Wednesday, May 7, 2008
Ayah Tiri Peduli Janda
Misalkan ada Partai Karya Peduli Janda, Jazuli, 45, layak jadi ketua umumnya. Soalnya, asal lihat janda, nggames (doyan ) banget dia. Sampai sampai, anak tiri yang belum lama menjanda, Darsiti, 21, langsung disergapnya. Meski dia sempat kabur berbulan-bulan, akhirnya polisi Banyuwangi membekuknya jua.
Andaikan pengusaha, Jazuli juga boleh disebut pebisnis yang cepat menangkap peluang. Soalnya, begitu tahu anak tirinya dalam status janda, dia berusaha untuk memanfaatkan. Bukankah teori usang mengatakan, janda adalah lambang kesepian? Nah, dalam kondisi sepi tanpa lelaki, dia pastilah sangat mendambakan peluk rindu. Dan Jazuli, sebagai ayah tiri siap menjadi penyandang tenaga kuda, untuk memuaskan sijanda meruguk dahaga asmara.
Jika boleh berkata jujur, sebetulnya sudah cukup lama Jazuli mengincar Darsiti. Sebab sementara sang ibu mulai kempong perot (keriput) dalam usia 50, si anak tiri justru makin mempesona, menebar aroma semerbak mewangi. Perhatikan bodinya, simak gurat-gurat wajahnya, begitu teduh, damai, tenang bak Telaga Sarangan dalam sebuah lagu keroncong. “Kagum aku memandang, oh indahnya “rahasia” janda pujaan…,” kata Jazuli mempelesetkan lagu ciptaan Ismanto itu.
Untuk tampil ke depan, menaksir diri anak tiri sendiri, jelas tak berani dan malu. Tapi masalahnya, iman boleh kuat cuma “si imin” selalu menggeliat! Walhasil ambisi Jazuli untuk memiliki Darsiti si anak tiri, ya hanya maju mundur bak tari poco-poco sebagaimana sindiran Megawati pada SBY. Soalnya yaitu tadi, jika terlalu agresif, nanti apa kata tetangga dan istrinya. Bagaimanapun juga Jazuli mencoba jaim alias jaga imej.
Maka peristiwa yang sangat buruk itu pun kemudian terjadi. Ketika Darsiti menikah dan dibawa pergi suaminya, dia sebagai bapak harus merelakan dan memberi restu. Padahal batinnya clegak-cleguk (menelan ludah) saking ngilernya. Ibarat unggas merpati itu sudah lepas dari genggaman, terbang tinggi di balik awan. Oh, bisa dibayangkan bagaimana luka hati si ayah tiri ini. “Betapa kukecewaaaaa…..,” kata Jazuli ketika berkeroncong ria menghidur diri.
Untung saja Jazuli tak perlu merana berlama-lama. Baru setahun berumahtangga, didengar kabar bahwa rumahtangga Darsiti tak bahagia. Karena ternyata suaminya hanya lelaki abal-abal, pekerjaan tidak jelas. Ketika si anak tiri itu pulang ke rumah sambil menangis, mengadukan perilaku suaminya, Jazuli keplok bokong (menepuk pantat) pertanda girang bukan buatan. Maka sarannya kemudian: cerai, cerai, cerai! Begit saja kok repot…..
Nah, karena tekanan ayah tiri begitu kuat, apa lagi didukung semua fraksi dalam keluarganya, jadilah Darsiti mengambil kebijakan yang tidak populer: cerai! Begitu palu hakim Pengadilan Agama Banyuwangi diketuk, Jazulilah lelaki paling pertama yang berteriak kegirangan dalam hati. “Selamat datang janda baru, aku siap jadi “generasi penerus” suamimu…,” kata Jazuli sebagai lelaki karya peduli janda.
Demi suksesnya sebuah politik kotor, Jazuli mencoba tampil elegan. Maksudnya, ketika Darsiti kembali ke rumah orangtuanya di Desa Palpitu Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi (Jatim), dia tidak langsung main tubruk. Tunggu dulu sampai situasinya sangat memungkinkan. Bukankah pepatah Jawa mengatakan: kena iwake aja nganti buthek banyune (kena sasaran tanpa timbulkan masalah). Padahal “iwak” Darsiti itulah yang sudah dirindukan selama ini.
Untuk bulan pertama, kedua, ketiga, masih aman. Tapi lepas sekwartal, benar-benar Darsiti disergap di kala rumah sedang sepi. Padahal prediksi Jazuli bahwa si anak tiri sedang kesepian dan merindukan dekapan lelaki, meleset total. Buktinya, meskipun siang itu sudah berhasil disetubuhi si ayah tiri, dia langsung mengadu pada ibunya. Wah, tentu saja Ny. Jazuli naik pitam. Tak peduli suami sendiri, hari itu juga suami celamitan itu dilaporkan ke Polsek Wongsorejo dan ditangkap krekeppp. Tinggalah Jazuli menyesal, enaknya nggak seberapa, hukumannya minimal 5 tahun penjara!
Repot kan, “iwak” kena tapi kolam kadung butek.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment