Thursday, December 3, 2009

RUMAH DAN PENEGAKAN BURUNG

Antara rumah dan burung sesungguhnya tak ada hubungan sama sekali. Tapi di Banyuwangi, gara-gara rebutan rumah warisan, “burung” Sugomo, 55, jadi tak bisa berdiri akibat diracun Rufikah, 27, keponakannya. Kini di saat orang rame bicara penegakan hukum, Sugomo malah repot soal penegakan “burung”.

Minggu-minggu ini orang memang masih rame soal penegakan hukum. Mungkin ada kaitan dengan program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu-II, aparat kepolisian dan kejaksaan juga sibuk berupaya untuk penegakan hukum bagi masyarakat akar rumput. Di Banyumas Mbah Minah diadili karena mencuri 3 buah biji kakao, lalu di Kediri Kholil dan Basar juga terancam masuk penjara gara-gara nyolong buah semangka. Begitu pula di Batang (Jateng), sekeluarga juga ditangkap karena mencuri kapuk randu perkebunan.

Sugomo lelaki warga Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar, Banyuwangi, juga dengar kabar semacam itu. Tapi dia sama sekali tak mau peduli. Boro-boro ngurusi soal penegakan hukum, lha wong di sendiri juga masih sibuk soal penegakan “burung” miliknya. Gara-gara keracunan setelah makan di warung ponakan sendiri, “burung” kesayangannya jadi tak bisa bernyanyi trilili lili lagi. “Ini namanya pembunuhan karakter, eh kather (alat vital)….!” kata Sugomo kesal.

Boleh dikata Sugomo ini memang lelaki kandhang langit kemul mega (tak punya tempat tinggal). Oleh sang Rufikah keponakannya, dia lalu ditampung di rumahnya, yang juga rumah warisan orangtuanya. Bangunan tersebut memang pada awalnya ditempati Sugomo di masa kecil, ketika masih bersama adiknya yang juga ibunya Rufikah. Tapi karena perjalanan nasib, Sugomo tak lagi punya keluarga dan tempat tinggal, sehingga akhirnya numpang di rumah lama yang kini jadi hak keponakan.

Mungkin Sugomo ini tipe lelaki yang tak mengenal budi, susu dibalas dengan air tuba. Setelah sekian lama tinggal di rumah ponakan, pada perkembangan selanjutnya ada usaha untuk menguasai rumah warisan itu. Tentu saja Rufikah tak merelakan rumah itu dikuasai oleh pamannya. Bukankah dia dulu sudah memperoleh warisan yang lain? Adapun kok sekarang Sugomo tak punya rumah, itu bukan urusannya. Kalau mau, itu malah urusan Pak Suharso Monoarfa, Menteri Perumahan KIB-II.

Rupanya serius sekali Sugomo hendak menguasai rumah warisan itu, sehingga Rufikah pun serius sekali hendak melenyapkan sang paman. Entah diberi campuran apa, setelah sarapan pagi sepulang melaut, Sugomo langsung klepek-klepek keracunan. Beruntung, berkat obat tradisional berupa minuman air kelapa hijau, nyawa Sugomo masih bisa diselamatkan. Nyawannya masih bisa diperpanjang lagi entah sampai tahun berapa. “Jangan-jangan Rufikah memang sengaja meracuniku,” pikir Sugomo dalam hati.

Dia bersyukur pada Tuhan, karena nyawanya tak jadi lepas dari badan. Tapi yang kemudian membuatnya panik, setelah lewat masa kritis tersebut, kini Sugomo merasakan “burung” miliknya tak lagi bisa berdiri. Pagi hari yang biasanya selalu “bernyanyi” trilili lili….. menyambut udara pagi, kini diam membisu seribu basa. Dia sudah berusaha dengan segala cara untuk penegakan burung itu, tapi tak juga membawa hasil. Mulailah dia cari kambing hitam menjelang Idul Qurban. Rufikah yang diduga telah meracuni dirinya, pasti itulah yang jadi biang keroknya.

Dengan membawa sebilah clurit, dia unjuk kekuatan di warung Rufikah. Melihat pamannya bawa clurit dengan wajah ditekuk, segera dia menyelamatkan diri. Gagal memperoleh sasaran, Sugomo lalu mencabik-cabik dinding bambu warung itu dengan cluritnya. Polisi Polsek Muncar pun lalu menggelandangnya ke kantor polisi. “Gara-gara diracun ponakanku, burung milik saya tak bisa berdiri lagi, Pak….!” ujarnya polos sambil menuding ke bawah perutnya.

Apa iya, coba lihat sebentar Mas!

KURBAN DWI FUNGSI DUKUN

Dulu ada dwifungsi ABRI, kini ada dwi fungsi dukun. Dukun Mbah Warno, 52, ini misalnya; selain penyembuhan, dia juga mengacu asas persetubuhan! Tapi gara-gara ulahnya, dukun cabul diadukan Ny. Sundari, 22, ke Polres Pacitan, karena tak sudi disetubuhi lelaki yang bukan suaminya meski itu atas nama pengobatan.

Ketika soal kesehatan menjadi lahan bisnis, rumahsakit sering menjadikan pasiennya juga sakit kantong sekaligus. Orang sakit dijadikan mesin uang, sehingga untuk kelas RS Mitra Keluarga Kaya misalnya, meski hanya operasi usus buntu bisa kena belasan juta rupiah. Padahal mereka juga tak berani mengeluarkan garansi, jika pasien tidak sembuh (mati), ongkos boleh kembali. Karena itu berbahagialah investor yang menamkan modalnya di perumahsakitan, Anda takkan pernah rugi sepanjang masa.

Ny. Sundari termasuk wanita yang capek sudah berurusan dengan rumahsakit. Meski sudah mendatangi dokter di mana-mana, yang praktek di rumah maupun di rumahsakit, keluhan pendarahan itu tak juga kunjung sembuh. Lalu kemudian masuk informasi bahwa dukun Mbah Warno yang praktek di Pucangsewu ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit. “Ongkosnya juga murah, tidak sampai jutaan. Coba saja ke sana, siapa tahu cocog,” begitu kata orang.

Atas dukungan suami, Ny. Sundari pun segera berangkat. Meski suami sebetulnya tak begitu percaya pada dukun, tapi kali ini dia harus percaya. Sebab gara-gara penyakit istrinya, dia jadi pejabat suami non aktif. Bagaimana tidak? Biasanya minimal seminggu 2 kali dia bisa menunaikan “kewajiban” sebagai kepala keluarga, kini sudah berminggu-minggu non aktif. Padahal mau nerobos lampu merah, meski tak ada polisi tapi ada ayat Qur’an: “Katakanlah, haid adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid” (Al-Baqarah: 222).

Celakanya, dukun Mbah Warno memang bukan malaikat, sehingga dia masih juga tergoda oleh wajah cantik dan pantat gede sang pasien. Melihat Ny. Sundari yang cantik macam penyanyi kroncong Sundari Sukotjo, pendulumnya langsung kontak blip, blip, blip. Melihat bodinya yang seksi dan “boncengan”-nya njedhit dan tampak gurat-gurat celana dalamnya, dia langsung pusing tujuh keliling. Akhirnya Mbah Warno bukan lagi berfikir bagaimana pasien itu bisa sembuh, tapi justru bagaimana bisa bersetubuh.

Setelah Ny. Sundari menyampaikan keluhannya di kamar prakteknya, Mbah Warno segera memeriksa pasiennya dengan penuh penghayatan dan kesyahwatan. Awalnya memang hanya memijit bagian kaki, lalu naik barang sedikit. Tapi setelah sampai pada wilayah “cagar budaya”, tangan Mbah Warno hanya muter-muter di situ macam pendaki Gunung Lawu yang tersesat. Sampai kemudian dia bertitah dengan bisik-bisik. “Obat satu-satunya hanya dengan bersetubuh, Jeng….!” kata Mbah Warno.

Tentu saja Ny. Warno terkaget-kaget, karena Mbah Warno langsung saja nyemplak di atas tubuhnya macam pelajar nggandul truk. Tadi saat “aset nasional”-nya diobok-obok saja sudah merasa risih dan jengah, kok kini malah minta dituntaskan melalui persetubuhan. Memangnya sini cewek apaan? Berkat perlawanannya yang gigih, Mbah Warno batal menggeluti lebih lanjut, bahkan dia terjengkang dari ranjang karena ditendang Ny. Sundari yang mendadak menjelma jadi jago silat macam Kho Ping Hoo.

Kontan Sundari keluar dari kamar pasien dan mengadu pada suaminya. Urusan selanjutnya bisa ditebak, Sundari mengadu ke Polres Pacitan dan Mbah Warno pun dicokok hari itu juga. Tapi dalam pemeriksaan dia membantah bahwa telah mencabuli pasiennya. Sebab apa yang dilakukan selama ini sekadar terapi pengobatan, bukan untuk mengejar kenikmatan sesaat. “Kalau mau begitu, kalau nggak mau ya sudah. Begitu saja kok repot,” kata Mbah Warno pada polisi.
Habis embah mengajak begituan, sih!

Tuesday, December 1, 2009

KETIKA TOLAK TAWARAN ENAK

APA yang kurang dari Sodik, 41, dalam soal kesabaran? Saat istrinya, Marlina, 35, disetubuhi teman, dia hanya menyarankan nikah saja dari pada selingkuh. Ee…, Darmin, 34, tidak meladeni tawaran itu, tapi terus saja dia ngeloni bini orang. Akhirnya habis kesabaran Sodik, dan golokpun menebas putus tangan Darmin!

Tercatat dalam kisah perwayangan, bahwa Prabu Darmakasuma merupakan sosok paling sabar. Ketika jiwanya diminta untuk tumbal negara tetangga, dia menyerahkan saja. Begitu pula sewaktu raja dari negeri jiran bermaksud pinjam pusaka Jamus Kalimasada, raja Amarta ini tak pernah menolak. Bila niat-niat aneh itu tak sampai terlaksana, itu karena dihalang-halangi oleh adik-adiknya termasuk Prabu Kresna konsultan politik dari negeri Dwarawati.

Itu ternyata masih kalah dengan Sodik, seorang tukang becak dari Pasar Babakan Tangerang. Bila Prabu Puntadewa hanya menyangkut dokumen negara dan nyawa, Sodik justru soal istri yang notabene “kendaraan” pribadi. Ketika tahu bininya diselingkuhi Darmin situkang sayur, dia masih bisa meredam amarahnya. Darmin hanya diklarifikasi, benarkah aksi selingkuh itu sudah sampai pada persetubuhan? Saat Darmin mengangguk, Sodik cuma bilang: “Kalau gitu nikahi saja Marlina, daripada kalian selingkuh melulu.”

Kurang apa coba, kesabaran Sodik? Meski hanya tukang becak yang kerjanya nggenjot becak ke sana kemari, dia tak marah ketika bininya “digenjot” orang. Dia justru memfasilitasi, akan segera menceraikan istrinya, untuk segera bisa dinikahi oleh Darmin. Andaikan sebuah mobil begitu, STNK dan BPKB segera diserahkan dan silakan baliknama. Agaknya Sodik punya prinsip, barang sudah cacat mendingan diamputasi saja jangan dipelihara.

Agaknya Darmin memang lelaki tak tahu berterima kasih. Sudah diberi fasilitas demikian enak dan mengasyikkan, tak juga diambil. Maksudnya, dia tak segera mempersiapkan diri untuk menikahi Marlina bini Sodik. Yang terjadi kemudian, menjadi suami Marlina tidak mau, tapi menyetubuhi sembarang waktu sebuah rutinitas. Lalu tukang sayur cap apa model begini ini. “Awas kamu ya, bakal tak bunuh kamu,” ancam Sodik ikut-ikutan model Kadir Srimulat.

Hubungan asmara haraman wa asyikan ini memang terjadi sudah lumayan lama. Kenapa Marlina jadi tertarik pada Darmin yang tukang sayur di Pasar Babakan? Memang banyak kelebihan yang dimiliki dia. Di samping usia lebih muda, Darmin juga secara ekonomi lebih mapan. Sedangkan Sodik yang resmi suami sendiri, ekonomi sehari-hari selalu sungsang sumbel. Lalu berlakulah ungkapan lama: tukang becak memang hanya banyak genjotannya, bukan duitnya.

Secara pisik Marlina memang cukup menarik, hampir seperti Leny Marlina bintang film tahun 1970-an. Sebagai lelaki normal Darmin sangat bernafsu setiap melihat bini Sadik itu belanja kepadanya. Dengan rayuan mautnya, dia mencoba mendekati. Ternyata dengan sejumlah uang ternyata Marlina pasrah srah, seperti lagu: Seringgit si dua kupang, satu ringgit dibuka kutang, dua ringgit tidur telentang, sepuluh ringgit ranjang bergoyang…..!

Aksi mesum Marlina – Darmin lama-lama ketahuan Sodik. Dengan penuh kesabaran tukang becak itu hanya menyarankan menikah saja daripada terus berzina. Ternyata Darmin tak menggubris, tapi mengeloni bini Sodik jalan terus. Akhirnya habis sudah kesabarannya. Beberapa hari lalu Darmin dicarinya, begitu ketemu langsung tangan kanannya ditebas golok hingga putus. Saat korban hendak menangkis, kembali jari jemarinya terlepas. Sementara Darmin dilarikan ke rumahsakit, Sodik diamankan ke Mapolsek Tangerang.

Yang “ngamankan” Marlina lalu siapa?

ISTRIKU BUKAN LISTRIK PLN

Ada program giliran listrik saja orang bisa marah, apa lagi ini bini digilir orang, bagaimana tidak mencak-mencak? Dan inilah yang dilakukan Kadri, 33, warga Lampung. Dia segera melaporkan Namid, 27, ke polisi, karena menyetubuhi Yatik, 27, istrinya. Padahal dulu Namid – Yatik sesama teman di sekolah TK. Teman semasa kecil, biasanya selalu membawa kenangan indah bersamanya.. Bila jumpa lagi setelah sekian lama tak ketemu, pastilah ingin bernostalgia di masa lalu. Sukur diundang mampir ke rumahnya dan diajak makan bersama, paling tidak menanyakan di mana teman-teman yang lain, lalu bagaimana pula mantan gura kita. Setelah itu baru menyakan kondisinya sekarang, sudah menikah apa belum dan punya anak berapa. Lalu tinggal di mana dan siapa suami/istrinya? Instink Namid, warga Kejawen, Kampung Totokaton, Punggur, Metro, juga seperti itu. Begitu ketemu Yatik teman lama saat di Taman Kanak-Kanak dulu, keduanya pun lalu bernostalgia. Kemudian keduanya juga menanyakan tentang keluarganya masing-masing. Cuma untuk bagian ini, sepertinya Namid hanya sekadar basa-basi, sebab berdasarkan cerita teman-teman yang tahu keseharian Yatik, dia sudah tahu isi jeroan wanita yang tinggal di Kampung Buminabung tersebut. Kata teman-teman, Yatik bukanlah wanita yang bersih lingkungan. Bukan karena terlibat G.30.S/PKI menurut istilah Orde Baru dulu, melainkan tidak bersih lingkungan tubuhnya dalam arti tubuhnya kotor lantaran banyak dijamah lelaki. Maksudnya lebih jelas, Yatik kini adalah wanita panggilan yang bisa diajak memuaskan syahwat asalkan bayarannya cocok. “Meski tak ada bukti testimoni dan penyadapan telepon, pengin aku membuktikannya,” begitu tekad si Namid yang ternyata suka celamitan itu. Akhirnya, dengan dalih sebagai teman lama Namid menawarkan diri untuk mengantar Yatik mau ke mana hari itu. Tanpa curiga akan otak ngeres sahabat lama, bini Kadir ini langsung minta dibonceng ke rumahnya. Tapi ternyata motor malah dibelokkan ke Kelurahan Purwosari, Metro Utara, melalui dam Raman dan terus ke Kampung Saptomulyo, Punggur. Di rumah penjaga pintu air yang tidak terpakai, Namid mengajak istirahat sebentar dengan alasan hendak kencing dulu. Hati Yatik kemudian terkaget-kaget setelah usai kencing Namid ternyata minta dilayani “kencing enak”. Dia sama sekali tak menduga bahwa sahabat lamanya berniat sekeji itu. Tapi belum juga dia menjawab, Namid langsung saja nyosor macam bebek dikasih keong rica-rica. Dengan beralaskan tikar plastik berdebu, jadilah mitra strategis di kala taman kanak-kanak itu menjadi mitra romantis secara paksa. Tapi bagi Namid, dari situlah dia jadi tahu bahwa Yatik memang bisa dipakai siapa saja. “Jangan cerita ke mana-mana ya,” kata Namid setelah semuanya usai. Selanjutnya Yatik – Namid kembali melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba HP di tas Yatik berbunyi, ternyata dari suaminya. Segera saja Namid minta telepon itu jangan diangkat. Tapi dari sanalah kemudian semuanya jadi terungkap. Sebab Kadri jadi curiga ke mana saja selama ini sehingga istrinya pulang telat. Yatik mencoba mengarang cerita, tapi Kadri tidak percaya, sehingga dia terpaksa menyebut nama Namid berikut kegiatannya barusan, bla bla bla…..! Alangkah kaget dan marahnya Kadri sore itu. Orang digilir listrik saja sudah nyap-nyap, kok ini bini malah digilir teman lama istri. Dia segera melapor ke Polres Metro, dan Namid yang baru nonton TV bersama keluarga malam itu langsung dicomot polisi. Dalam pemeriksaan dia mengatakan bahwa tindakan itu sekadar mencari pembuktian, apakah benar Yatik bisa diajak kencan lelaki lain. “Ternyata benar, Pak, Yatik memang bisa diajak kencan. Bapak mau buktikan….?” kata Namid polos saja. Ya jangan ngawurlah, polisi masih pusing soal Tim Delapan.

HENY SANG PRIMADONA

Agaknya Rojali, 22, masih terlalu hijau dalam dunia hidung belang. Baru sekali kenal WTS primadona, langsung ingin memborongnya alias menikahi. Tentu saja Heny, 37, tidak mau dimonopoli semacam itu. Tapi akibatnya fatal, ketika Rojali marah, langsung saja Heny dibacoknya hingga nyaris kehilangan nyawa.
Tak ada ceritanya dalam dunia lembah hitam, seorang WTS mau dimonopoli oleh lelaki hidung belang. Sebab sebagai penganut azas perdagangan bebas, monopoli berarti menyusutnya penghasilan secara drastis. Biasanya, lima kali melayani lelaki bakal lima kali dapat uang. Tapi dengan sistem monopoli, si WTS bisa melayani berkali-kali tapi bayarannya hanya sekali. Bayangkan jika tarif itu sangat kompetitif (baca: murah), sang WTS bakalan terjebak ungkapan: kodok kalung kupat awak boyok sing ra kuwat (pinggang mau putus).
Ini pula yang menjadi pertimbangan Heny, seorang WTS primadona di kompleks pelacuran Gunung Sampan, Desa Kotakan, Situbondo (Jatim). Karenanya, ketika seorang pelanggannya yang sangat muda, Rojali, mengajaknya kawin, dia menolak mentah-mentah. Banyak pertimbangan yang membutnya harus menolak penawaran itu. Pertama, dia terlalu muda dan usia sangat jauh berbeda. Kedua, dengan perkawinan itu sama saja dirinya dimonopoli tak boleh melayani lelaki lain. Padahal selama ini Heny merasa dirinya menjadi milik publik.
Kenapa Rojali sampai tergila-gila pada Heny yang lebih pantas jadi emaknya? Apakah dia penderita Odipus Compleks, atau memang bertekad mengentaskan wanita itu dari lembah kehinaan? Ah betapa mulianya lelaki ini. Cuma sayangnya, dalam usia semuda itu kenapa sudah menjadi lelaki hidung belang. Padahal mestinya dia masih duduk di bangku perguruan tinggi, paling tidak sudah ikut KKN (Kuliah Kerja Nyata). Eh malah : (K)esana (K)emari (N)yabo. Mau di bawa ke mana generasi muda ini?
Agaknya Rojali merasa, seumur-umur jadi lelaki hidung belang, baru kali ini nemu pelayanan WTS yang sangat prima. Heny tak hanya menganggap dirinya sebagai lelaki hidung belang, tapi juga insan yang membutuhkan kasih sayang. Karena itulah Rojali menjadi semakin lengket, dan setelah berulangkali mengencani Heny sang primadona, dia berniat mengawininya. “Hen, kamu berhenti saja jadi WTS, menikah denganku dan jadi ibu rumahtangga yang baik,” begitu Rojali sekali waktu bertutur.
Heny awalnya merasa sangat tersanjung. Tapi demi melihat perbedaan usia yang terlalu njomplang, dia tak sanggup menerima tawaran baik Rojali. Untuk sekarang dirinya memang lumayan fresh. Tapi 28 tahun ke depan misalnya; si Rojali baru usia 50 tahun, sedangkan dirinya sudah nenek-nenek keriput berusia 65 tahun. Dalam situasi demikian, sangat boleh jadi Rojali akan mengadakan peremajaan. Heny akan diceraikan dan Rojali akan menikahi gadis yang lebih muda dan joss.
Sungguh Heny tak siap dengan gambaran jangka panjang semacam itu. Gambaran jangka pendek: dikawin oleh Rojali kan sama saja akan menurunnya penghasilan sehari-hari. Mampukah lelaki ini memenuhi segala kebutuhannya? Mengingat Rojali sendiri pekerja biasa, Heny sangat menyangsikan kemampuan lelaki ini. “Soal “si entong” dia memang jago, tapi untuk isi kantong selanjutnya?” Nah, gara-gara pertimbangan njelimet semacam itu, pada akhirnya Heny menyatakan: tidak! “Maaf, aku tak bisa menerima tawaranmu,” kata Heny tegas.
Andaikan Heny menjawab masih pikir-pikir dulu, mungkin Rojali bisa mengendalikan diri. Tapi begitu lamarannya ditolak mentah-mentah, emosinya jadi meledak. Diambilnya sebilah golok dan dibabatkan ke tubuh wanita yang baru saja melayaninya di ranjang. Kompleks WTS Gunung Sampan pun geger. Dengan tubuh luka parah Heny dilarikan ke rumahsakit, sedangkan Rojali ditangkap polisi Polres Situbondo. Dalam pemeriksaan dia mengaku, berbuat kalap karena tersinggung, wong mau diajak hidup normal kok tidak mau.
Yang normal bagi Heny kan asal tamu banyak dan dompet penuh.

“SOLUSI” SEORANG KAKAK IPAR

Ada seorang kepala desa di Sumenep (Madura) merasa pusing. Pasalnya, warganya yang bernama Sodin, 40, tega menghamili adik ipar sendiri, Minah, 30. Sebagai Kades, otomatis dia didorong-dorong warganya untuk menyelesaikan kasus ini. “Lha iya, ini saya sedang cari solusinya,” katanya jengkel.

Terlalu klasik memang ceritanya, seorang kakak ipar menghamili adik daripada istrinya. Di berbagai belahan wilayah Jawa – Sumatera sering kali terjadi kisah begini, kakak ipar begituan dengan adik ipar. Lalau bagaimana caranya agar kisah mesum itu tak terjadi lagi? Begini caranya: hindarilah kesempatan kakak dan adik ipar berlainan jenis, ketemu hanya berdua-dua. Maka untuk berjaga-jaga terjadinya setan lewat, janganlah ada pembiaran ketika adik istri yang cukup cantik tinggal bersama keluarga.

Istri Sodin, warga Desa Parsanga Kecamatan Kota, Sumenep, sebetulnya cukup cantik. Tetapi dibandingkan dengan Minah adiknya yang berusia 5 tahun lebih muda, jelas Misih, 35, kalah sintal dan kenyal. Memang, sebelumnya Sodin tak pernah membanding-bandingkanya. Baru setelah sang adik ipar ikut tinggal dalam keluarganya, dia bisa membandingkan setelah……merasakannya. Ternyata memang seperti iklan sabun Sunlight taun 1960-an: nyata benar bedanya!

Kejadiannya bermula saat Minah menyandang status janda setelah cerai dengan suami. Lantaran tak ada lagi ibu dan ayah sebagai tempat bergantung dan berlindung, ke mana lagi dia bertempat tinggal kecuali ikut kakak kandungnya di Desa Parsanga? Dan ternyata Sodin sebagai suami Misih, juga sangat welcome atas kehadiran adik daripada istrinya tersebut. “Jangan sungkan di sini, anggap saja seperti rumah sendiri,” kata Sodin begitu ramah, nyaris mirip Satpam BCA.

Adik iparpun tinggal tenang di rumah itu. Tapi lama-lama, perceraian yang bagi Minah merupakan musibah, belakangan bagi Sodin justru menjadi berkah. Lho, apa pasal? Soalnya, setelah setiap hari melihat dan mencermati, ternyata Minah ini jauh lebih cantik dari Misih kakaknya. Bodinya juga lebih sintal dan kenyal. Lalu otak ngeres Sodin mulai ngelantur: kapan aku bisa menyetubuhinya? Selanjutnya kalkulasi politik pun dibuat dengan kesimpulan: enam bulan menjanda pastilah Minah kesepian!

Hal-hal beginian, setan palinglah demen jadi sponsor dan penyandang dana. Dia terus menyemangati Sodin untuk bisa menaklukkan Minah. Di kala Misih tak di rumah tentu saja, dia mulai towal-towel dan senggal-senggol, sampai Minang mengingatkan: “Jangan ah Mas, nanti ada yang lihat!” kata Minah. Jadi, kalau tak ada yang lihat, boleh? Dengan asumnsi itu, Sodin menjadi semakin galak. Disosornya terus si adik ipar, hingga Minah bertekuk lutut dan kemudian berbuka paha.

Sejak saat itu, hari-hari Sodin menjadi penuh ceria. Di kala istri sedang belanja ke pasar misalnya, dia selalu memanfaatkannya untuk kelon bersama Minah. Entah sudah berapa kali mereka berbuat, sampai kemudian terlihat perut Minah membuncit. Tapi warga semua hanya bergosip tak berani mengeluarkan hak angket. Kades Parsanga pun lalu didesak warga untuk menyelesaikannya. “Jangan dorong-dorong saya dong, saya nanti dituduh intervensi rumahtangga orang,” kilah Pak Kades sok gaya pejabat.

Akhirnya Pak Kades bertindak juga. Minah dan Sodin dipanggil secara tertutup, diklarifikasi, apakah terjadi “hubungan arus pendek” antara keduanya? Ternyata mereka mengaku. Tapi bagi Sodin, itu tak menjadi masalah, lha wong Misih selaku pihak terkait juga diam saja. Kenapa warga yang ribut, kok kurang kerjaan saja? Tentu saja Pak Kades geleng-geleng kepala. Bagaimana ini, soal menghamili adik ipar kok dianggap hal sepele. Tapi sebagai Kades, dia harus mencari solusi secara adil dan tepat guna.

Yang adil kata warga, Sodin harus digebuki biar kapok!

MATINYA SATRIA LANANGING JAGAD

Arjuna yang bergelar satria lananging jagad, rupanya mau ditiru Juwadi, 42, dari Tuban (Jatim). Dia berburu wanita ke berbagai daerah untuk menikahinya dengan modal surat keterangan palsu. Tapi baru dua kali “mbelah duren” jatohan, sudah terendus petualangannya, dan kini Juwadi ditahan di Polres Jember.

Tiap orang memiliki cara sendiri untuk memenuhui kebutuhan perut dan di bawah perutnya. Yang benar: dia bekerja keras sehingga punya duit banyak, dan dengan status sosialnya yang terpandang itu dia bisa menikahi istri cantik dan terpuaskan segala ambisi dan libidonya. Tapi bagi yang nggak bener, pengin istri cantik dalam status penganggura, penganggur, akhirnya dia nekad main tipu sana tipu sini. Dan saat tragispun terjadilah, di saat dia bercengkerama di ranjang pengantin, tahu-tahu diseret polisi dari atas perut istri dan jadilah tersangka.

Ini pula nasib Juwadi, warga Plumpang, Tuban. Setelah kebak sudukane (ketahuan kejelekannya) dan kenyang nyuduk (menusuk) sana sini, dia ditangkap polisi di Jenggawah Jember. Tragisnya, dia dibekuk saat sedang mempersiapkan perkawinannya dengan janda muda warga setempat. Padahal, meski belum sah menjadi suami istri, sopir angkot made in Tuban ini sudah biasa “ngebon” calon istrinya. Sangat boleh jadi, Juwadi dikeler (ditangkap) petugas ketika sedang bermesraan di kamar bersama calon istrinya.

Kehidupan sehari-hari Juwadi memang memprihatinkan. Jadi sopir angkot dengan tanggungan tiga anak dan satu istri, dia sungguh kedodoran. Lalu untuk membuat terobosan ekonomi, munculah idenya yang lumayan briliyan sekaligus edan. Juwadi ingin memanfaatkan ketampanan wajahnya yang mirip-mirip artis Adrian Maulana tersebut. Dia bertekad, dengan kelebihan itu akan memperoleh dua manfaat sekaligus. Selain uang juga bakal dapat “goyang”. Juwadi ingat betul kata ustadz Zainudin MZ dulu: “Masih banyak janda yang perlu dikeloni, eh disantuni….!”

Asal tahu saja, Juwadi memang pernah berpetulang di Jakarta, sehingga tahu liku-likunya dunia tipu-menipu di Ibukota. Nah, dengan modal KTP aspal Kelurahan Mampang yang mencantumkan dirinya sebagai perjaka tulen, mulailah di tahun 2004 dia berburu perempuan. Sasarannya tak selalu harus gadis. Kalangan wanita STNK (Setengah Tua Namun Kenyal) juga tak apa, meski banyak mudlaratnya tapi yang penting juga banyak nikmatnya. Dan sebagaimana istilah Golkar, harus banyak gizi (baca: duit)-nya.

Hari-hari “Arjuna mencari cinta” dimulai di tahun 2004 itu juga. Hanya dalam beberapa minggu dia sudah berhasil memikat guru SD berstatus janda. Namanya Wiwik, usianya kala itu sekitar 28 tahun, jadi masih hot-hotnya. Bulan Januari 2005 mereka menikah, dan selanjutnya Juwadi tinggal bersama istri barunya di Desa Plumpang Kecamatan Plumpang, Tuban. Saking cintanya pada suami baru, betul-betul Juwadi dimanjakan, minta uang berapa saja dikasih. Padahal, uang tersebut kemudian dialirkan pada istri dan anak-anaknya di rumah.

Setelah bosan menjadikan Wiwik sebagai mesin uang, Juwadi berburu perempuan baru di Jember. Kali ini dia dapat mempedayai Nita, 32, perempuan yang lewat masa edar alias perawan tua. Mungkin karena “kehausan”, meski belum resmi jadi istrinya mau saja “dibon sementara”. Lagi-lagi dengan alasan ini itu dan lewat kalimat yang tidak fokus dan cenderung mutar-mutar, Juwadi berhasil mengeruk sejumlah uang Nita dan digelontorkan buat keluarganya di kampung.

Akan tetapi petualangan asmara Juwadi terendus oleh Wiwik yang dinikahinya 4 tahun lalu. Lewat lapuran Bu Guru tersebut, jejak Arjuna satria lananging jagad bisa ditemukan di Jember. Nah, saat dia kelonan dengan calon istrinya tersebut Juwadi ditangkap dan digelandang ke Polres Jember. Dalam pemeriksaan dia mengakui segala perbuatannya. “Aku mengawini mereka sekedar untuk menjadi mesin uang, Pak!” kata sopir angkot itu blak-blakan.

Yaaaak, mesin penggugah nafsu juga kan?

LELAKI ITU BERNAMA ANGGODO

Agaknya kebencian orang pada Anggodo Wijaya belum juga surut. Di Sukoharjo (Solo), tukang selingkuh bernama Mugodo, 50, terpaksa diberi nama Anggodo seusia diarak warga. Pasalnya, meski terbukti nyata menyetubuhi bini orang, dia dibiarkan melenggang pergi dari tuntutan hukum pidana.

Ternyata soal penegakan hukum tak hanya menjadi wacana masyarakat kota besar. Penduduk kampung yang jauh dari pusat pemerintahan, rupanya juga termasuk masyarakat akar rumput yang gandrung clean governance (pemerintahan bersih). Mereka juga ikut terusik manakala ketidakadilan terjadi di wilayahnya. Mereka muak ketika sosok Minah yang hanya mencuri buah coklat 3 biji ditelateni, diadili; sedangkan Anggodo Wijaya yang melecehkan aparat penegak hukum, bebas lepas tak diapa-apakan.

Ini agak berbeda dengan Mugodo, warga Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Sementara orang di mana-mana bicara soal penegakan hukum, dia malah sibuk urusan penegakan ……”burung”! Bagaimana tidak? Beberapa malam lalu dia kepergok para tetangganya tengah hendak menyetubuhi Ny. Nunik, 40, yang sedang ditinggal suami menjadi TKI di manca negara. Betapa tega dan hina wanita itu, sementara suami jadi tenaga kerja luar negri, dia malah rela menjadi ajang penyaluran “tenaga kuda” milik tetangga.

Kebutuhan perut dan yang di bawah perut, bagi manusia normal memang sangat berbanding lurus, termasuk juga kaum hawa. Maka orang Jawa punya ungkapan, istri tak hanya butuh mamah (makan) tapi juga mlumah (baca: pemenuhan libido). Dan Ny. Nunik, termasuk yang sedang pusing masalah beginian, karena lama tak begituan! Ibarat ayam babon (induk ) ayam kampung, dia sudah siap ndheprok (jongkok) mana kala ayam jantan mendatanginya. Jika pinjam istilah gaul anak ABG sekarang, Nunik pasti akan bilang: hallo cowok, godain gue dong…..!

Aksi rindu lelaki Ny. Nunik memang tidak sebegitu nyata. Tapi Mugodo lelaki tetangganya di Desa Palur, mampu menangkap sinyal-sinyal asmara itu demikian nyata. Sebagai lelaki berpengalaman yang sudah termasuk kategori jalma limpad seprapat tamat (orang pintar cepat menangkap maksud seseorang), langsung tahu maksud Nunik. Padahal secara phisik dan anatomi, sosok istri Daldiri, 47, ini termasuk kategori yang enak dikeloni dan perlu. “Tunggulah, aku siap berlomba-lomba dalam kemesuman,” kata Mugodo.

Hari-hari tengah malam, Mugodo suka mendatangi rumah Nunik diam-diam. Awalnya hanya silaturahmi antar tetangga, tapi setelah dianya memberi angin, Mugodo pun segera masuk. Secara hukum, jelas itu dalam posisi lampu merah, apa lagi kini belok kiri juga tidak boleh langsung. Tapi karena imbauan asmara itu semakin nyata, jadi juga Mugodo merapat ke ranjang cinta. Walhasil, aset nasional Nunik yang selama ini hanya dipersempahkan untuk suami, kini diberikan pada lelaki tetangga. Itulah hebatnya Mugodo, dia juga bisa ngatur-ngatur orang macam Anggodo Wijaya.

Sekian lama keluar masuk rumah Nunik, kegiatan Mugodo tercium warga. Maka Nunik pun diingatkan jangan lagi-lagi memasukkan lelaki ke dalam rumahnya. Tapi rupanya prinsip penegakan hukum kalah dengan prinsip penegakan burung. Jadi meskipun diancam warga, masih juga Nunik membawa Mugodo ke atas ranjangnya. Sampailah pada kejadian Minggu malam lalu, saat keduanya sedang “warming up” untuk olahraga non PON, tahu-tahu digerebek warga.

Amarah warga tak terbendung lagi. Langsung Ny. Nunik dan Mugodo diarak rame-rame dalam kondisi pakaian berantakan, mau dibawa ke Balai Desa. Saking malunya jadi tontonan warga, bini Daldiri ini pingsan seketika. Praktis proses hukum jadi agak terhambat. Dengan pertimbangan itu pula, skandal Mugodo – Nunik hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Itu artinya, lelaki pecundang itu boleh pulang bebas. “Wah, Mugodo memang Anggodo Wijaya…..!” gerutu warga tak puas.

Yang beda: Anggodo soal hukum, Mugodo soal…..burung!