Tuesday, December 1, 2009

HENY SANG PRIMADONA

Agaknya Rojali, 22, masih terlalu hijau dalam dunia hidung belang. Baru sekali kenal WTS primadona, langsung ingin memborongnya alias menikahi. Tentu saja Heny, 37, tidak mau dimonopoli semacam itu. Tapi akibatnya fatal, ketika Rojali marah, langsung saja Heny dibacoknya hingga nyaris kehilangan nyawa.
Tak ada ceritanya dalam dunia lembah hitam, seorang WTS mau dimonopoli oleh lelaki hidung belang. Sebab sebagai penganut azas perdagangan bebas, monopoli berarti menyusutnya penghasilan secara drastis. Biasanya, lima kali melayani lelaki bakal lima kali dapat uang. Tapi dengan sistem monopoli, si WTS bisa melayani berkali-kali tapi bayarannya hanya sekali. Bayangkan jika tarif itu sangat kompetitif (baca: murah), sang WTS bakalan terjebak ungkapan: kodok kalung kupat awak boyok sing ra kuwat (pinggang mau putus).
Ini pula yang menjadi pertimbangan Heny, seorang WTS primadona di kompleks pelacuran Gunung Sampan, Desa Kotakan, Situbondo (Jatim). Karenanya, ketika seorang pelanggannya yang sangat muda, Rojali, mengajaknya kawin, dia menolak mentah-mentah. Banyak pertimbangan yang membutnya harus menolak penawaran itu. Pertama, dia terlalu muda dan usia sangat jauh berbeda. Kedua, dengan perkawinan itu sama saja dirinya dimonopoli tak boleh melayani lelaki lain. Padahal selama ini Heny merasa dirinya menjadi milik publik.
Kenapa Rojali sampai tergila-gila pada Heny yang lebih pantas jadi emaknya? Apakah dia penderita Odipus Compleks, atau memang bertekad mengentaskan wanita itu dari lembah kehinaan? Ah betapa mulianya lelaki ini. Cuma sayangnya, dalam usia semuda itu kenapa sudah menjadi lelaki hidung belang. Padahal mestinya dia masih duduk di bangku perguruan tinggi, paling tidak sudah ikut KKN (Kuliah Kerja Nyata). Eh malah : (K)esana (K)emari (N)yabo. Mau di bawa ke mana generasi muda ini?
Agaknya Rojali merasa, seumur-umur jadi lelaki hidung belang, baru kali ini nemu pelayanan WTS yang sangat prima. Heny tak hanya menganggap dirinya sebagai lelaki hidung belang, tapi juga insan yang membutuhkan kasih sayang. Karena itulah Rojali menjadi semakin lengket, dan setelah berulangkali mengencani Heny sang primadona, dia berniat mengawininya. “Hen, kamu berhenti saja jadi WTS, menikah denganku dan jadi ibu rumahtangga yang baik,” begitu Rojali sekali waktu bertutur.
Heny awalnya merasa sangat tersanjung. Tapi demi melihat perbedaan usia yang terlalu njomplang, dia tak sanggup menerima tawaran baik Rojali. Untuk sekarang dirinya memang lumayan fresh. Tapi 28 tahun ke depan misalnya; si Rojali baru usia 50 tahun, sedangkan dirinya sudah nenek-nenek keriput berusia 65 tahun. Dalam situasi demikian, sangat boleh jadi Rojali akan mengadakan peremajaan. Heny akan diceraikan dan Rojali akan menikahi gadis yang lebih muda dan joss.
Sungguh Heny tak siap dengan gambaran jangka panjang semacam itu. Gambaran jangka pendek: dikawin oleh Rojali kan sama saja akan menurunnya penghasilan sehari-hari. Mampukah lelaki ini memenuhi segala kebutuhannya? Mengingat Rojali sendiri pekerja biasa, Heny sangat menyangsikan kemampuan lelaki ini. “Soal “si entong” dia memang jago, tapi untuk isi kantong selanjutnya?” Nah, gara-gara pertimbangan njelimet semacam itu, pada akhirnya Heny menyatakan: tidak! “Maaf, aku tak bisa menerima tawaranmu,” kata Heny tegas.
Andaikan Heny menjawab masih pikir-pikir dulu, mungkin Rojali bisa mengendalikan diri. Tapi begitu lamarannya ditolak mentah-mentah, emosinya jadi meledak. Diambilnya sebilah golok dan dibabatkan ke tubuh wanita yang baru saja melayaninya di ranjang. Kompleks WTS Gunung Sampan pun geger. Dengan tubuh luka parah Heny dilarikan ke rumahsakit, sedangkan Rojali ditangkap polisi Polres Situbondo. Dalam pemeriksaan dia mengaku, berbuat kalap karena tersinggung, wong mau diajak hidup normal kok tidak mau.
Yang normal bagi Heny kan asal tamu banyak dan dompet penuh.

No comments: