Tiap orang memiliki cara sendiri untuk memenuhui kebutuhan perut dan di bawah perutnya. Yang benar: dia bekerja keras sehingga punya duit banyak, dan dengan status sosialnya yang terpandang itu dia bisa menikahi istri cantik dan terpuaskan segala ambisi dan libidonya. Tapi bagi yang nggak bener, pengin istri cantik dalam status penganggura, penganggur, akhirnya dia nekad main tipu sana tipu sini. Dan saat tragispun terjadilah, di saat dia bercengkerama di ranjang pengantin, tahu-tahu diseret polisi dari atas perut istri dan jadilah tersangka.
Ini pula nasib Juwadi, warga Plumpang, Tuban. Setelah kebak sudukane (ketahuan kejelekannya) dan kenyang nyuduk (menusuk) sana sini, dia ditangkap polisi di Jenggawah Jember. Tragisnya, dia dibekuk saat sedang mempersiapkan perkawinannya dengan janda muda warga setempat. Padahal, meski belum sah menjadi suami istri, sopir angkot made in Tuban ini sudah biasa “ngebon” calon istrinya. Sangat boleh jadi, Juwadi dikeler (ditangkap) petugas ketika sedang bermesraan di kamar bersama calon istrinya.
Kehidupan sehari-hari Juwadi memang memprihatinkan. Jadi sopir angkot dengan tanggungan tiga anak dan satu istri, dia sungguh kedodoran. Lalu untuk membuat terobosan ekonomi, munculah idenya yang lumayan briliyan sekaligus edan. Juwadi ingin memanfaatkan ketampanan wajahnya yang mirip-mirip artis Adrian Maulana tersebut. Dia bertekad, dengan kelebihan itu akan memperoleh dua manfaat sekaligus. Selain uang juga bakal dapat “goyang”. Juwadi ingat betul kata ustadz Zainudin MZ dulu: “Masih banyak janda yang perlu dikeloni, eh disantuni….!”
Asal tahu saja, Juwadi memang pernah berpetulang di Jakarta, sehingga tahu liku-likunya dunia tipu-menipu di Ibukota. Nah, dengan modal KTP aspal Kelurahan Mampang yang mencantumkan dirinya sebagai perjaka tulen, mulailah di tahun 2004 dia berburu perempuan. Sasarannya tak selalu harus gadis. Kalangan wanita STNK (Setengah Tua Namun Kenyal) juga tak apa, meski banyak mudlaratnya tapi yang penting juga banyak nikmatnya. Dan sebagaimana istilah Golkar, harus banyak gizi (baca: duit)-nya.
Hari-hari “Arjuna mencari cinta” dimulai di tahun 2004 itu juga. Hanya dalam beberapa minggu dia sudah berhasil memikat guru SD berstatus janda. Namanya Wiwik, usianya kala itu sekitar 28 tahun, jadi masih hot-hotnya. Bulan Januari 2005 mereka menikah, dan selanjutnya Juwadi tinggal bersama istri barunya di Desa Plumpang Kecamatan Plumpang, Tuban. Saking cintanya pada suami baru, betul-betul Juwadi dimanjakan, minta uang berapa saja dikasih. Padahal, uang tersebut kemudian dialirkan pada istri dan anak-anaknya di rumah.
Setelah bosan menjadikan Wiwik sebagai mesin uang, Juwadi berburu perempuan baru di Jember. Kali ini dia dapat mempedayai Nita, 32, perempuan yang lewat masa edar alias perawan tua. Mungkin karena “kehausan”, meski belum resmi jadi istrinya mau saja “dibon sementara”. Lagi-lagi dengan alasan ini itu dan lewat kalimat yang tidak fokus dan cenderung mutar-mutar, Juwadi berhasil mengeruk sejumlah uang Nita dan digelontorkan buat keluarganya di kampung.
Akan tetapi petualangan asmara Juwadi terendus oleh Wiwik yang dinikahinya 4 tahun lalu. Lewat lapuran Bu Guru tersebut, jejak Arjuna satria lananging jagad bisa ditemukan di Jember. Nah, saat dia kelonan dengan calon istrinya tersebut Juwadi ditangkap dan digelandang ke Polres Jember. Dalam pemeriksaan dia mengakui segala perbuatannya. “Aku mengawini mereka sekedar untuk menjadi mesin uang, Pak!” kata sopir angkot itu blak-blakan.
Yaaaak, mesin penggugah nafsu juga kan?
No comments:
Post a Comment