Wednesday, May 7, 2008
GOYANGAN TERAKHIR
Cecep, 35 tahun, meyakini bahwa istri adalah penunjang karier dan sumber rejeki suami.Celakanya, sudah ganti bini sebanyak 3 kali, rejeki dan keriernya tetap saja seret. Demikian putus asanya lelaki Bandung ini, dia mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Uniknya, sebelum “sukses” dengan rencana buruknya yang ke-7, dia sempat-sempatnya malam itu “goyang” dulu, mentang-mentang Neneng, 30 tahun, istrinya baru saja usai plat merah!
Istri atau jodoh, rejeki dan maut, sesungguhnya misteri Illahi yang tak pernah bisa diprediksi .Seperti Cecep dari Pulosari, Tamansari Bawah, Bandung ini misalnya, kala itu yakin betul bahwa ijazah SMA-nya mampu membawa sukses di kota Paris van Java. Namun ternyata, sampai lecek difotokopi buat melamar, tak ada perusahaan mau menerimanya. “Pagaweyan sih loba, tapi eweuh anu nggajihna (pekerjaan sih banyak, cuma yang menggaji tak ada),” kata pihak perusahaan yang dilamarinya.
Namun hidup terus bergulir dan perut harus diisi. Dari pada nganggur berkepanjangan, dia lalu bekerja serabutan, usaha sana usaha sini, ngobyek apa pun jadi.Tapi sekalipun tak pernah dapat gebukan gede. Maka tetap saja nasibnya tak berubah, hidup selalu pas-pasan dan kekurangan. Bayangan indah sebagai lelaki sukses, terbanglah sudah dari angan-angannya. Cecep tak pernah merasakan kemewahan, adanya sekadar bertahan!
Tapi derita apapun yang dialami, sebagai lelaki normal dia tetap punya naluri atau dorongan mempertahankan jenis, begitu kata ahli Ilmu Jiwa Sigmund Freud. Karenanya Cecep punya libido, punya gairah dan ketertarikan pada makhluk lawan jenisnya. Tegasnya, dia mulai merasakan jatuh cinta. “Bari rumahtangga engke masalah rejeki nambah lancar (dengan menikah, rejeki biasanya tambah lancar),” begitu nasihat para orangtua selalu.
Akhirnya, meski penghasilan pas-pasan dia tetap menikah dengan gadis pilihan hatinya. Di sini Cecep mengacu pada nasihat Bung Karno. Kata sang proklamator kelahiran 6 Juni 1901 tersebut, insinyur kita kalah nyalinya dengan tukang becak. Insinyur baru mau kawin setelah duit banyak dan rumah bagus. Tapi tukang becak dengan modal tikar dan keranjang sudah berani naik ranjang!
Menunggu apa lagi? Cepat-cepatlah gadis idolanya dinikahi. Enak memang jadi pengantin. Dulu ketika bujangan selalu kedinginan, kini sudah ada selimut hidup yang menghangati dan menyemangati saban malam. Pulang cari nafkah ada yang menunggu, biasanya temannya hanya guling, kini ada pingping (paha). “Kawasna akang cape pisan bade dipencetan ( sepertinya kanda capek sekali, boleh aku pijat)?” sapa istrinya bermanja-manja.
Endahnya kehidupan rumahtangga Cecep ternyata tak berlangsung lama. Ketika penghasilan suaminya tetap minim, untuk makan sehari-hari saja repot, istri tercinta itu mulai ngomel-ngomel. Ribut dan cekcok menjadi keseharian.Akhirnya, karena tak tahan hidup dalam kemiskinan bersama Cecep, istri yang baru dinikahi 8 bulan itu minta cerai. Untung saja belum sampai ada momongan.
Resikonya, Cecep terpaksa berdingin-dingin lagi untuk sementara waktu. Dan karena udara Bandung semakin menggerogoti tulang, duda malang itu tidak tahan dan kemudian buru-buru mencari istri pengganti. Hanya saja kini lebih selektif. Kecantikan dan keseksian bukan lagi menjadi patokan. “Anu penting awewe, anu daek diajak hirup malarat (yang penting perempuan dan siap diajak hidup melarat),” begitu tekad Cecep yang kepepet.
Alhamdulillah, istri pengganti itu segera diperoleh. Tapi ternyata sama saja, istri yang kedua ini juga alergi kemelaratan. Dia tak lama minta cerai. Soalnya, hampir tiap malam digoyang, tapi tak pernah dibelikan gelang. Itulah Cecep, miskin di segi materil, tapi sangat kaya di onderdil. Dan dengan perceraian yang kedua ini, dia merasa gagal menjalani hidup. Cecep tiba-tiba ingin mati saja, dari pada hidup selalu sengsara.
Neneng, adalah istri ke-3 Cecep yang mau menerima dia apa adanya. Tapi meski sudah dapat istri pengertian, dia tetap merasa tak bergairah hidup. Uniknya, untuk urusan ranjang tetap bersemangat. Seperti beberapa hari lalu misalnya, m alam-malam masih minta jatah. “Mah dicobaan deui yuk, tadi kan tos milu pangajian (mah, dicoba yuk, tadi kan sudah ikut pengajian),” kata Cecep yang tahu bininya baru usai plat merahnya.
Ah.... ini lelaki, yang dipikirkan itu melulu, gumam Neneng. Tapi karena kawajiban dan takut dikutuk malaikat sampai pagi, istri pengertian itu melayani saja hingga tuntas tasss. Habis itu Cecep tidur mendengkur dengan damai. Cuma esok paginya, ketika Neneng bangun didapati suaminya telah tewas tergantung di plafon. Dia langsung menjerit. Kata para tetangga, sudah 6 kali Cecep mencoba bunuh diri. Baru yang ke-7 kalinya mendulang sukses.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment