pula bergabung dalam barisan mesum tersebut. Buktinya, dia belakangan mulai lirak-lirik Tatik, bini Wisnu tetangga yang sama-sama juga orang tani. Padahal di rumah, sebetulnya Kasman juga sudah memiliki istri sendiri.

Andaikan Kasman berani melangkah lebih jauh, dalam rangka “melangkahi” Ny. Tatik, itu juga karena sinyal-sinyal hijau yang dinyalakan istri Wisnu. Bila mana ketemu di tempat penggilingan padi, Kasman suka menggoda Tatik, tapi dianya tidak marah. Bahkan sekali waktu bini Wisnu ini bercerita bahwa suaminya sudah beberapa waktu lamanya tak memberikan “jatah” rutinnya. “Kalau gitu sesuai dengan namanya. Wisnu itu memang wis ora nganu (sudah tidak mampu),” kata Kasman.

Naluri kelelakian kuli pengangkut sekam itu pun muncul. Dia ingin memberikan pertolongan pada saat yang tepat. Di kala Tatik sangat membutuhkan, apa salahnya memberikan bantuan. Bukankah ini sebuah kerjasama nirlaba yang sangat menggairahkan? Pokoknya simbiosis mutualif (kerjasama saling menguntungkan) lah. Prinsip Kasman, bila aku dan dia sama-sama setuju, kan semuanya bisa diatur.

Tapi sayang, kekuatan “si entong” tak sebanding dengan kemampuan kantong. Ingin sebetulnya Kasman segera membereskan Tatik tersebut, tapi lokasinya di mana? Jangankan membawa ke hotel berbintang, mengajak ke losmen kelas melati saja keuangan Kasman tak pernah siap mendukungnya. Apa lagi memenuhi ajakan Tatik ke kamarnya, dia sama sekali tak berani. “Konangan bojomu, modar aku (ketahuan suamimu, matilah aku),” kata Kasman.

Impian-impian indah itu akhirnya hanya dilampiaskan dengan sistem kejar tayang saja. Paling-paling senggal senggol di balik dinding mesin gilingan padi, krusak krusek berbaur gatelnya sekam yang beterbangan. Memang gelora asmara Tatik – Kasman tak bisa maksimal, tapi memang hanya itulah yang mampu dilakukan. Ibarat orang baca buku, dari Senin (21/4) dulu hingga sekarang, baru sampai “kata pengantar” melulu.

Apesnya, meski Kasman hanya baru tingkat main colek dan senggol saja, sudah ada pihak-pihak ketiga yang mengetahui, sehingga laporannya sampai pula kepada Wisnu selaku pepekujang (pejabat pelaksana kuasa ranjang). Tentu saja dia marah. Tapi sayang, Tatik istrinya ketika diklarifikasi soal perselingkuhan itu membantah keras. “Nggak ada mas, semuanya masih utuh buntelan plastik,” kata Tatik ketus.

Sangkalan istri boleh saja begitu, tapi intuisinya mengatakan bahwa Kasman memang sosok yang perlu diwaspadai. Maka setiap melihat lelaki tetangga itu cengengesan, Wisnu menjadi muak sekali. Beberapa hari lalu, dendam kesumat itu terbayarkan. Baru saja Kasman memanggul sekarung sekam, langsung diclurit. Karena kalah posisi, meski awalnya sempat melawan, akhirnya roboh juga. Dalam keadaan luka berat Kasman dilarikan ke RSUD Moh. Saleh. Sedangkan Wisnu yang kabur setelah eksekusi, kini jadi buronan polisi.

Apes amat Kasman. Makan durian baru dapat baunya, belum kena pongge-nya.

"Dielus" Sang Kakak Ipar


Biadab benar kelakuan Tarmidi, 40. Punya adik ipar mulus langsung gatelan pengin “ngelus”. Akhirnya, nggak di dapur, nggak di kebun, Wiwik, 18, ditelateni hingga lima kali. Tapi resikonya tahu sendiri, begitu si adik ipar perutnya menggelembung , Tarmidi pun diseret ke Polsek Abung Tinggi, Lampung.

Enak sebetulnya Tarmidi punya istri macam Yayuk, 34. Selain cantik, dia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan suami. Karena Tarmidi petani tak berdasi, tanpa canggung dia rajin ke kebun, bekerja sambil diterpa panas teriknya matahari. Karenanya, kulitnya yang putih itu menjadi hitam. Di belahan dada, di bagian lengan, bahkan pada wajahnya pula, rona kulitnya menjadi demikian gelap. Praktis kecantikannya pun terkena diskon 30 persen, seperti toko supermarket menjelang Lebaran.

Ternyata, penampilan yang demikian menjadikan Tarmidi tak lagi bergairah pada istri sendiri. Yayuk yang dulu selalu dipuja dan dimanja, kini bak “ikan asin” saja laiknya. Hanya disentuh bila perut benar-benar lapar. Sebetulnya Tarmidi sudah minta istrinya mematut diri seperti ketika gadis dulu. Tapi Yayuk tak pernah menggubris, dengan alasan anak sudah tiga, sudah tidak sempat lagi. Apa lagi pekerjaan huma selalu menunggu. “Sudah laku ini, buat apa berpromosi diri…,” begitu dia beralasan.

Untuk Tarmidi yang masih mendambakan keindahan dan kegairahan dari seorang istri, menjadikan dia berpaling ke lain sasaran. Di kala Tarmidi sedang mencari tokoh alternatif, kok setan merekomendasikan pada si Wiwik adik ipar yang selama ini ikut padanya. Kata setan nih, adik Yayuk ini merupakan sosok yang sangat ideal buat rekanan selingkuh. Selain cantik, muda, bodinya juga full pressed body. Lebih dari itu, Wiwik ini merupakan tokoh yang bisa diterima pasar, maksudnya boleh belanja ke pasar mana saja.

Lelaki model Tarmidi, langsung saja ho oh dapat tawaran begitu. Sejak saat itu, asal melihat bodi adik iparnya yang sekel nan cemekel, nafsunya mendadak bangkit. Dia ingin sekali bisa menyetubuhinya. Maka pada November 2007 lalu, itulah kali pertama Tarmidi memakasakan kehendaknya. Wiwik yang sedang makan sementara istri tengah di kebun, langsung digelandang ke dapur. Dengan sejuta ancaman, berhasilah dia “mengelus” dan melampiaskan nafsunya: gusrak, gusrak, …..lega!

Kok enak juga ya menggauli adik ipar, begitu kata batin Tarmidi. Maka lain hari ketika istri masih juga di kebun sementara anak-anak main di rumah tetangga, Wiwik yang sedang ngepel langsung digelandang ke kamar dengan alasan ada “urusan” yang lebih penting. Sejak itu, menggauli adik ipar merupakan kerja rutinitas Tarmidi di kala situasi aman terkendali. Bisa di dapur, bisa di belakang rumah dekat kebun beralaskan tikar, disaksikan itik dan ayam. “Kok kok petokkk, kok kok petok, kok patuk-patukan….” Begitu kata ayam andaikan bisa bicara.

Akibat kebiadaban Tarmidi secara rutin dan berkesinambungan, Wiwik pun lalu tak menerima kunjungan “bulanan”-nya alias hamil. Ketika perut mulai menggelembung sementara mulutnya juga suka yang pedes dan asem-asem, Wiwik pun ditanyai Yayuk sang kakak. Dia berterus terang mengaku sedang hamil, sedangkan pelaku rekayasa genetika-nya adalah Tarmidi kakak iparnya sendiri. Gegerlah warga Sidokaya. Kecamatan Abung Tinggi Lampung Utara. Selanjutnya lelaki celamitan itu dilaporkan ke polisi dan langsung digelandang.

Ngakunya Tarmidi pada polisi, semua itu terjadi secara mendadak saja. Setiap melihat Wiwik spanengnya langsung naik bab tegangan PLN dekat gardu. Karenanya, setiap situasinya aman, adik ipar tersebut segera “disetrom”nya. Tarmidi juga tak menyangka bahwa akan berakibat begini. Tapi lantaran sudah kadung hamil, dia juga siap bertanggungjawab, menikahi Wiwik sebagai isrtri kedua. Wih, lagaknya. Bini satu saja karier mendelep, apa lagi berbini dua!

Curi Kegadisan Anak Tiri


Awalnya nyolong sapi orangtua sendiri, lalu nyolong nyolong sapi di lain kota. Nyolong ternak itu enak, kegadisan anak tiri dia tabrak. Tapi di kota Solo karier kriminal Nopi, 32, yang mengguk (asma) ini berakhir, setelah peluru bersarang di kakinya. Uniknya, di kantor polisi si anak tiri masih juga nyosorrrr!

Dunia kriminal memang sangat diakrabi Nopi sejak bujangan. Di kampung asalnya, Situbondo (Jatim) dia sudah bikin ngenes hati orangtuanya. Bagaimana tidak? Kuliah tidak mau, jadi bromocorah oke banget. Yang lucu, meski dia tak pernah peduli politik, tapi sepak terjangnya seperti Indonesia di kala pemerintahan Megawati saja. Betapa tidak? Bila Meneg BUMN-nya menjuali aset negara, Nopi berani pula menjuali segala aset orangtuanya, dari sepeda motor hingga sapi di kandang.

Ilmu permalingan Nopi sederhana saja. Ketika sang ayah menyuruhnya menggembalakan sapi ke ladang, sapi itu tak pernah kembali berikut penggembalanya. Ternyata memang dilipat jadi duit, lalu buat kabur ke Solo. Di sini dia ketemu janda cantik berpaha putih mirip paha sapi yang pernah dijualnya. Jatuh cintalah Nopi meski si janda sudah punya anak menjelang perawan. Meski nakal, lelaki ini memang sangat peduli pada janda muda. Prinsip Nopi: bukankah masih banyak janda yang perlu dikencani? Betulllll…..?

Namun setelah beristri, Nopi bukan menghentikan tindak kriminalnya. Justru semakin menggila. Soalnya, dengan keluarga baru kebutuhan hidup memang makin membengkak, sedangkan Nopi tak punya pekerjaan. Maka di kota Bengawan ini pula dia melanjutkan profesi lamanya, nyolong sapi. Istrinya pernah menegur, tapi Nopi tak peduli. “Aku ini si pencuri sapi…., bila hari sudah petang, sapi hilang dari kandang, inilah kerjanya si maling sapi, ya piye ya piye huu hiii hooo hooo…”, kata Nopi malah menirukan penyanyi Ivo Nilakrisna dulu.

Debut nyolong sapi berlanjut, tapi perilaku Nopi sendiri sebetulnya seperti sapi. Begaimana tidak? Dia ini tidak pernah tahan dengan paha mulus seputih paha sapi curian. Melihat anak tirinya, Ninik, 17, yang mulai menginjak dewasa, dia sudah gatelan kepengin menggoyangnya. Maka ketika istrinya tak di rumah, anak tiripun dipaksa melayani kebutuhan biologisnya. Awalnya meringis, tapi lama-lama merenges juga. Akhirnya hal itu menjadi sebuah rutinitas. Maksudnya, ketika hubungan terlarang itu sudah menjadi pekerjaan mengasyikkan, bukan sekali dua Ninik yang ambil prakarsa.

Asmara gelap bapak dan anak tiri itu nyaris tak terungkap, sampai kemudian Nopi ditembak kakinya oleh polisi Polsek Jebres, karena pencurian sapi di Petoran dan Pucangsawit. Ketika Nopi masuk tahanan, ternyata gadis itu lebih sibuk dari ibunya sendiri. Saat bezuk, dia mencoba selalu dekat dengan ayah tirinya. Sampai-sampai polisi bertanya, sejauh mana hubungannya dengan lelaki yang statusnya hanya ayah tiri tersebut. Lalu Ninik pun berkisah, bla bla bla….., sehingga ibu kandungnya jadi terpana dibuatnya.

Kata Ninik, ketika ibunya pergi, Nopi sekali tempo diajaknya berbuat layaknya suami istri. Awalnya menolak, tapi setelah dipaksa ayah tiri, lho kok enak…., ya keterusan. Sejak itu Nopi jadi punya dua ranjang satu rumah. Ibu dan anak digauli bergantian tanpa sepengetahuan masing-masing. Maka Ny. Nopi pun hanya bisa geleng-geleng kepala atas kebengalan suami dan anaknya. Tapi sudah terlambat. “Dasar maling, apa saja dicolong….,” gumam istri Nopi.

Untuk ke depan, selepas penjara nama Nopi diubah saja jadi nyopi alias: nyolong sapi.

Ternyata Hidung Belang


Dinarsih, 38, sungguh menyesal. Gara-gara menangkap basah SMS mesra dari seorang WTS, dia baru tahu bahwa Bagus, 32, suami yang sangat dicintai itu ternyata bekas lelaki hidung belang. Tapi mana sesungguhnya yang lebih baik, bekas lelaki hidung belang atau bekas ustadz?

Tapi sesungguhya, semua ini berawal dari sebuah keterpaksaan. Dia menikah dua tahun lalu dengan Bagus yang lebih muda 6 tahun darinya, karena kepepet saja. Bagaimana tidak kepepet. Ketika usia sudah menjelang kepala 4, kok belum juga ketemu jodoh. Takut dikatakan perawan kadaluwarsa, kriteria calon suami pun diturunkan. Bagus yang lebih cocok jadi adiknya, diterima juga sebagai suami. Toh kemudian, Dinarsih jadi sayang sekali pada suaminya tersebut. Karena meski lebih muda, sang suami tidaklah mbocahi atau kekanak-kanakan.

Cuma, ketika menentukan Bagus sebagai pendamping hidupnya, Dinarsih memang melupakan pesan Lembaga Konsumen di TVRI dulu: teliti sebelum membeli. Apa lagi mengujinya lewat fit and propertest segala, sama sekali tidak. Bagaimana mau ditest macam di DPR itu, lha wong calon hanya satu-satunya. Ditolak satu, ya habislah semua. Apa lagi kelas Bagus ini memang jauh di bawah Raden Pardede, Martowardoyo ataupun Budiono. Maklum, calon suaminya itu memang bukan ahli ekonomi, kalau ekonomi morat-marit memang iya.

Bagus memang lelaki yang pekerjaannya belum menentu, sedang Dinarsih adalah guru SD Negri di Pemda Lumajang. Jelas lebih mapan. Karenanya, Bagus mau jadi suami wanita yang lebih tua, salah satu pertimbangannya adalah agar bisa numpang hidup, di samping “numpangi” sebagai kuwajiban seorang lelaki. Dan ternyata, jadi suami Dinarsih memang dimanjakan. Segala kebutuhannya selalu disediakan oleh istri. “Sampeyan yang penting rajin minum susu, madu, telur mentah dan ginseng,” kata Dinarsih sekali waktu, dalam rangka memberi petunjuk pada bapak Bagus suaminya.

Tapi teori tabula rasa mengatakan, dasar lebih kuat dari ajar. Meski kini sudah hidup enak dan tenang sebagai suami Dinarsih, Bagus tetap tak bisa melupakan habitat lamanya sebagai lelaki hidung belang, yang melabuhkan cintanya pada WTS satu ke WTS lainnya. Makanya, meski sudah menjadi seorang suami, dia masih suka berhubungan dengan Mery, WTS yang menjadi langganannya dulu. Dia pula yang kali pertama mengajari permainan ranjang sistem 50 jam karya setan ora iman. Karena itulah, meski sudah dapat jatah ajeg di rumah, Bagus masih suka nyengklengke (menyempatkan diri) melayani nafsu Mbak Mery.

Celakanya, Mery ini tak bisa membatasi diri. Meski tahu bahwa Bagus sudah punya istri, dia masih sering kirim SMS mesra berbasis selingkuh. Sekali waktu SMS itu terbaca oleh Dinarsih. Isinya full dengan kata-kata jorok, yang isinya berupa janjian dan kencan memadu kasih. Tentu saja Dinarsih jadi panas dan cemburu. Tapi sayangnya, ketika Bagus diklarifikasi dan interpelasi, dia berkelit. Saat terdesak pertanyaan yang memojokkan, Bagus jadi emosi. Dinarsih langsung ditempeleng, hingga terbanting ke lantai. “Wong wedok kuwi nek kakehan cangkem (itulah perempuan kalau banyak mulut),” omel Bagus sambil ngeloyor pergi.

Tentu saja Dinarsih warga Dawuhan Lor Kecamatan Sukodana Lumajang ini tidak terima. Dia melapor ke Polsek Sukodana dan Bagus pun ditangkap dengan tuduhan pasal KDRT. Tapi dari sini pula, Dinarsih menjadi malu sekali, karena ternyata selama ini suaminya adalah mantan lelaki hidung belang. Sebab ketika diperiksa petugas, dia blak-blakan mengakui bahwa Mery itu adalah wanita planyahan (pelacur) yang mengajari dirinya bagaimana menjadi lelaki piawai di tempat tidur. Celakanya, meski sudah jadi suami Dinarsih, dia masih “latihan” terus pada Mery.

Kaya pilot saja, harus selalu rajin mengikuti simulasi terbang.

Tetangga Idola Jaksa


Kebanyakan oknum jaksa selalu mengidolakan uang atau harta. Tapi yang di Lamongan (Jatim) ini lain, Martono, 40, jadi urusan polisi gara-gara mengidolakan bini tetangga. Paling apes, di saat kelon di kamar mesum bersama Ny. Ika, 37, kena razia Setpol PP Pemda Lamongan. Bingung-bingung, wong lagi nanggung!

Umum dan sangat wajar bila makhluk lelaki mudah jatuh cinta pada wanita berwajah cantik. Yang tidak umum dan cenderung kurang ajar adalah, bila mana dari jatuh cinta itu kemudian meningkat jadi jatuh bangun mengejarnya, padahal si wanita idola sudah punya suami. Lha oknum Kejaksaan bernama Martono itu seperti itu. Biar sudah tahu Ny. Ikawati adalah istri tetangganya sendiri, disosor terus lantaran dia tak mampu mengendalikan nafsu badani. “Pitung sasi suwene anggonku ngenteni (tujuh bulan aku menunggumu),” begitu kata Martono sebagaimana lagunya Anik Sunyahni.

Rupanya memang sudah lama Martono mengidolakan Ika yang cantik, putih bersih dan berbetis mbunting padi itu. Sejak 7 bulan lalu dia melakukan pengejaran secara intensif dan terprogram. Bila libur hari Sabtu, acara khusus Martono adalah menunggu Ny. Ika belanja ke warung sebelah. Saat wanita itu melintas, matanya melotot macam kucing lihat dendeng. Bila situasinya mantap terkendali, oknum Kejaksaan itu pun mulai menggoda, melempar kata-kata nakal. Kadang pula, tanpa segan-segan lagi dia main towel pantat sampai mencubit lengan si istri tetangga itu.

Istri Darmadi, 45, pada awalnya tak pernah menanggapi rayuan gombal lelaki subita (suka bini tetagga) tersebut. Bagusnya dia, mesti digoda dan kadang menyangkut hal-hal yang musykil dan nyempil, dia tak pernah mau mengadu pada suaminya. Pertimbangannya, dia tak mau terjadi keributan antar tetangga. Prinsip Ny. Ikawati, yang perang gara-gara perempuan cukup Majapahit - Pajajaran sajalah, jangan pula generasi berikut ikut-ikutan menirunya.

Namun ternyata, diamnya Ikawati menjadikan Martono tambah mbagusi (kurang ajar). Seperti yang pernah terjadi beberapa hari lalu, saat Ikawati belanja ke grosir tekstil sampai kemalaman, justru itu menjadi peluang emas Martono untuk melampiaskan ambisi. Ketika melihat tetangga idola itu keberatan membawa baju-baju seragam ibu-ibu, langsung saja disambutnya dengan pura-pura mau membantu. Tapi usai meletakkan barang di teras rumah Ikawati, begitu situasi nampak aman, langsung saja Martono main sergap. Bibir bini Darmadi yang menggemaskan itu dibombardir habis, sampai nyaris tak bisa bernapas.

Dari situlah kemudian peta asmara Martono berjalan lancar. Ny. Ikawati tidak lagi giras (sukar ditangkap) ketika dicolek-colek. Bahkan diajak jalan bareng tanpa sepengetahuan suami, dia mau saja. Seperti yang terjadi kemarin dulu, siang-siang dia pamitan mau ke pasar. Padahal aslinya, diajak Martono ke sebuah hotel untuk berbagi cinta bagaikan Rama dan Sinta. Dan itulah memang yang terjadi. Di sebuah losmen daerah Sidomukti, tetangga idola yang selama ini hanya berada dalam bayang-bayang, kini berhasil digoyang. Ikawati yang awalnya ogah-ogahan, sekarang dengan sigap mampu mengembalikan lop-lop tajam Martono hingga “bola” tak pernah nyangkut di net.

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Di kala Martono – Ikawati bergelut berbagi cinta, tahu-tahu ada razia Sapol PP Pemda Lamongan. Keduanyapun ditangkap. Darmadi suami Ikawati yang juga dilapori beberapa menit kemudian, tentu saja tak menerimakan bininya disetubuhi lelaki lain. Persoalan ini segera diteruskan ke polisi, sehingga oknum Kejaksaan yang warga Desa Sumberejo Kecamatan Deket itu kini terpaksa berurusan dengan hukum. “Habisnya dia selalu menggoda saya, Pak.” ujar Ikawati saat diperiksa polisi.

Monday, July 28, 2008

Pakde Malu Tapi Mau


Biar tampangnya pucat, kurus, kurang tenaga, tapi soal “begituan” Mungadi, 57, jadi lincah dan doyan banget. Celakanya, ketika pada istri sudah tak berselera, prunan (ponakan) sendiri jadi sasaran sampai hamil. “Habis saya mau melacur, malu Pak,” katanya ketika diperiksa di Polsek Babadan Ponorogo (Jatim).

Ejekan pun bermunculan di desa tempat tinggal Mungadi. Theklek nang krikilan, tuwek-tuwek pethakilan (sudah tua masih banyak ulah), kata orang-orang. Masak iya, lelaki usia menjelang kepala enam begitu, masih menganggap seks sebagai panglima? Padahal bila dilihat secara kasat mata, Mungadi ini sudah tidak mungkin bertindak serakus itu. Lihat saja, tampangnya pucat macam orang Jepang murus (mencret), jalannya begitu lamban macam mesin perata jalan. Ee, begitu di ranjang ternyata sangat cekatan pindha manuk sikatan nyamber walang (burung menyambar belalang).

Rumahtangga Mungadi – Keminik, 53, sebetulnya sudah terasa hambar sejak beberapa tahun lalu. Ketika sudah pensiun sebagai PNS sejak tahun kemarin, hal ini semakin dirasakan Mungadi. Sewaktu di kantor dulu dia masih banyak hiburan. Selaian menyelesaikan pekerjaan sehari-hari, dia masih bisa guyon dengan teman-teman. Tapi setelah purna tugas, kesempatan bergaul jadi kurang, sedang menggauli istri di rumah, juga sudah jenuh meski sebetulnya masih butuh.

Soalnya itu tadi, Keminik sebagai istri tidak lagi menjanjikan di atas ranjang. Usia baru kepala lima, tapi penampilannya sudah seperti kepala enam. Berbeda sekali dengan artis Titik Puspa itu, usia 70 tapi penampilan masih 60. Mungadi suka membandingkan hal itu pada istrinya, tetapi Keminik tidak peduli, alasannya artis kan kaya-kaya, tiap hari bersolek dengan alat-alat make up mahal. “Lha sampeyan, gajimu sebulan tak buat beli parfum dan bengesan (gincu) ludes Pak,” tangkis Keminik selalu.

Istri Mungadi memang paling-paling belakangan ini. Paling bawel, paling jelek di seantero tetangga. Flek mulai menghias di segenap wajahnya yang keriput bak wiron (flui), rambutnya juga sudah banyak beruban. Lebih dari itu ngentutan pula. Jadi Mungadi jadi semakin tidak berselera untuk mendekatinya. Padahal sejak dia pensiun sebagai PNS, di rumah tak punya kegiatan lagi. Ee, mau cari aktivitas yang “murah meriah” saja, terhambat oleh penampilan istri yang tidak lagi mendukung.

Hati kecilnya yang direkomendasi setan menganjurkan, agar Mungadi pergi ke pusat jajan serba nikmat alias melacur di kompleks WTS Kedungbanteng saja. Tapi dia tak berani. Di samping takut mrotholi (putus) burungnya jika kena penyakit, juga malu dengan lingkungan tetangga. Maklum, di Desa Bareng Kecamatan Babadan tempat tinggalnya, Mungadi ini termasuk tokoh masyarakat yang disegani. Tapi “ si jendul” kadang tak bisa memaklumi pertimbangan majikan. “Kosik ta Ndhul, kok le ora sabaran temen (nanti dulu, sabar sedikit kenapa),” bisik Mungadi bila menghibur sang “ponakan”.

Yang namanya setan memang paling hobi membawa manusia kepada kebinasaan. Biarpun Mungadi tak mempan diarahkan ke Kedungbanteng, tetapi “banteng” dia langsung siap nanduk begitu diberi alternatif pada sang prunan, Marni, 18, yang selama ini ikut padanya. Iya ya, ternyata Mungadi memang punya tokoh alternatip di rumah sendiri. Sejak itu nama sang prunan selalu dalam pembahasan. Dia cantik, sekel nan cemekel pula. Ya, kalau sekedar untuk pelepas dahaga asmara, bolehlah!

Akhirnya, Mungadi menafikan segala tatanan moral dan etika. Sesuai dengan petunjuk bapak setan, dalam sebuah kesempatan dia berhasil merayu-rayu anak asuhnya sedari kecil itu. Akhirnya, Murni yang di masa kecil dia gendong-gendong ke sana kemari dengan penuh kasih sayang, hari itu dia “pekeh” (gendong depan) dengan paksa. Seperti biasa, awalnya si anak angkat meringis, tapi lama-lama jadi merenges pula. Sejak itu Mungadi menemukan “dunia”-nya kembali.

Namun masa pesta pora Mungadi tak berlangsung lama. Enam bulan kemudian sisi buruk tokoh masyarakat itu terbongkar, menyusul kehamilan Murni yang sudah jalan lima bulan. Ketika didesak, anak angkat Keminik itu mengaku bahwa yang menghamili Pakde-nya sendiri. Tak urung, dengan wajah pucat dan langkah tak meyakinkan, Mungadi digelandang ke Polsek Babadan. “Maklum Pak, saya sudah tak berselera lagi pada istri sendiri,” kata Mungadi pasrah dan mencoba jujur.

Kaco, Pakde ternyata memilih tumpakan yang gede.

Istrinya Ditubruk Pak Kades


Ditinggal suami kerja di Kalimantan, istri malah kelonan dengan Pak Kades. Itulah kelakuan Ny. Marsih, 44, warga Sragen (Jateng). Gara-gara ulahnya tersebut, rumahnya terpaksa digerebek warga. Yang menarik, pemimpin penggerebekan adalah suaminya sendiri yang baru tiba dari Balikpapan.

Umur Marsih yang baru kepala empat, memang masih termasuk kategori STNK (Setengah Tuwa Ning Kepenak). Didukung wajah dan bodinya yang tetap aduhai, jakun lelaki pastilah turun naik melihat penampilan istri Karjono dari Desa Ngepringan Kecamatan Jenar Kabupaten Sragen ini. Setelah itu, otak pun menjadi ngeres, memikirkan yang enggak-enggak. “Mungguha Marsih dadi bojoku, ming takkon mamah karo mlumah (andaikan dia istriku, hanya aku suruh makan dan melayani di ranjang),” kata banyak lelaki di Sragen.

Namun sangat disayangkan, kecantikan Marsih tak diimbangi oleh ekonomi yang mapan dari suaminya. Untuk nafkah sehari-hari, sepertinya bumi Sragen tak memberi ruang bagi kehidupan keluarga ini. Terpaksa Karjono suaminya harus merantau cari kerja di Kalimantan Timur. Resikonya, keluarga ini paling bisa ketemu 3 bulan sekali, dalam rangka setor benggol (uang) dan bonggol. Wajar saja, bila suami pulang, Marsih seharian dikurung di kamar, sementara pembantunya disuruh beli kerupuk ke Solo atau Ngawi.

Irama kehidupan yang macam begini, sungguh pincang dan tidak nyaman. Sebagai wanita yang masih normal dan enerjik, tentu saja Marsih tak puas hanya dapat pasokan tiga bulan sekali. Minyak tanah, bensin, setrom listrik, boleh saja dibatasi, tapi kalau soal “setruman” dari suami dibatasi juga, ini sungguh kelewatan. Tapi apa daya, keadaan memaksa harus begitu, sedangkan kangen dan rindu pada suami hingga kini tak bisa dikirim lewat e-mail ataupun faksimil.

Adalah Madikin, 52, Kades Ngepringan yang juga pipimpinan desanya Marsih. Dalam usianya yang setengah abad lebih, dia tahu persis akan lagak dan liku kaum wanita yang dirundung rindu. Meski tidak sampai nglabruk sana nglabruk sini macam ayam memeti, Madikin sangat tahu bahwa bini Karjono ini sedang dilanda dendam rindu kelas berat. Dan sebagai pimpinan desa, Pak Lurah merasa berkewajiban untuk menolong warganya yang sedang lara. “Bila rindu berlanjut, hubungi lurah terdekat,” begitu gumam Madikin.

Intuisi Pak Kades memang jitu sekali. Buktinya ketika kemudian mencoba menyambangi Marsih di kediamannya, dia mendapat sambutan hangat bak Satpam BCA saja laiknya. Guyonan-guyonan minir Madikin yang nadanya nyerempet-nyerempet, disambut antusias oleh Marsih. Maka ketika dia benar-benar “disrempet” Pak Kades langsung pada sumbernya, dia sama sekali tak memberikan perlawanan. Sebab ini memang bagian dari point-point yang sangat dirindukan selama ini, tapi baru ketemu 3 bulan sekali.

Namanya kaum lelaki, dapat sasaran tembak yang cememplak (enak-enaknya dikendarai), ya jadi keterusan. Setiap ada peluang, dia pastilah main ke rumah Marsih untuk memuaskan dahaga asmaranya. Tapi lantaran keseringan, kecurigaan warga pun muncul. Diam-diam penduduk memberitahukan pada Karjono di Balikpapan, bahwa istrinya di balik bilik suka ada main dengan Pak Kadess. “Pulanglah! Kamu kerja banting tulang, di rumah istrimu “banting-bantingan” dengan Pak Lurah,” tulis warga pada Karjono.

Istri tercinta diobok-obok orang lain, mana sudilah. Maka Karjono pun buru-buru terbang dari Sepinggan – Juanda (Surabaya) dan dilanjutkan naik bis Eka jurusan Jogya. Tiba di Ngepringan sudah pukul 21. Lha kok kebetulan sekali. Pas dia tiba di rumah, Pak Kades sedang main di rumahnya. Entah tengah berbuat apa tidak, Karjono langsung memimpin penggerebekan itu. Untung saja warga masih dikendalikan, sehingga tidak terjadi hal-hal di luar kontrol. Bahkan kemudian ada MOU yang ditanda tangani Madikin – Karjono, disaksikan Muspika setempat. Isinya berupa kesepakatan damai bahwa Karjono tidak akan menuntut dan Madikin tidak akan mengganggu istrinya lagi.

Kerokan Paling Mewah


Rupanya hidup bermewah-mewah bukan monopoli orang kaya saja. Meski Nurkhimah – Wagisan hanya guru madrasah, mereka menyempatkan diri “kerokan” dalam sebuah hotel di Kediri (Jatim). Tapi karena mereka bukan suami istri, kerokan paling mewah sepanjang sejarah Kediri ini jadi urusan polisi.

Ini memang kisah aneh, tapi sekaligus memalukan. Sebab baik Nurkhimah, 50, maupun Wagisan, 55, adalah seorang guru. Guru pun bukan sembarang guru, melainkan guru madrasah tsanawiyah di kota Nganjuk. Dengan predikat yang sarat bermuatan agama tersebut, mestinya tali moral dan iman mereka tak diragukan lagi. Tapi ternyata, godaan setan lebih kuat sehingga menggelincirkan mereka ke hubungan yang terlarang. Padahal, kenikmatan sesaat itu menyebabkan citra kedua guru ini jatuh di masyarakat.

Nurkhimah dan Wagisan memang teman sepekerjaan. Mereka juga sama-sama sudah punya keluarga masing-masing. Tapi bagi setan, menggarap mereka menjadi pasangan selingkuh bukan soal sulit. Apa lagi Wagisan ini termasuk lelaki yang kelewat normal, mudah tergiur konde bulat dan pantat besar. Sekali kena lirik Bu Nurkhimah, langsung klepeg-klepeg lali purwa duksina (lupa arah) dan keluarga. Ketika setan merekomendasikan mereka untuk bermesum ria, langsung saja meng-hooh-kan diri.

Dalam lingkungan sekolah mereka, Bu Guru ini memang nampak paling menonjol. Meski usia Nurkhimah sudah pas kepala lima, tapi bodinya masih sekel nan cemekel. Didukung oleh perwajahan dan penampilan yang cukup menakjubkan, banyak lelaki yang tertarik untuk menikmati wajahnya berlama-lama. Cuma kebanyakan dari rekan guru ini hanya sekadar mengagumi, bukan untuk menggumuli. Maklum, mereka selalu ingat akan batasan-batasan moral dan agama.

Untuk guru yang “kesedikitan” ini adalah Wagisan itu tadi. Dalam usia 11 pelita sekarang, dia masih suka mbagusi (sok ganteng) terhadap makhluk lawan jenisnya yang nampak mulus. Diam-diam dia menaksir berat Nurkhimah dengan target dikemah-kemah (disantap) sampai ke tulang-tulangnya. Apa lagi Wagisan menengarai, dari gerak-geriknya Bu Guru rekan sekerja ini siap “dikerjain” bila timing dan tempatnya memungkinkan. “Sekali-sekali diajak jalan-jalan kenapa….,” bujuk setan.

Mulailah Pak Guru asal Ngronggot ini hendak nyronggot (makan) Bu Nurkhimah. Ternyata dia memang memberi angin segar, terbukti ketika diajak jalan bareng di luar sepengetahuan suami, dia hooh saja. Akhirnya, dari jalan bareng itu pun meningkat jadi tidur bareng dengan segala variasi dan konsekuensinya. Tempatnya sengaja dipilih di luar kota, bukan di Nganjuk daerah asalnya. Maklum, bagi kalangan peselingkuh kota tempat tinggal menjadi demikian sempit, sehingga takut-takut bila kepergok rekanan dan kenalan.

Agaknya, meski Nurkhimah – Wagisan cukup rapi mengemas skandal asmaranya, lama-lama tercium juga oleh suami Bu Guru. Hanya saja dia belum menemukan bukti akurat, sehingga belakangan ini hanya diwaspadai saja seperti anggota Petisi 50 di zaman Orde Baru dulu. Dan karena Nurkhimah masih merasa aman dalam debut selingkuhnya, beberapa hari lalu mengajak gendakannya santai di sebuah hotel di kota tahu, Kediri. Wagisan tentu saja semrintil (spontan mau), karena “tahu”-nya Nurkhimah jauh lebih kenyi-kenyil dari tahu kacung.

Malang nian nasib mereka. Baru saja Wagisan - Nurkhimah “warming up” di kamar Hotel Adi Surya, tahu-tahu digerebek polisi Samapta Kediri atas laporan suami Bu Guru. Ketika pintu didobrak, keduanya nyaris dalam kondisi bugil. Namun demikian Nurkhimah masih juga bisa berdalih ketika diperiksa di Polres Kediri. “Kami nggak berbuat apa-apa, kecuali hanya kerokan saja,” katanya serius. Tentu saja polisi tak begitu saja percaya. Masak, hanya untuk kerokan saja kok mesti dilangsungkan di sebuah hotel, dari Nganjuk ke Kediri segala. Sekaya apapun boss Gudang Garam, pastilah belum pernah melakukannya.

Ada nggak bukti lain, misalnya punggung Bu Guru nampak seperti sebra, gitu?

Nubruk Janda Di Gubuk


Darwis, 48, celutak (kurang ajar)-nya memang gak uwis-uwis (tak ada hentinya). Melihat janda nganggur di sebelah rumah, langsung gatel. Dalam sebuah kesempatan janda Yayuk, 22, ditubruk di dalam gubuk. Sang istri pun malu luar biasa. Meski bakal kehilangan tulang punggung keluarga, Darwis pun dilaporkan ke polisi.

Ada yang bilang, lelaki itu (maaf) anjing ibaratnya. Meski di rumah sudah disediakan menu empat sehat lima sempurna, di jalan ketemu kotoran disikat juga. Apakah Darwis juga berkategori macam segawon (anjing) itu tadi? Sangat boleh jadi. Sebab meski istri di rumah cukup cantik, di luar mata keranjangnya tak pernah habis. Mana kala ada janda nganggur dekat rumahnya, dia jadi sibuk bukan main. Darwis memang cocok jadi ketua umum Partai Karya Peduli Janda.

Srini, 44, istrinya selama ini kondang paling cantik di seputar Desa Bogem Kecamatan Kawedanan Kabupaten Magetan (Jatim). Wajahnya ayu dan teduh, rambut panjang tergerai, betisnya juga mbunting padi bak milik peragawati. Kulit, kehitaman tidak, keputihan juga enggak. Maksudnya, terlalu putih gitu, bukan keputihan tanda penyakit kaum wanita.

Tapi ternyata, Darwis masih kurang juga. Dia menginginkan diversifikasi menu atau keanekaragaman cita rasa. Sebab dia punya tamsil: opor ayam itu lezat, tapi jika setiap hari opoooor melulu juga bosanlah iyauwww. Gudeg Yogya itu nikmat, tapi manakala tiap hari diantem gudeeeeeg terus, jenuh juga pada akhirnya. “Maka selingan dan fariasi hidup itu sangat diperlukan,” kata Darwis bila ngobrol-ngobrol di gardu ronda.

Edannya, sifat kemata keranjangan Darwis tak pernah henti meski sering diancam bini mau diculek matanya. Belakangan, dia tertarik berat pada janda baru di dekat rumahnya. Soal wajah, Yayuk sebetulnya biasa-biasa saja. Tapi bicara soal bodi, di sinilah titik tolak perburuan kaum lelaki. Sekel nan cemekel, begitu kata orang. Maka dalam selera rendahnya Darwis selalu berangan-angan, kapan bisa nyekel dan ngusel-usel si Yayuk itu tadi.

Resiko di belakang, sepertinya tak pernah dipikirkan. Ketika Darwis sudah tahu nomer HP si janda baru, dia sering kirim SMS-SMS nakal, dari kata kangen dan sayank (pakai nk), juga sering menanyakan pula pakai daster apa hari ini. Ternyata Yayuk bersedia menjawab juga, bahkan jawabnya lumayan menantang juga. “Ah ngomong doang, kapan realisasinya….?” Begitu jawab Yayuk sekali waktu.

Mendapat jawaban itu, tentu saja Darwis jadi rindik asu digitik (seketika mau). Sekali waktu Yayuk pas hendak ke pasar langsung disamperi Darwis yang juga dalam arah yang sama. Ditawari mbonceng sepedanya ternyata mau. Maka selanjutnya ya terserah Anda. Pas menemukan gubuk kosong, Yayuk langsung digelandang masuk untuk menjawab tantangannya. Tapi celaka tiga belas, belum juga tuntas tasss nafsu mereka, kepergok warga. Urusan pun jadi memanjang bak sorbannya Ajisaka.

Urusan tubruk menubruk dalam gubuk itu tentu saja bikin malu Ny. Srini istri Darwis. Dasar lelaki, di rumah sudah ada nasi raja lele yang pulen menul-menul, masih juga ngopenin nasi aking jatah kaum miskin. Tak peduli akan kehilangan sumber penghasilan buat sementara waktu, ulah suaminya tersebut segera dilaporkan ke polisi, mendukung rencana keluarga Yayuk. “Tapi kami melakukan kan mau sama mau, Pak,” tangkis Darwis di depan polisi. Mau sama mau, tapi nggak punya malu.

Thursday, July 10, 2008

Suami Yang "Nggege Mangsa"

Harti, 30, tak mencintai lagi suaminya, bahkan telah pisah ranjang untuk menuju perceraian. Tapi ketika Pranowo, 36, diam-diam membawa perempuan lain ke ranjangnya, dia meradang juga. Dia tak suka tindakan “nggege mangsa” itu, sehingga perselingkuhan suaminya dilaporkan ke Polres Salatiga.

Antara Harti – Pranowo memang masih dalam jalinan perkawinan. Cuma, hubungan keduanya sudah tak semesra dulu. Rumahtangga yang dibina sejak 5 tahun lalu, kini tak lagi menjadi tempat nyaman untuk berkasih-kasihan sebagai suami istri. Meski masih serumah, mereka tidak lagi tinggal seranjang. Otomatis dan praktis, hubungan intim yang menjadi kewajiban mengasyikkan bagi setiap keluarga, tak pernah lagi dilakukan. Harti di kamar sini, Pranowo di kamar sana. Ngorok sendirian!

Tali perkawinan mereka memang dalam kondisi kritis. Ibarat tambang, kondisinya sudah mrinding (aus) tinggal nunggu putusnya saja. Apa masalahnya, bertolak dari kelakuan Pranowo juga. Soalnya, sudah punya bini cantik dan putih, masih juga bermain api dengan perempuan lain. Harti pernah memergoki, Pranowo jalan berdua dengan sang WIL sambil banthong-banthongan (bergandengan tangan). Langsung dada Harti mengkap-mengkap macam kap mobil ngejeblak.

Istri yang baik tak boleh mengumbar emosi sembarang tempat. Karenanya sewaktu tiba di rumah, barulah Harti mencoba klarifikasi pada suami. Ternyata Pranowo ingkar, tidak mau mengakui aksi selingkuhnya yang tertangkap tangan. Bahkan dia menganjurkan Harti periksa di spesialis mata, karena penglihatannya sudah kabur dan ngawur. “Kalau aku selingkuh, biarlah aku kualat macam jambu monyet, kepala di bawah,” kata Pranowo meyakinkan.

Reputasi Pranowo langsung hancur di mata istrinya. Lelaki yang selama ini dinilai jujur dan setia, ternyata telah menjadi pembohong nomer wahid. Bagaimana mungkin Harti salah lihat. Memangnya di kota sekecil Salatiga (Jateng) ada lelaki lain yang bisa sama persis dengan Pranowo? Ya hitamnya, ya keritingnya? Bolehlah hitem dan keritingnya sama, tapi sampai tompel di leher segala juga bisa diduplikasi? Nggak mungkinlah iyauwww!

Ingin Harti memberi pelajaran pada suami. Maka sejak itu dia sengaja tidak mau lagi tidur seranjang dengan suaminya. Bila Pranowo menyusul ke kamar yang lainnya, lalu mencolek-colek kakinya, Harti dengan sigap menendangnya. Bila tangan suami mencolek-colek pinggang sebagai isyarat minta jatah, tangan segera menampelnya. “Sana kelon sama gendakanmu,” kata Harti ketus, gerakannya persis gangsir (jengkerik) tersentuh kakinya.

Namanya lelaki, “diembargo” soal begituan, pusing juga Pranowo secara multi dimensi. Berminggu-minggu tak bisa “ngetap olie”, dia nekad membawa WIL-nya ke kamarnya, tentu saja ketika istri tak di rumah. Di sinilah dia menuntaskan dahaga asmara yang lama tertunda-tunda. Dalam kondisi krisis rumahtangga sedemikian rupa, ternyata Pranowo bisa juga bermain selingkuh. Baginya, WIL sekarang memang mau dijadikan “ban serep”. Bila ban utama meletus, tinggal ban barunya dipasang, toh sudah dibalansing ini.

Dasar Pranowo, semakin sering bini tak di rumah, makin sering memasukkan WIL-nya ke dalam rumah, sehingga pengurus RT terpaksa bertindak dengan cara melapor ke Harti. Sang istri pun jadi berang, sehingga dia minta bantuan polisi untuk menggerebek rumahnya di dukuh Ngawen, Kelurahan Sidomukti, Salatiga. Tapi ketika polisi datang, Pranowo meyakinkan bahwa tak ada perempuan asing di rumahnya. “Silakan geledah, kalau memang ada perempuan di sini,” tantangnya.

Untung polisi tak kalah gertak. Semua kamar disweping, dan ditemukanlah gendakan Pranowo di dalam sebuah kamar. Harti pun dihubungi. Dan ketika melihat wanita itu ecara nyata dari ujung kaki hingga ujung rambut, ternyata memang perempuan yang tempo hari nampak bergandengan mesra dengan suaminya. Pranowo tak bisa lagi berkelit. Bersama WIL-nya dia digelandang ke Polres Salatiga. Enaknya sejimpit (sedikit), malunya selangit.

Suami Yang "Nggege Mangsa"

Harti, 30, tak mencintai lagi suaminya, bahkan telah pisah ranjang untuk menuju perceraian. Tapi ketika Pranowo, 36, diam-diam membawa perempuan lain ke ranjangnya, dia meradang juga. Dia tak suka tindakan “nggege mangsa” itu, sehingga perselingkuhan suaminya dilaporkan ke Polres Salatiga.

Antara Harti – Pranowo memang masih dalam jalinan perkawinan. Cuma, hubungan keduanya sudah tak semesra dulu. Rumahtangga yang dibina sejak 5 tahun lalu, kini tak lagi menjadi tempat nyaman untuk berkasih-kasihan sebagai suami istri. Meski masih serumah, mereka tidak lagi tinggal seranjang. Otomatis dan praktis, hubungan intim yang menjadi kewajiban mengasyikkan bagi setiap keluarga, tak pernah lagi dilakukan. Harti di kamar sini, Pranowo di kamar sana. Ngorok sendirian!

Tali perkawinan mereka memang dalam kondisi kritis. Ibarat tambang, kondisinya sudah mrinding (aus) tinggal nunggu putusnya saja. Apa masalahnya, bertolak dari kelakuan Pranowo juga. Soalnya, sudah punya bini cantik dan putih, masih juga bermain api dengan perempuan lain. Harti pernah memergoki, Pranowo jalan berdua dengan sang WIL sambil banthong-banthongan (bergandengan tangan). Langsung dada Harti mengkap-mengkap macam kap mobil ngejeblak.

Istri yang baik tak boleh mengumbar emosi sembarang tempat. Karenanya sewaktu tiba di rumah, barulah Harti mencoba klarifikasi pada suami. Ternyata Pranowo ingkar, tidak mau mengakui aksi selingkuhnya yang tertangkap tangan. Bahkan dia menganjurkan Harti periksa di spesialis mata, karena penglihatannya sudah kabur dan ngawur. “Kalau aku selingkuh, biarlah aku kualat macam jambu monyet, kepala di bawah,” kata Pranowo meyakinkan.

Reputasi Pranowo langsung hancur di mata istrinya. Lelaki yang selama ini dinilai jujur dan setia, ternyata telah menjadi pembohong nomer wahid. Bagaimana mungkin Harti salah lihat. Memangnya di kota sekecil Salatiga (Jateng) ada lelaki lain yang bisa sama persis dengan Pranowo? Ya hitamnya, ya keritingnya? Bolehlah hitem dan keritingnya sama, tapi sampai tompel di leher segala juga bisa diduplikasi? Nggak mungkinlah iyauwww!

Ingin Harti memberi pelajaran pada suami. Maka sejak itu dia sengaja tidak mau lagi tidur seranjang dengan suaminya. Bila Pranowo menyusul ke kamar yang lainnya, lalu mencolek-colek kakinya, Harti dengan sigap menendangnya. Bila tangan suami mencolek-colek pinggang sebagai isyarat minta jatah, tangan segera menampelnya. “Sana kelon sama gendakanmu,” kata Harti ketus, gerakannya persis gangsir (jengkerik) tersentuh kakinya.

Namanya lelaki, “diembargo” soal begituan, pusing juga Pranowo secara multi dimensi. Berminggu-minggu tak bisa “ngetap olie”, dia nekad membawa WIL-nya ke kamarnya, tentu saja ketika istri tak di rumah. Di sinilah dia menuntaskan dahaga asmara yang lama tertunda-tunda. Dalam kondisi krisis rumahtangga sedemikian rupa, ternyata Pranowo bisa juga bermain selingkuh. Baginya, WIL sekarang memang mau dijadikan “ban serep”. Bila ban utama meletus, tinggal ban barunya dipasang, toh sudah dibalansing ini.

Dasar Pranowo, semakin sering bini tak di rumah, makin sering memasukkan WIL-nya ke dalam rumah, sehingga pengurus RT terpaksa bertindak dengan cara melapor ke Harti. Sang istri pun jadi berang, sehingga dia minta bantuan polisi untuk menggerebek rumahnya di dukuh Ngawen, Kelurahan Sidomukti, Salatiga. Tapi ketika polisi datang, Pranowo meyakinkan bahwa tak ada perempuan asing di rumahnya. “Silakan geledah, kalau memang ada perempuan di sini,” tantangnya.

Untung polisi tak kalah gertak. Semua kamar disweping, dan ditemukanlah gendakan Pranowo di dalam sebuah kamar. Harti pun dihubungi. Dan ketika melihat wanita itu ecara nyata dari ujung kaki hingga ujung rambut, ternyata memang perempuan yang tempo hari nampak bergandengan mesra dengan suaminya. Pranowo tak bisa lagi berkelit. Bersama WIL-nya dia digelandang ke Polres Salatiga. Enaknya sejimpit (sedikit), malunya selangit.

SMS Penguak Selingkuh

Sial banget sopir angkot dari Blitar (Jatim) ini. Kirim SMS buat istri mau minta pakian dalam, nyasar ke HP orang tua cewek selingkuhan. Ya kacaulah. Sebab Reny, 18, yang diselingkuhi kemudian diinterogasi ayah bundanya dan dia mengoceh apa adanya. Walhasil Barkah, 35, jadi urusan polisi Polres Blitar.

Anak SMA sekarang memang banyak yang gatelan. Meski statusnya cewek, tanpa malu-malu memburu cowok. Bagi orang Jawa, itu kan sama saja lesung memburu alu. Tapi pengaruh era gombalisasi, nilai-nilai seperti itu sudah dianggap biasa. Tak perlu malu lagi perawan sekarang mengejar-ngejar cowok. Prinsip anak muda kini, mana yang butuh, dialah yang harus aktif. Ungkapan “halo cowok, godain gue dong”, untuk anak gadis sekarang sudah biasa.

Reny, siswi SMA yang tinggal di Sanan Kulon, Blitar, tiap hari pulang dan berangkat sekolah selalu naik angkot. Angkot menuju ke sekolahnya cukup banyak, tapi anehnya dia selalu memilih angkot yang disopiri Barkah. Kenapa? Karena mas sopirnya nampak macho, ganteng. Jadi, biar telat sedikit Reny selalu nunggu angkot yang dibawa Barkah. Dia pun merasa berbahagia, bila mana bisa duduk jok depan, jejer dengan sopir. Itulah cinta, bisa duduk berdampingan saja sudah merasa bahagia selangit.

Instink Barkah sebagai lelaki normal yang sudah hafal lekuk liku perempuan, tahu persis bahwa pelajar kelas II SMA langganannya itu ada filling terhadapnya. Andaikan Reny berwajah macam Omas atau Mpok Ati, pastilah dia bersikap sebodo amat. Tapi anak kampung Sanan Kulon ini berwajah kinclong, bodi seksi pula. Maka meski di rumah sudah ada bini, iseng-iseng dia ingin memanfaatkannya. “Siapa tahu bisa jadi teman kelon yang mengasyikkan,” begitu pikir Barkah yang menyadari nilai plus dirinya.

Memang, selama ini Reny akan selalu merasa kecewa bila jok samping sopir Barkah sudah terisi. Maka sebagai lelaki petualang yang baik, sengaja dia akan mengosongkan jok itu sampai Reny duduk di sampingnya. Begitu setiap pulang dan pergi. Dan karena menyadari “lampu hijau” yang sudah menyala, Barkah enteng saja guyon dengan Reny dengan sedikit ngelantur. Bahkan ketika tangan sopir angkot itu mulai nakal dan main colak-colek, ternyata pelajar SMA yang gatelan itu tak menolaknya.

Barkah pun mulai mengintensifkan sergapannya. Saat pulang sekolah Reny diajak jalan-jalan, ternyata mau. Lain hari diajak lagi, mau juga. Tanggung amat, Barkah pun kemudian membawa Reny ke sebuah hotel melati. Di sanapun dia tak menolak ketika dikeloni. Bahkan sepertinya malah si ceweklah yang ambil inisiatip. Tinggal kini Barkah yang tut wuri handayani (mengikuti saja), mulat sarira hangrasa wani alias waspada kanan kiri dulu dan berani resiko di kemudian hari.

Ini dilakukan tak hanya sekali dua kali, tapi sering. Asal ada kesempatan, Reny diajak pergi lalu disetubuhi. Sampailah kejadian beberapa hari lalu, Barkah sehabis kencan dengan gebedan barunya kehabisan pakaian dalam. Dia segera minta pada istrinya, untuk dikirim pakaian dalam ke pangkalan angkotnya. Celakanya, dia salah pencet. Mestinya ke nomer HP istrinya, justru masuk ke HP Reny yang kebetulan ketinggalan di rumah. Praktis isi SMS tersebut yang membaca bukan Reny, tapi orangtuanya.

Tak ayal lagi ayah bunda Reny segera menginterogasi putrinya. Makna apa yang terkandung dari kalamat “kirimi aku pakaian dalam” ini? Karena didesak terus, Reny terpaksa buka kartu bahwa selama ini sering masuk hotel dengan Barkah, sopir angkot dari Sentul Kecamatan Kepanjen. Orangtua cap apa yang tak marah putrinya dijadikan ajang pelampiasan nafsu lelaki yang bukan mantunya? Maka Barkah pun dilaporkan ke polisi, dan ketika dia narik angkot langsung digelandang ke Polres. “Habis, dia yang suka mengajak Pak…,” kata Barkah mencoba cari selamat.

Jatuh Di Pelukan Sopir

Jujur saja, sebetulnya Giyanto, 30 tahun, tak pernah rela istrinya menjadi penyanyi dangdut. Tapi karena cinta itu harus mau berkorban, lelaki dari Sukoharjo (Jateng) ini terpaksa melepaskannya. Padahal, apa yang dikhawatirkan selama ini akhirnya terjadi juga. Di kala di rumah dia kedinginan dibelit sepi, di sebuah kamar lain Winda, 26 tahun, istrinya malah asyik ”dangdutan” di ranjang dengan sopir angkot. Bagaimana hati Giyanto tak hancur berkeping-keping?

Istri yang baik adalah yang mau memahami sikap suami. Tapi suami yang baik juga adalah yang bisa berkorban demi istri. Di sinilah Giyanto sungguh merasa di persimpangan jalan. Di satu sisi, pekerjaan sambilan istrinya sebagai penyanyi dangdut sangat membantu mengasapi dapur. Tapi di sisi lain Giyanto tak pernah rela bininya megal-megol di panggung lalu penonton main colek pantat bahkan menyenggol payudara Winda. “Ya nasibmulah Bleh, mengorbankan susu biar bisa beli susu,” kata hati nurani.

Resiko itulah kini yang harus ditelan Giyanto. Habis bagaimana lagi, penghasilannya sebagai karyawan perusahaan swasta sangat kecil, tidak pernah cukup untuk hidup sebulan. Sedangkan istrinya, hanya dengan goyang dangdut barang 2-3 jam di panggung, sudah bisa membawa pulang Rp 1 juta sekali pentas. Akhirnya ya…., untuk makan sehari-hari, buat beli susu anaknya yang baru usia balita, sangat lebih mengandalkan goyang pantat Winda di pentas dangdut.

Akan tetapi, untuk ini semua Giyanto harus mengorbankan segenap tenaga dan perasaannya. Bagaimana tidak? Dia harus mengantar jemput istrinya ke arena pentas. Lalu ketika Winda dielu-elukan penggemar yang ikut naik ke panggung, kemudian mereka ada yang main towel pantat istri bahkan nyenggal-nyenggol payudaranya, Giyanto harus meredam panasnya hati dalam dada. Paling sial lagi, setiba di rumah dan dia “nagih” haknya selaku suami, Winda suka beralasan. “Besok aja ya mas, aku capek dan ngantuk,” kata sang istri tanpa sempat berganti baju.

Nah, voltase Giyanto yang tadinya telah mecapai 240 volt, mendadak tinggal 110 macam listrik PLN sebelum tahun 1975. Sebetulnya dia sangat ingin menuntaskan rindunya, melepas gairah malamnya bersama istri. Tapi bagaimana lagi, Winda malah asyik dibuai mimpi. Jika begini, apalah artinya sebuah rumahtangga? Ketika suami butuh, istri malah acuh. Tapi giliran istri mau pentas dangdut, Giyanto harus siap antar jemput. Mestikah cinta harus berkorban dan tekor melulu?

Istri Giyanto memang cantik. Karenanya wanita dari Desa Sonorejo Kecamatan Bendosari ini ketika menjadi penyanyi dangdut dari kampung ke kampung, langsung melejit. Suaranya sih tak seberapa, tapi bodinya yang seksi, pantatnya yang kenthel, pinggulnya yang cemekel (enak dipegang), ketika meliuk-liuk di panggung sungguh bikin heboh. Winda sangat mahir menguasai panggung, padahal di bawah pohon sana Giyanto menunggu sambil kemulan (berselimut) sarung!

Dan, sebagaimana lazimnya pedangdut yang lagi naik daun, Winda juga punya penggemar fanatik. Dia adalah Siswanto, 40, seorang sopir angkot di Solo lin Pasar Kliwon – Kartosura. Ke mana saja istri Giyanto ini pentas, dia pasti tahu. Lalu ketika ada kesempatan naik panggung, Mas Sopir ini suka duet bersama Winda. Padahal, lagunya itu-itu melulu. “Jatuh bangun aku mengejarmu, namun dirimu tak mau mengerti…..,” begitu antara lain kata Siswanto, menirukan lagunya pedangdut Kristina.

Orang sebodoh apapun, lama-lama Winda mengerti bahwa Siswanto memiliki aspirasi urusan bawah padanya. Dan pedangdut muda nan cantik ini menyimak, penggemar satu ini tak pernah mau kurang ajar. Meski nyanyi bareng dan badan nempel, tapi tak pernah colak-colek dan senggal-senggol. Dan ketika kepercayaan itu telah diletakkan, Winda tak bisa menolak saat Siswanto bermaksud mengantarkan pulang. Kebetulan malam itu Giyanto suaminya memang berhalangan jadi petugas antar jemput.

Lembaran ke arah perselingkuhan pun mulai dibuka sejak malam itu. Buktinya, ketika motor dibelokkan dulu ke sebuah rumahmakan, Winda tak menolak. Sambil makan keduanya bercerita macam-macam tentang kisah pribadi. Lalu di sana ada curhat, di situ ada presentase dan pemaparan kisah hidup masing-masing. Lho kok sama, lho kok klop. “Tunggu saatnya pakaian dalammu juga diklokop (dilepas),” kata hati nurani Winda membisikkan.

Akhirnya, Winda jadi sering menolak diantar suami, dengan alasan tetek yang bengek. Padahal aslinya, seusai pentas dangdut bersama Siswanto dia masuk hotel. Lalu, pakaian dalam Winda pun benar-benar diklokop. Segala sesuatu yang kata Winda merupakan “rahasia perusahaan” kini bisa diaudit dengan bebas oleh Siswanto. Kembali pantat Winda megal-megol, tapi bukan di panggung, melainkan dalam sarung bersama lelaki gemblung!

Kemasan selingkuh Winda-Siswanto memang asal-asalan, sehingga lama-lama Giyanto curiga. Kenapa istrinya tak mau lagi diantar jemput? Ketika beberapa hari lalu mencoba membuntuti, ternyata Winda dibawa Siswanto ke sebuah rumah kost di Kerten, Solo. Di situ kembali keduanya “dangdutan”. Dengan hati hancur berkeping-keping, lelaki malang ini menghubungi polisi Poltabes Solo. Maka pasangan mesum dalam sarung itu digerebek ketika tengah nanggung!

Untung hanya diserahkan polisi, tidak langsung dipentung!

Si Gadis Masuk Perangkap

Mengaku pengusaha, ternyata apa saja diusahain. Itulah kelakuan Jawawi, 35 tahun, dari Jambi. Ketika tertarik pada Mamik, 31 tahun, yang “antik” tapi cantik, dia langsung berusaha menjual mimpi; dari ngaku sarjana, pengusaha jual beli mobil, sampai kemudian berusaha menggauli si perawan tua berulang kali. Setelah usahanya sukses, menghewes-hewes gadis Klaten (Jateng) hingga stress, barulah ketahuan aslinya. Jawawi ternyata bukan konglomerat, tapi pemuda melarat yang tengah jadi kejaran aparat!

Agaknya kemewahan memang mimpi setiap wanita, sehingga orang Jawa punya ungkapan, perempuan itu agamanya duwit nabinya jarit (kain). Bila telah terlena pada urusan kebendaan, kaum hawa menjadi lupa akan kewaspadaan nasionalnya. “Harta” miliknya yang selama ini dikempit-diindit (dibawa ke mana saja), diserahkan begitu mudah. Padahal, setelah berhasil membuat si gadis mendesah-desah, sang pemuda pun kesah (pergi). Tinggalah keluarganya melempar sumpah serapah.

Mamik yang tinggal di Desa Kurung Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten, rupanya begitu juga. Karena terlalu pertimbangan materil, dia menjadi terlalu jual mahal dalam urusan onderdil. Maksudnya, dia rela menjadi perawan tua, karena menunggu arjuna kaya raya, bukan sekedar arjuna mencari cinta seperti punya Adi Masardi-Norca Marendra. “Dadi prawan tuwa ra papa, waton entuk bojo mbandha (jadi perempuan tua nggak apa, yang penting dapat suami kaya),” begitu prinsip Mamik.

Agaknya sikap hidup Mamik yang demikian tercium bajingan pemburu kenikmatan. Jawawi lelaki Jambi yang punya data-data tersebut entah dari mana, segera menempelnya. Saat perawan antik tetapi cantik itu berobat ke dukun di Boyolali, dia membuntutinya. Begitu Mamik keluar dari rumah sang paranomal, Jawawi lalu mengajaknya bersalaman. Padahal telapak tangannya sudah “diisi” ilmu-ilmu hitam jenis Jaran Guyang – Semar Mesem sebagaimana milik Pendita Durna dalam kisah pewayangan.

Sejurus kemudian Mamik langsung terlena. Lalu dia percaya saja ketika Jawawi mengaku sebagai pengusaha jual beli mobil, bertitel sarjana hukum, dan sedang melebarkan gurita usahanya ke daerah Solo – Yogya. Dan ketika terlihat Mamik sangat terpesona, makin kenceng saja Jawawi menjual mimpi. “Kalau kita sudah menikah, boleh kamu memimpin salah satu usaha saya,” kata sang pengusaha itu meyakinkan, bak jurkam sebuah partai saja laiknya.

Aneh memang, baru kenal sudah bicara perkawinan. Tapi Mamik kadung melambung ke swarga tunda sanga (surga berlantai 9). Di matanya, Jawawi adalah lelaki hebat yang dinantikan selama ini. Mamik memang telah kehilangan daya kritisnya. Padahal sedari awal mestinya curiga. Kalau pengusaha sukses, mestinya HP-nya selalu berdering. Jenisnya pasti komunikator atau PDA, simcard-nya juga Kartu Hallo, bukan Nokia 3310 yang kartunya cuma jenis As berkepala 0852.

Yakin bahwa Tuhan telah mengirim jodoh ideal untuknya, Mamik mengiyakan saja ajakan kawin tersebut. Jawawi lalu diperkenalkan pada orangtuanya. Dan setelah memperoleh legitimasi keluarga, sang pengusaha makin bebas mengajak Mamik ke mana-mana. Di antaranya masuk hotel kelas melati di Klaten. Jawawi pun lalu merayu, sebelum menikah resmi, boleh dong memberikan DP alias “goyang di muka”. Mamik yang kadung melambung, merelakan saja ketika diajak berdua-dua masuk dalam sarung!

Asyik memang “mbelah duren” sebelum dilegalisir KUA. Di situ ada perjuangan, pertentangan, deg-degan dan kemudian kepasrahan ditingkah desahan. Dan karena seks dengan cinta itu lebih berkesan, Mamik jadi tuman (ketagihan). Asal Jawawi mengajak, langsung saja yo yo yoooo! Pokoknya Mamik hanya ingat lagunya Ebiet G. Ade itu. “Kita musti telanjang, dan benar-benar bersih....”, maksudnya bagi Mamik, selain bugil juga harus siap habis-habisan demi cintanya pada konglomerat muda.

Namun bayangan itu tak sesuai kenyataan. Dua minggu kemudian Jawawi pinjam duit Rp 75 juta untuk menutup dulu pembayaran mobil yang baru saja dibelinya. Mamik percaya saja, sehingga keluarganya habis-habisan mengumpulkan duit, meski harus jual ayam dan nguruti (memetik) buah kelapa di pohon. Tapi setelah uang diberikan, ternyata Jawawi tak pernah muncul lagi. Keluarganya baru sadar telah ditipu. Lebih-lebih Mamik, dia langsung stres lantaran kadung sudah dihewes-hewes sampai bablas keprawanane!

Kepolisian Polres Klaten dilapori dan pengusaha muda abal-abal itu diburu. Ketika ketemu, Jawawi hanya bisa menunjukkan KTP asal Jambi, dan dia memang sudah lama jadi buronan polisi. Yang bikin Mamik semakin tertikam ulu hatinya, Jawawi yang ngaku sarjana hukum tersebut ternyata aslinya cuma pengangguran. Duh, duh, ya Allah ya Rabbi, bagaimana ini? Uang bisa dicari, tetapi kegadisan yang kadung bobol? Ala, tembel saja pakai tinol (penyolder radio)!

Bukan Salahku Mengandung

Adib, 22, memang pantas melawan. Dia tidak sampai menghamili, kenapa dikejar-kejar Dina, 19, untuk bertanggungjawab atas kehamilannya yang 7 bulan? Tapi mahasiswa dari Purwokerto ini juga sangat disayangkan, skandal itu kenapa musti diselesaikan secara kekerasan? Di mana otak kecendekiawanannya? Dan sekarang, ketika Dina telah mati lewat jeratan tangannya, Adib tinggal menyesal tujuh turunan. Belum selesai kuliahnya di Fakultas Hukum, malah harus jadi orang hukuman!

Yang-yangan atau pacaran di kala studi, memang jamak. Konon dengan kekasih yang selalu memberikan semangat, studi menjadi lebih lancar, cepat selesai. Tapi jangan salah, di sisi lain bahaya juga mengancam. Andaikan jalinan kasih itu putus di tengah jalan, lalu para pelaku cinta asmara tersebut patah hati, ini juga alamat studi bakal kacau. Mestinya sudah menyusun skripsi, malah jadi bengong macam sapi ompong gara-gara si doi digondol nguwong (orang).

Anak muda bernama Adib dari Wonosobo (Jateng) ini juga sangat menyadari akan sisi positif dan negatifnya dunia pacaran. Maka ketika dia jatuh cinta pada seorang cewek, cintanya tak mau all out atau habis-habisan. Cinta sih cinta, tapi cukup 50 persen saja dulu, yang 50 persen untuk berjaga-jaga bila terjadi sesuatu. Serep atau cadangan memang diperlukan. “Jip saja punya ban serep, masak kita orang tidak punya,” begitu prinsip mahasiswa fakultas hukum perguruan tinggi swasta di Purwokerto ini.

Karenanya, ketika dia jatuh cinta pada Dina, kembang Desa Kalierang Kecamatan Selamerto Wonosobo, tidaklah dibuat nemen-nemen (serius sekali). Soalnya dia yakin, sebagai gadis cantik banyak penawaran, cowok yang naksir Dina pasti ombyokan. Nah, bila mana sekali tempo hati si Dina terpikat pada pemuda lain, kan bisa hancur berkeping jiwa ini. Maka bagi Adib, cinta itu bir ibaratnya. Kalau kebanyakan bisa bikin mabuk, tapi bila sedeng-sedeng saja memacu energi. Paling tidak, kencing jadi lancar!

Untuk itulah, Adib walau pacaran dengan Dina cukup lama, tapi belum sampai menjarah wilayah hil-hil yang mustahal. Kalau sekadar cipika-cipiki ala Tukul Arwana, biasalah itu. Cium bibir dan meraba-raba daerah sekwilda (sekitar wilayah dada), juga sekali-sekali dilakukan. Tapi untuk daerah cagar budaya yang sono-sono, Adib masih konsisten dengan prinsipnya. “Kalau dia sampai hamil, kamu nggak dapat ijazah, malah dapat ijabsah,” begitu nasihat ayahnya selalu.

Lain Adib ternyata lain pula si Dina. Bagi si kembang desa tersebut, gaya pacaran mahasiswa Purwokerto ini kok lugu banget, tidak relefan dengan iklim dan tuntutan era gombalisasi. Maunya Dina, cowok masa kini ya mesti cag-ceg dan bat-bet (serba cepat). Jangan seperti Ismail Marzuki dalam lagunya Aryati-lah, hanya karena mimpi mencium mesra ujung jarinya tadi malam, sudah merasa berdosa.

Tak dipungkiri lagi, Dina menganggap Adib ini cowok sedingin salju. Karenanya, ketika ada cowok lain yang lebih menjanjikan dan cukat trengginas (lincah sekali) bagaikan burung sikatan menyambar belalang, ke sanalah angin cinta Dina berembus. Dengan kata lain, diam-diam Adib ditinggalkan. “Matikan dua lampu dan jangan lupa BBM…,” kata Dina yang berwajah mirip Anya Dwinov “pacar” Efendi Gozali di Republik Mimpi itu.

Apa sih maksud BBM-nya Dina untuk Adib? Benar Benar Membosankan! Ya, Dina memang bosan dengan gaya pacaran yang lamban. Padahal dengan cowok barunya ini, apa yang diharapkan Dina bisa diperoleh lebih. Dan sicowok oka-oke saja, karena Dina memang cantik dan menjanjikan. Bodinya seksi, kulit putih bersih, pipinya halus licin bak marmer Italia. Pendek kata mirip Anya Dwinov-lah, makin sering tertawa sambil merem-merem, semakin menggemaskan!

Hal-hal yang dicemaskan Adib memang terjadi, dan dia sama sekali tidak kaget. Ditinggalkan Dina dia biasa-biasa saja, tanpa patah hati. Bahkan makannya makin banyak, nambah pula. No time for love, begitu prinsipnya. Bagi Adib, masih banyak cewek lain yang bisa jadi pelabuhan cintanya; ada Cilacap, Tanjung Priok, Tanjung Emas (Semarang), bahkan kalau perlu Tanjung Perak di Surabaya.

Malangnya nasib tak pernah ada yang tahu. Enam bulan setelah ditinggalkan si doi, tiba-tiba Dina datang padanya sambil berisak tangis. Dia menuntut tanggungjawab Adib, karena katanya kadung hamil 7 bulan. Tentu saja Adib tidak mau, orang yang “nyetrom” lelaki lain, kok minta tanggungjawabnya ke dia. “Nggak mau, memangnya saya PLN, apa?” ujar Adib garang.

Akan tetapi Dina terus mengejar. Bahkan dalam posisi boncengan sepeda motor pun keduanya tak berhenti ribut. Lama-lama mahasiswa di Purwokerto ini kehilangan otak kecendekiawanannya. Di dekat lapangan Pertamina Selomerta, Dina nan cantik itu dijerat pakai rantai sepeda hingga wasalam nyawanya. Beberapa jam berikutnya, Adib pun ditangkap polisi Polres Wonosobo. Hanya sampai semester II dia menekuni ilmu di Fakultas Hukum, karena tak lama lagi akan menjadi orang hukuman.