Tuesday, December 1, 2009

“SOLUSI” SEORANG KAKAK IPAR

Ada seorang kepala desa di Sumenep (Madura) merasa pusing. Pasalnya, warganya yang bernama Sodin, 40, tega menghamili adik ipar sendiri, Minah, 30. Sebagai Kades, otomatis dia didorong-dorong warganya untuk menyelesaikan kasus ini. “Lha iya, ini saya sedang cari solusinya,” katanya jengkel.

Terlalu klasik memang ceritanya, seorang kakak ipar menghamili adik daripada istrinya. Di berbagai belahan wilayah Jawa – Sumatera sering kali terjadi kisah begini, kakak ipar begituan dengan adik ipar. Lalau bagaimana caranya agar kisah mesum itu tak terjadi lagi? Begini caranya: hindarilah kesempatan kakak dan adik ipar berlainan jenis, ketemu hanya berdua-dua. Maka untuk berjaga-jaga terjadinya setan lewat, janganlah ada pembiaran ketika adik istri yang cukup cantik tinggal bersama keluarga.

Istri Sodin, warga Desa Parsanga Kecamatan Kota, Sumenep, sebetulnya cukup cantik. Tetapi dibandingkan dengan Minah adiknya yang berusia 5 tahun lebih muda, jelas Misih, 35, kalah sintal dan kenyal. Memang, sebelumnya Sodin tak pernah membanding-bandingkanya. Baru setelah sang adik ipar ikut tinggal dalam keluarganya, dia bisa membandingkan setelah……merasakannya. Ternyata memang seperti iklan sabun Sunlight taun 1960-an: nyata benar bedanya!

Kejadiannya bermula saat Minah menyandang status janda setelah cerai dengan suami. Lantaran tak ada lagi ibu dan ayah sebagai tempat bergantung dan berlindung, ke mana lagi dia bertempat tinggal kecuali ikut kakak kandungnya di Desa Parsanga? Dan ternyata Sodin sebagai suami Misih, juga sangat welcome atas kehadiran adik daripada istrinya tersebut. “Jangan sungkan di sini, anggap saja seperti rumah sendiri,” kata Sodin begitu ramah, nyaris mirip Satpam BCA.

Adik iparpun tinggal tenang di rumah itu. Tapi lama-lama, perceraian yang bagi Minah merupakan musibah, belakangan bagi Sodin justru menjadi berkah. Lho, apa pasal? Soalnya, setelah setiap hari melihat dan mencermati, ternyata Minah ini jauh lebih cantik dari Misih kakaknya. Bodinya juga lebih sintal dan kenyal. Lalu otak ngeres Sodin mulai ngelantur: kapan aku bisa menyetubuhinya? Selanjutnya kalkulasi politik pun dibuat dengan kesimpulan: enam bulan menjanda pastilah Minah kesepian!

Hal-hal beginian, setan palinglah demen jadi sponsor dan penyandang dana. Dia terus menyemangati Sodin untuk bisa menaklukkan Minah. Di kala Misih tak di rumah tentu saja, dia mulai towal-towel dan senggal-senggol, sampai Minang mengingatkan: “Jangan ah Mas, nanti ada yang lihat!” kata Minah. Jadi, kalau tak ada yang lihat, boleh? Dengan asumnsi itu, Sodin menjadi semakin galak. Disosornya terus si adik ipar, hingga Minah bertekuk lutut dan kemudian berbuka paha.

Sejak saat itu, hari-hari Sodin menjadi penuh ceria. Di kala istri sedang belanja ke pasar misalnya, dia selalu memanfaatkannya untuk kelon bersama Minah. Entah sudah berapa kali mereka berbuat, sampai kemudian terlihat perut Minah membuncit. Tapi warga semua hanya bergosip tak berani mengeluarkan hak angket. Kades Parsanga pun lalu didesak warga untuk menyelesaikannya. “Jangan dorong-dorong saya dong, saya nanti dituduh intervensi rumahtangga orang,” kilah Pak Kades sok gaya pejabat.

Akhirnya Pak Kades bertindak juga. Minah dan Sodin dipanggil secara tertutup, diklarifikasi, apakah terjadi “hubungan arus pendek” antara keduanya? Ternyata mereka mengaku. Tapi bagi Sodin, itu tak menjadi masalah, lha wong Misih selaku pihak terkait juga diam saja. Kenapa warga yang ribut, kok kurang kerjaan saja? Tentu saja Pak Kades geleng-geleng kepala. Bagaimana ini, soal menghamili adik ipar kok dianggap hal sepele. Tapi sebagai Kades, dia harus mencari solusi secara adil dan tepat guna.

Yang adil kata warga, Sodin harus digebuki biar kapok!

No comments: