Thursday, December 3, 2009

KURBAN DWI FUNGSI DUKUN

Dulu ada dwifungsi ABRI, kini ada dwi fungsi dukun. Dukun Mbah Warno, 52, ini misalnya; selain penyembuhan, dia juga mengacu asas persetubuhan! Tapi gara-gara ulahnya, dukun cabul diadukan Ny. Sundari, 22, ke Polres Pacitan, karena tak sudi disetubuhi lelaki yang bukan suaminya meski itu atas nama pengobatan.

Ketika soal kesehatan menjadi lahan bisnis, rumahsakit sering menjadikan pasiennya juga sakit kantong sekaligus. Orang sakit dijadikan mesin uang, sehingga untuk kelas RS Mitra Keluarga Kaya misalnya, meski hanya operasi usus buntu bisa kena belasan juta rupiah. Padahal mereka juga tak berani mengeluarkan garansi, jika pasien tidak sembuh (mati), ongkos boleh kembali. Karena itu berbahagialah investor yang menamkan modalnya di perumahsakitan, Anda takkan pernah rugi sepanjang masa.

Ny. Sundari termasuk wanita yang capek sudah berurusan dengan rumahsakit. Meski sudah mendatangi dokter di mana-mana, yang praktek di rumah maupun di rumahsakit, keluhan pendarahan itu tak juga kunjung sembuh. Lalu kemudian masuk informasi bahwa dukun Mbah Warno yang praktek di Pucangsewu ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit. “Ongkosnya juga murah, tidak sampai jutaan. Coba saja ke sana, siapa tahu cocog,” begitu kata orang.

Atas dukungan suami, Ny. Sundari pun segera berangkat. Meski suami sebetulnya tak begitu percaya pada dukun, tapi kali ini dia harus percaya. Sebab gara-gara penyakit istrinya, dia jadi pejabat suami non aktif. Bagaimana tidak? Biasanya minimal seminggu 2 kali dia bisa menunaikan “kewajiban” sebagai kepala keluarga, kini sudah berminggu-minggu non aktif. Padahal mau nerobos lampu merah, meski tak ada polisi tapi ada ayat Qur’an: “Katakanlah, haid adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid” (Al-Baqarah: 222).

Celakanya, dukun Mbah Warno memang bukan malaikat, sehingga dia masih juga tergoda oleh wajah cantik dan pantat gede sang pasien. Melihat Ny. Sundari yang cantik macam penyanyi kroncong Sundari Sukotjo, pendulumnya langsung kontak blip, blip, blip. Melihat bodinya yang seksi dan “boncengan”-nya njedhit dan tampak gurat-gurat celana dalamnya, dia langsung pusing tujuh keliling. Akhirnya Mbah Warno bukan lagi berfikir bagaimana pasien itu bisa sembuh, tapi justru bagaimana bisa bersetubuh.

Setelah Ny. Sundari menyampaikan keluhannya di kamar prakteknya, Mbah Warno segera memeriksa pasiennya dengan penuh penghayatan dan kesyahwatan. Awalnya memang hanya memijit bagian kaki, lalu naik barang sedikit. Tapi setelah sampai pada wilayah “cagar budaya”, tangan Mbah Warno hanya muter-muter di situ macam pendaki Gunung Lawu yang tersesat. Sampai kemudian dia bertitah dengan bisik-bisik. “Obat satu-satunya hanya dengan bersetubuh, Jeng….!” kata Mbah Warno.

Tentu saja Ny. Warno terkaget-kaget, karena Mbah Warno langsung saja nyemplak di atas tubuhnya macam pelajar nggandul truk. Tadi saat “aset nasional”-nya diobok-obok saja sudah merasa risih dan jengah, kok kini malah minta dituntaskan melalui persetubuhan. Memangnya sini cewek apaan? Berkat perlawanannya yang gigih, Mbah Warno batal menggeluti lebih lanjut, bahkan dia terjengkang dari ranjang karena ditendang Ny. Sundari yang mendadak menjelma jadi jago silat macam Kho Ping Hoo.

Kontan Sundari keluar dari kamar pasien dan mengadu pada suaminya. Urusan selanjutnya bisa ditebak, Sundari mengadu ke Polres Pacitan dan Mbah Warno pun dicokok hari itu juga. Tapi dalam pemeriksaan dia membantah bahwa telah mencabuli pasiennya. Sebab apa yang dilakukan selama ini sekadar terapi pengobatan, bukan untuk mengejar kenikmatan sesaat. “Kalau mau begitu, kalau nggak mau ya sudah. Begitu saja kok repot,” kata Mbah Warno pada polisi.
Habis embah mengajak begituan, sih!

No comments: