Wednesday, May 7, 2008

Terjebak Di Pusaran Cinta


Reseh banget Jendra, 45 tahun, sebagai atasan. Diminta menengahi anak buahnya yang ribut urusan rumahtangga, malah masuk dalam pusaran selingkuh. Ny. Dwiasih, 37 tahun, yang tadinya dinasihati supaya rukun-rukun selalu dengan Darsan, 42 tahun, anak buah Jendra, akhirnya malah dikeloni sendiri. Ditugaskannya anak buah ke luar kota, dan sang atasan pun “membawahi” istri Darsan di sebuah hotel.

Ini selingkuh mirip-mirip kisah wayang kulit, seorang tokoh panutan yang akhirnya malah “mut-mutan” dengan wanita bukan bininya. Begawan Wisrawa ditugaskan putranya, Prabu Danaraja untuk melamar Dewi Sukesi. Pada kenyataannya, putrid Prabu Sumali itu malah dikeloni setelah diwejang ilmu Sastra Jendra Hayuningrat. Prabu Danaraja memang marah besar, tapi Dewi Sukesi kadung kesengsem pada “ilmu” Wisrawa yang lumayan besar!

Nah, oknum karyawan swasta bernama Jendra dari Cirebon itu begitu pula rupanya. Penampilan luarnya memang santun, bijak, bisa bikin adem karyawannya di kantor. Tapi bila dia sedang unjuk kekuatan, sepakterjangnya sungguh gak ngoman-omani (bikin yang lain tidak kebagian). Istri teman sejawat disikat, istri anak buah diembat. Yang kasihan tentu saja Darsan, katanya ditugaskan keluar kota, tak tahunya di rumah istrinya dioperasi “luar dalam” oleh Jendra atasannya tersebut.

Darsan dan Dwiasih bininya belakangan memang tengah mengalami kemelut rumahtangga. Masalah awalnya hanya sepele, istri minta dibelikan rice coker untuk masak di rumah. Tetapi meski harganya hanya sekitar Rp 500.000,- saja, Darsan tak segera membelikan. Ditunda-tunda terus. Katanya April, mundur lagi Mei. “Soal riscoker saja mundur-mundur kayak resafel kabinet…,” kata Dwiasih sekitar setahun lalu.

Ujung-ujungnya, Dwiasih menuduh suaminya tak sayang pada keluarga. Kalau punya duit malah diutamakan buat ngurusi adik-adiknya. Jadi akhirnya tak pernah ada uang lebih di rumah. Padahal Dwiasih yakin benar, nanti para adik ipar tersebut setelah mapan hidupnya belum tentu ingat pada perjuangan kakaknya dulu. Di manapun kacang memang selalu lupa pada kulitnya.

Akhirnya keributan pun meledak, merambah segala lini permasalahan. Darsan-Dwiasih pernah cakar-cakaran di rumah. Lucunya lagi karyawan swasta di Cirebon ini, asal baru ribut dengan bini, jadi tak masuk kantor. Jangankan berantem sama bini. Baru genting bocor atau pompa sanyo ngadat saja, dia memilih tidak masuk kerja. “Baru ada urusan keluarga,” katanya selalu setiap ijin lewat telepon.
Tiap minggu selalu begitu, Jendra sebagai atasan dan kepala bagiannya di kantor, tentu saja tidak enak. Gara-gaya ulah anak buah, kinerja perusahaan jadi terganggu karenanya. Karenanya, ketika Darsan masuk dipanggil dan ditanyai persoalan sebenarnya. Sebagai atasan yang baik, dia ingin mencoba mengatasi kemelut itu. Maka hari lain Jendra minta Darsan membawa bininya di kantor. Gaya Jendra macam Balai Penasehat Perkawinan saja.

Istri Darsan pun diajak ke kantor esok paginya. Dan Jendra yang punya bakat mata keranjang, langsung terpesona pada Dwiasih yang cantik dan putih bersih itu. Dia kasihan padanya, perempuan yang begitu mulus dan ayu, kok disia-siakan di tangan Darsan. “Perempuan begini kalau jadi biniku cukup jadi penghias tempat tidur. Kerjanya cuma mamah (makan) dan mlumah (layani suami di ranjang),” batin Jendra penuh nafsu.

Kemudian suami istri itu dinasihati, isinya bla bla bla…., pokoknya diminta rukun-rukun selalu.. Lalu gaya Jendra seperti ustadz Aa Gym sebelum tenggelam saja, ada perbuatan halal yang dibenci Allah, yakni perceraian. Jangan cerai, kasihan anak-anak. Mereka tidak salah, yang salah yang membikinnya, eh maksudnya orangtua. Betul tidaaak? Masya Allah.

Akan tetapi, tak hanya sampai disitu Jendra menjadi konsultan rumahtangga. Lain hari bahkan tiap hari, nelpuni Dwiasih melulu. Di situ bukan menasihati lagi, tapi merayu-rayu agar mau diajak selingkuh. Jangan khawatir ketahuan suami, sebagai atasan Jendra menjamin bisa mengaturnya. “Nanti Darsan biar kutugaskan inspeksi ke cabang-cabang luar kota beberapa hari,” kata Jendra mantap dan hakul yakin.

Hari H itu tiba. Darsan keluar kota tugas kantor, sementara Dwiasih bininya dalam waktu yang sama malah dibawa masuk hotel oleh Jendra. Jadi sama-sama inspeksi lah. Darsan inspeksi anak cabang, Jendra “inpseksi” bini orang. Dwiasih yang selama ini tak pernah ngaku dalemannya apa bila ditanya lewat telepon, kini malah diberikan semuanya untuk atasan suaminya tersebut.

Malang tak bisa ditolak, mujur tak bisa diraih. Entah berapa kali selingkuh, Darsan mencium gelagat buruk itu. Sekali waktu pas dikirim ke luar kota, sengaja tak berangkat, tapi membuntuti bini ke mana saja pergi. Ternyata betul kata orang, Jendra selalu membawa Dwiasih manakala ditinggal suami. Dan malam itu dia melihat sendiri betapa istrinya dibuat “enjot-enjotan” di sebuah kamar hotel.

Akhirnya pasangan mesum itu digerebeg. Jendra-Dwiasih dilaporkan ke polisi dengan bukti celana dalam dan tisu pembersih. Kini Jendra hanya tinggal menyesali nasib. Gara-gara sok jadi pahlawan kebajikan, akhirnya malah terjebak dalam pusaran cinta. Dikuatirkan, kariernya tamat gara-gara mencari nikmat sesaat.

No comments: